icon-category Technology

Australia Ancam Penjarakan Bos Medsos atas Video Terorisme

  • 30 Mar 2019 WIB
Bagikan :

Australia berjanji pada Sabtu (30/3) untuk memperkenalkan undang-undang baru yang dapat membuat bos media sosial dipenjara dan perusahaan teknologi raksasa didenda miliaran dolar karena terbukti gagal menghapus video kekerasan dari platform mereka.

Undang-undang baru itu akan dibawa ke parlemen minggu depan yang akan sekaligus menjadi seruan Canberra terhadap perusahaan media sosial untuk mencegah platform mereka sebagai "senjata" teroris setelah serangan Masjid Christchurch di Selandia Baru.

Facebook mengatakan telah menghapus "dengan cepat" sebanyak 1,5 juta video mengenai insiden tersebut yang ditayangkan di platform mereka.

Video 17 menit mengenai insiden 15 Maret yang merenggut nyawa 50 orang itu diketahui masih tersiar beberapa jam setelah serangan terjadi menurut para ahli.

"Perusahaan-perusahaan media sosial besar memiliki tanggung jawab untuk mengambil setiap tindakan demi memastikan produk teknologi mereka tidak dieksploitasi oleh teroris," kata Perdana Menteri Australia Scott Morrison dalam sebuah pernyataan, seperti yang dikutip dari AFP pada Sabtu (30/3).

Morrison, yang bertemu dengan sejumlah perusahaan teknologi pada Selasa (26/3) - termasuk Facebook, Twitter, dan Google - mengatakan Australia akan mendorong negara-negara G20 lainnya untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan media sosial.

Jaksa Agung Australia Christian Porter mengatakan undang-undang baru itu akan menjadikan keacuhan media sosial sebagai sebuah tindak pidana, karena tidak dengan cepat menghapus tayangan kekerasan. Bukan cuma terorisme namun juga seperti video pembunuhan dan pemerkosaan.

Para bos media sosial dapat menghadapi hukuman tiga tahun penjara karena gagal melakukannya, tambahnya, sementara platform media sosial - yang pendapatan tahunannya dapat mencapai puluhan miliar dolar - akan menghadapi denda hingga sepuluh persen dari omset tahunan mereka.

"Media arus utama yang menyiarkan materi semacam itu akan membahayakan lisensi mereka dan tidak ada alasan mengapa platform media sosial harus diperlakukan secara berbeda," kata Porter.

Pemerintah Australia sejauh ini "dikecewakan" oleh tanggapan dari raksasa teknologi saat pertemuan hari Selasa, Menteri Komunikasi Australia Mitch Fifield mengatakan kepada wartawan Sabtu (30/3).

Tetapi pakar keamanan siber Nigel Phair, dari Universitas New South Wales, meragukan kemampuan undang-undang Australia yang diusulkan untuk menjatuhkan hukuman pidana atas kasus macam ini.

"Hukumannya hanya untuk eksekutif yang berdomisili di Australia, dan secara keseluruhan mereka adalah eksekutif pemasaran, bukan mereka yang bertanggung jawab untuk menjalankan dan memelihara platform," katanya kepada penyiar SBS pada awal pekan ini.

[Gambas:Video CNN]

Berita Terkait

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini