Home
/
News

Bandung, Kota dengan Persentase Suap Tertinggi

Bandung, Kota dengan Persentase Suap Tertinggi

Tri Joko Her Riadi25 November 2017
Bagikan :

Survei Transparency International Indonesia (TII) menempatkan Bandung sebagai kota dengan persentase suap tertinggi.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengakui masih ada kekurangan dalam manajemen perizinan, tapi meyakinkan sudah ada perbaikan signifikan dalam upaya memperbaiki indeks antikorupsi.

Dalam survei Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2017 yang dirilis Rabu 22 November 2017 lalu di Jakarta, TII menyebut persepsi suap di Kota Bandung mencapai 10,8 persen dari total biaya produksi. Makassar diketahui sebagai kota dengan persepsi suap terendah, yakni 1,8 persen dari total biaya produksi.

Ada 12 kota di Indonesia yang disurvei oleh TII. Bandung dipilih sebagai representasi Jawa Barat. Ke-12 kota tersebut adalah Bandung, Jakarta Utara, Pontianak, Pekanbaru, Balikpapan, Banjarmasin, Padang, Manado, Suarabaya, Semarang, Makassar, dan Medan. Survei yang dikerjakan sepanjang Juli hingga Agustus 2017 tersebut melibatkan 1.200 pelaku usaha sebagai responden.

Untuk IPK, Jakarta Utara ditetapkan sebagai kota paling bersih dengan IPK tertinggi, yakni 73,9, sementara Medan menjadi kota paling korup dengan IPK 37,4. Rata-rata IPK ke-12 kota adalah 60,8.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengakui masih adanya kekurangan Pemkot dalam mengelola perizinan. Namun menurut dia, seluruh kota di Indonesia juga memiliki kekurangan masing-masing. Ia justru mengajak warga melihat hasil survei dalam kacamata positif.

Ditemui di kantor Dinas Perpustakaan dan Pengarsipan Kota Bandung, Jumat 24 November 2017 siang, Ridwan menyodorkan sudut lain dari survei tahunan TII tersebut. IPK Kota Bandung menunjukkan peningkatan signifikan dalam dua tahun terakhir.

"Jangan ejek Kota Bandung. Lihat ranking IPK 2015, bandingkan dengan ranking 2017. Ada kemajuan pemberantasan korupsi, sementara ada kota yang turun," tuturnya.

Pada 2017, capaian IPK Kota Bandung adalah 57,9. Angka ini naik sekitar 20 poin dari capaian tahun 2015. Diyakini Ridwan, kecenderungan kenaikan IPK ini akan terus terjadi sehingga suatu saat nanti IPK Kota Bandung bakal bisa mengejar kota-kota lain dengan IPK tinggi.

Menurut Ridwan, kenaikan siginifikan IPK ini tidak lepas dari berbagai inovasi yang dilakukan Pemkot dalam dua tahun terakhir. Ia menyebut di antaranya adalah penerapan perizinan daring dan e-budgeting.

"Medan, Semarang, Surabaya, Banjarmasin (IPK) turun. Kalau dari perspektif itu, Bandung mengalami kemajuan dalam pemberantasan korupsi. Tapi masalahnya (kemajuan ini) belum selesai," katanya.

Pihak ketiga

Plt. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bandung Evi Saleha menduga, persepsi suap masih tinggi karena tidak sedikit pelaku usaha yang menempuh proses perizinan lewat pihak ketiga atau semacam calo. Asumsi ini ia peroleh dari pengalaman memimpin dinas yang tersandung kasus suap pada awal tahun 2017 tersebut.

"Saya menemukan beberapa izin yang tidak ada di basis data DPMPTSP, tapi naskahnya beredar. Bahkan ada yang tanda tangan saya dipalsukan," kata Evi, yang tengah berdinas di luar negeri, lewat layanan pesan pendek.

Meski menuding peran calo, Evi juga tidak menutup kemungkinan keterlibatan pegawai Pemkot Bandung. Ia meminta warga untuk berani dan proaktif melaporkan pegawai-pegawai yang melakukan pelanggaran tersebut.

"Kalau ada temuan pelaku dari pihak birokrasi, kami akan sangat senang memperoleh informasinya. Kami akan menindaklanjutinya sesuai ketentuan. Orang yang masih melakukan penyimpangan bisa dikenakan sanksi," ujarnya.

Evi menjelaskan, pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada warga agar mengajukan permohonan izin melakui mekanisme yang sesuai aturan. Menurut dia, sistem layanan daring mestinya membuat warga makin mudah mengakses layanan karena tidak perlu repot-repot datang ke kantor DPMPTSP.

Dijanjikan Evi, pihaknya bakal mengusut tuntas potensi-potensi suap yang masih saja ditemui dan dikeluhkan pelaku usaha ini. Survei tahunan TII bakal dijadikan bahan evaluasi untuk memperbaiki layanan, mulai dari prosedur standar operasi (SOP) hingga sistem.***

populerRelated Article