icon-category Lifestyle

Benarkah Stres Sebabkan Rambut Beruban?

  • 31 Aug 2016 WIB
Bagikan :
alt-img

Rambut putih atau uban biasanya tumbuh secara alami pada orang tua. Akan tetapi, stres kerap dikambinghitamkan ketika uban tumbuh pada individu yang masih tergolong muda. Benarkah?

Salah satu bagian kepala yang bertanggung jawab terhadap warna rambut ialah folikel. Pada orang muda yang sehat, folikel tidak akan akan menemukan kesulitan untuk menghasilkan beragam pigmen rambut bernama melanocyte mulai dari warna hitam, pirang, cokelat hingga merah. Melanocyte yang kuat dapat menangkis berbagai proses merusak yang bernama stres oksidatif atau kerusakan oksidatif dalam sel.

Akan tetapi, kondisi prima ini hanya bersifat sementara. Memasuki usia 20-30 tahun, folikel akan mulai menunjukkan penurunan. Gen-gen yang semula dapat melawan stres oksidatif mulai goyah yang kemudian memungkinkan oksidasi dan produk oksidasi mendapatkan 'tempat'. Akumulasi dari senyawa oksidatif seperti hidrogen peroksida yang terakumulasi di folikel akan membuat melanocyte melemah, kemudian mati. Kondisi ini membuat folikel memproduksi rambut tanpa warna yang dikenal sebagai uban.

Terkait kaitan produksi uban dan stres. konsultan dermatologis Miri Seiberg ikut angkat bicara. Wanita yang telah menghabiskan 20 tahun lebih meneliti rambut dan kulit ini mengatakan bahwa stress lebih mungkin menyebabkan kerontokan dibandingkan rambut beruban.

"Stress lebih mungkin menyebabkan rambut rontok dan meningkatkan jumlah rambut yang lepas dibandingkan menyebabkan uban," terang Seiberg seperti dilansir Mental Floss.

(baca: Riset: 70 Persen Rambut Orang Indonesia Bermasalah)

Selain usia, Seiberg mengungkapkan bahwa rambut beruban bisa disebabkan oleh faktor lingkungan dan kebiasaan. Perokok, misalnya, memiliki kemungkinan untuk beruban permanen empat kali lebih besar dibandingkan dengan non perokok. Selain itu, Seiberg juga mengatakan malnutrisi atau paparan polusi udara dalam jangka panjang juga dapat menyebabkan rambut beruban.

Meski stres tidak berkaitan dengan uban, Seiberg mengatakan ada pengecualian pada sedikit kasus yang melibatkan stres emosional ekstrim. Meski stres oksidatif dan stres emosional tidak sama, tetapi keduanya saling terhubung. Stres emosional yang terlalu besar atau kronis diketahui dapat meningkatkan stres oksidatif.

"Ada beberapa penelitian yang memuat korelasi antara stres emosional ekstrim dengan peningkatkan stres oksidatif pada sel," lanut Seiberg.

Selain itu, jika menelisik sejarah, beberapa narapidana seperti Thomas More pada 1535 dan Marie Antoinette pada 1793 juga dikisahkan mengalami masa di mana rambut mereka seketika memutih dalam satu malam. Perubahan ini terjadi pada malam sebelum mereka dieksekusi mati.

Seiberg mengatakan jika kisah tersebut nyata, maka kedua narapidana tersebut mungkin menderita penyakit bernama diffuse alopecia areata yang hanya menyerang 1 persen dari populasi manusia. Penyakit ini dapat menyebabkan rontok dalam hitungan jam pada orang berambut gelap, dan rambut memutih dalam semalam pada orang yang memiliki rambut abu-abu dan putih.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini