icon-category Lifestyle

Bagaimana Timur Tengah Merayakan Natal?

  • 25 Dec 2018 WIB
Bagikan :

“Kami suka berbagi karena kami tidak memiliki banyak momen bagus atau sangat membahagiakan,” kata Malak, seorang anak perempuan berusia 15 tahun saat momen perayaan Natal 2015 di Palestina.

Malak, Karam dan ibunya, Mirvat al-Azzeh adalah Muslim Palestina. Namun, saat suasana Natal Desember tiba, rumahnya dipasangi pohon Natal lengkap dengan ornamen lainnya. Mereka ikut merasakan kebahagiaan Natal seperti yang dirasakan umat Kristen Palestina lainnya.

“Saat hari libur Islam, kami menghabiskan waktu dengan keluarga kami, kami tidak keluar. Natal juga momen bagi kami kaum Muslim untuk ikut merayakan,” kata Malak lagi, dilansir dari The Telegraph.

Sebagai sebuah kota yang disebut di Alkitab sebagai tempat kelahiran Yesus, Bethlehem yang terletak di wilayah Tepi Barat, Palestina, tiap tahun menjadi pusat perayaan dan ibadah Natal, khususnya di Alun-alun Manger. Perayaan di Bethlehem dimulai dengan doa dan nyanyian sembilan hari sebelum Hari Natal. Ada banyak orang yang berkumpul di sana, termasuk warga Muslim, untuk melihat prosesi misa malam Natal dan parade tahunan yang diselenggarakan para pramuka Palestina.

Alun-alun Manger yang biasanya dipasangi pohon Natal raksasa terletak di depan kompleks Gereja Kelahiran.

Di dalam Gereja Kelahiran inilah terdapat situs yang diyakini sebagai tempat Yesus dilahirkan. Encyclopaedia Britannica menyebutkan bahwa gereja tersebut menyimpan sebuah bintang perak yang menandai titik di mana Yesus dilahirkan. Namun, pada 1847, bintang itu hilang dicuri. Gereja Kelahiran sendiri adalah salah satu gereja tertua di dunia. Ia dibangun antara tahun 248 sampai 328 M atas perintah Santa Helena, ibunda Kaisar Romawi Kristen pertama Konstantin I. Gereja itu pernah dihancurkan lalu dibangun lagi di era Kaisar Justinian (527-565) dan bertahan hingga detik ini.

Susana kehangatan Natal di Palestina mencerminkan hubungan baik antara Islam dan Kristen. Mahmoud Jundia, 28, warga Betlhelem menyebut, Kristen dan Muslim selalu hidup bersama dan perbedaan antara agama tidak pernah menjadi sumber konflik. Ia bahkan punya dua sahabat Kristen dan dua-duanya sudah menikah beda agama.

"Mereka (turis) datang dari seluruh dunia dan mereka melihat Gereja Kelahiran dan melihat Muslim-Kristen berdampingan, kami sama." Ujar Mahmoud dikutip dari Vice, Desember 2017. 

Selain Bethlehem, ada pula nama kota-kota penting terkait Yesus dan perkembangan ajaran Kekristenan mula-mula seperti Yerusalem, Ramallah dan Nazaret.

Kekristenan lahir di Timur Tengah. Jerusalem and Middle East Church Associated (JMEA) menyebutkan ajaran Kekristenan menyebar dengan cepat dari Yerusalem ke segala penjuru. Di selatan ke Mesir dan Afrika Utara, timur ke Suriah, utara ke Asia Kecil, dan barat ke Siprus, Yunani, Italia dan Eropa Selatan.

Pusat-pusat Gereja awalnya adalah Alexandria (Mesir), Antiokhia (Yunani), dan Roma (Italia). Pada abad keempat Masehi, ketiganya melebur di bawah Konstantinopel masa Imperium Roma. Para uskup (pemimpin Gereja setempat) dari kota-kota besar di wilayah Imperium Romawi kemudian disebut sebagai Patriark. Setiap Patriark kemudian memperluas pengaruhnya atas wilayah sekitarnya. Setelah itu, gereja-gereja terpecah meski penyebaran Kekristenan terus berlanjut.

