Bertualang Ke Tibet Atapnya Dunia
Uzone.id—Tibet berkabut misteri. Ada orang-orang berkulit kuning dan relief alam yang ekstrem. Tibet awalnya merupakan kerajaan merdeka sampai ditaklukkan Tiongkok sekitar 1950-an. Saat ini, lokasi Tibet berbatasan langsung dengan Nepal, Bhutan, India, serta Provinsi Xinjiang, Qinghai, dan Sichuan di Tiongkok.
Masih terjadi sengketa seputar status Tibet dengan Pemerintah Tiongkok. Pemerintah Tiongkok menyebut wilayah barat dan tengah Tibet sebagai Tibet Autonomous Region (setingkat provinsi) dengan Ibu Kota Lhasa. Sedangkan wilayah timurnya sebagian besar sudah masuk sebagai bagian Provinsi Sichuan dan Qinghai, Tiongkok.Dari berbagai sumber yang dikumpulkan Uzone.id, termasuk dari laman lonelyplanet, Perjalanan ke Tibet bukanlah pelesir, tapi perjalanan spiritual. Ajaran Buddha begitu melekat dalam keseharian penduduk Tibet. Tak ubahnya masyarakat Bali pada agama Hindu. Dalai Lama adalah gelar untuk pemimpin tertinggi Tibet. Namun, Dalai Lama ke-14 yang saat ini menjabat, Tenzin Gyatso, meletakkan peran politiknya demi menghindari pertumpahan darah dengan Tiongkok. Saat ini, Dalai Lama ke-14 hanya memangku jabatan pemimpin tertinggi agama Buddha. Keputusan tersebut membuat Dalai Lama ke-14 dianugerahi Nobel Perdamaian tahun 1989.
Dataran tinggi Tibet terkenal sebagai atap dunia. Karena ketinggiannya yang rata-rata mencapai 4.500 meter di atas permukaan laut. Tibetan Plateau (plato/dataran tinggi Tibet) merupakan yang terluas di dunia, yaitu 2,5 juta km2. Setara dengan empat kali luas Negara Perancis. Kondisi geografis Dataran Tinggi Tibet didominasi stepa gersang, barisan pegunungan, dan danau air payau. Iklim di dataran tinggi Tibet selalu ekstrem, mengingat lokasinya yang begitu tinggi. Cuaca rata-rata -4 derajat Celsius, bahkan bisa turun mencapai -40 derajat di musim dingin. Curah hujannya rendah, itu pun hujan es. Embun-embun membeku.
Ketinggian ekstrem ini menyebabkan kadar oksigen begitu tipis. Hal ini membahayakan, bahkan mematikan untuk kinerja otak dan pernafasan orang normal. Namun berdasarkan sebuah penelitian dari Amerika Serikat, penduduk Tibet diketahui memiliki gen khusus yang menyebabkan sedikitnya kadar hemoglobin dalam darah. Karena itu, mereka bisa hidup nyaman dengan sedikit oksigen. Yang lebih mencengangkan lagi, gen ini tidak ditemukan pada penduduk dataran tinggi lain seperti di Pegunungan Andes, Amerika Selatan atau Dataran Tinggi Eritrea di Ethiopia, Afrika.