Jumlah komunitas Kristen di Timur Tengah terus menurun. Menurut data Pew Research, populasi umat Kristen di Timur Tengah antara tahun 1900 sampai 2010 dari 1,6 juta tumbuh menjadi 7,5 juta. Namun, populasi non-Kristen di kawasan tersebut di saat yang bersamaan meningkat sepuluh kali lipat. Dalam beberapa dekade terakhir, banyak anak muda Kristen Timur Tengah yang memilih pergi dari negerinya sehingga menyisakan generasi tua di kampung halaman.

Hari Libur Nasional

Jika umumnya Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember, Kristen Koptik sebagai mayoritas umat Kristen di Mesir merayakan Natal tiap tanggal 7 Januari. Perbedaan ini berasal dari penanggalan yang dianut. Kristen Koptik memakai penanggalan Julian alias kalender Timur, sedangkan Kekristenan pada umumnya memakai penanggalan Gregorian yang merepresentasikan kalender Barat.

Suasana Natal di Mesir cukup meriah meski populasi umat Kristen hanya 10 persen dari total penduduk 99.413.317 pada 2018. Mona Fawzy (22 tahun), warga Kota Giza yang sedang menempuh pendidikan salah satu kampus negeri di Malang mengatakan kepada Tirto bahwa pernak pernik bertema Natal tersebar di berbagai tempat selama perayaan. Saluran televisi juga menyiarkan perayaan maupun ibadah Natal Kristen Koptik.

Pada Natal 7 Januari 2018, tampak Presiden Mesir Abdel Fattah al Sisi tengah mengunjungi Gereja Katedral di Kairo menyapa para jemaat, ditemani Paus Tawadros II selaku pemimpin tertinggi Koptik.

"Saya punya sekitar lima teman Koptik. Keluarga kami tinggal di rumah susun dan punya tetangga Kristen. Bahkan ada yang sangat dekat sekali dengan kakak dan ibu saya sudah menganggapnya seperti saudara sendiri," ujar Mona.

Sebenarnya, bukan hanya Kristen Koptik. Gereja Kristen Timur—termasuk Koptik—rerata merayakan Natal tiap tanggal 7 Januari. Tidak terkecuali di Yordania. 

Serene Qushair, ibu tiga anak dan seorang Kristen Yordania yang bersukacita merayakan Natal, mengisahkan bahwa sebenarnya Gereja Ortodoks di negaranya merayakan Natal berdasarkan kalender timur. Namun karena umat Kristen adalah minoritas di negara tersebut, maka gereja-gereja sepakat mengikuti perayaan Natal bersama tiap 25 Desember. Namun, perayaan Paskah tetap mengikuti hitungan timur.

Lazimnya keluarga Kristen, Qushair sekeluarga menyambut Natal 2016 lalu dengan menghias pohon Natal, menyiapkan makanan, bertukar hadiah, dan bertemu dengan sanak keluarga.

Qushari sebenarnya ingin datang langsung ke Bethlehem untuk menyaksikan perayaan Natal, namun terkendala beberapa hal

"Sulit untuk ke Betlehem hari-hari ini karena pendudukan (Israel). Jadi, nonton TV di rumah saja bisa sangat menyentuh," ujar Qushair kepada SBS.

Di Yordania, Natal 25 Desember masuk dalam hari libur nasional. Meski populasi umat Kristen Yordania hanya 2,2 persen dari total 10.458.413 jiwa pada 2018, tetapi banyak toko-toko yang ikut memeriahkan suasana Natal lewat dekorasi.

Kawan-kawan Muslim Qushair biasanya berkunjung ke rumahnya untuk ikut bersantap makan bersama. Sebaliknya, tradisi open house juga dilakukan saat acara perayaan keagamaan umat Islam.

Di Lebanon, Natal adalah ajang untuk berpesta merayakan suasana sukacita. Proporsi umat Kristen Lebanon cukup besar dibanding negara-negara Timur Tengah lainnya. Sebagaimana dicatat CIA World Factbook, CIA World Factbook pada 2018 adalah 6.100.075 jiwa; 36,2 persen diantaranya adalah pemeluk Kristen.

Hiasan pernak pernik bertema Natal muncul sejak minggu pertama bulan Desember dan tersebar dari ibukota Beirut hingga ke pedesaan. Semua orang dari berbagai latar ikut menikmati suasana.

Ada yang khas dari tradisi penyambutan Natal di Lebanon. Dua minggu sebelum Natal berlangsung, biji-bijian seperti kacang arab dan gandum ditanam di kapas basah. Saat Natal tiba, bijian tersebut akan tumbuh tinggi sekitar 15 sentimeter dan diolah jadi dekorasi creche, seperti yang dilaporkan The Arab Weekly.

Creche sendiri adalah Gua Natal, sebuah alat peraga yang menggambarkan suasana kelahiran Yesus di Bethlehem. Mona Zaytouni (80 tahun), warga Lebanon mengatakan jauh sebelum pohon Natal dan Sinterklas dari Barat populer, Gua Natal adalah satu-satunya pernak-pernik Natal yang ikonik di Lebanon.

Bagaimana dengan perayaan menyambut Natal di Suriah dan Irak yang dalam beberapa tahun terakhir dilanda konflik berdarah?

Tidak jauh berbeda dari negeri Timur Tengah lainnya, kemeriahan Natal di Irak disambut hangat oleh berbagai kalangan. Dilansir dari Yahoo News, pada 2016 lalu, misalnya, sejumlah orang Kristen mendatangi Mall Al Nakheel di Baghdad untuk menari bersama dan ditonton banyak orang. Weam Naou, seorang Kristen Irak yang menulis untuk situs Arab America menyebutkan mereka menarikan tarian tradisional Depka diiringi lagu-lagu berbahasa Aram.

Infografik Natal Di timur tengah

Sejak ditetapkan sebagai hari libur nasional pada 2008, Natal adalah momen liburan yang menyenangkan bagi kalangan lintas agama dan etnis. Tak jarang terlihat keluarga Muslim yang membeli pohon Natal dan hadiah untuk sekedar memeriahkan suasana.

Populasi umat Kristen Irak tidak banyak. Hanya satu persen dari total penduduk per 2018 adalah 40.194.216 jiwa.

Kemunculan kelompok ekstremis ISIS telah merusak kehidupan sosial minoritas Kristen di Irak. Rumah penduduk Kristen ditandai dengan huruf "Nun" (?) yang merujuk pada Nasrani. Mereka melakukan hal itu untuk melancarkan diskriminasi dan ancaman pembunuhan.

Begitu pula dengan minoritas Kristen di Suriah. Sejak Perang Sipil Suriah meletus pada 2011, minoritas Kristen Suriah turut menanggung penganiayaan dan penghancuran oleh faksi-faksi ekstremis yang bertikai. 

Dilansir dari Asia Times, milisi al-Nusra yang berafiliasi dengan Al-Qaeda menculik 13 biarawati di kota Kristen kuno Maaloula, serta melakukan persekusi dan pembunuhan pada Desember 2013. Biara-biara kuno dan simbol Kekristenan tak luput dari penghancuran. Begitu pula yang dilakukan ISIS ketika memerintah Kota Raqqa (2014-2017), orang-orang Kristen hanya diberi tiga pilihan: masuk Islam, bayar pajak (jizyah), atau dibunuh.

Meski Perang Sipil Suriah belum resmi berakhir, Desember 2017 lalu adalah untuk pertama kalinya umat Kristen Suriah dapat merayakan Natal dengan lebih tenang tanpa intimidasi atau serangan fisik. Gemerlap pohon Natal menghiasi kota-kota besar Suriah. Dari gedung Opera Damaskus, lagu-lagu Natal khas Suriah kembali berkumandang selama tiga hari.

Dalam rangka mengembalikan kepercayaan warga Kristen, pemerintah Suriah bahkan menunjuk seorang pengacara Kristen dari kota al-Hassake untuk menjadi pimpinan parlemen tahun 2017, posisi yang tak pernah dijabat orang Kristen sejak 1949.

Baca juga artikel terkait HARI RAYA NATAL 2018 atau tulisan menarik lainnya Tony Firman

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini