Bisnis Belanja Online Menanjak di 2018 tapi Bukan Tanpa Persoalan
Belanja online jadi salah satu aktivitas sekaligus tren yang tak bisa dipungkiri mewarnai sepanjang tahun 2018 ini. Akhir tahun ini misalnya saja menjadi momen yang manis bagi para pelaku belanja online. Bagi konsumen, belanja online bisa menjadi solusi dari efisiensi waktu dan pengeluaran biaya. Sementara, untuk pengusaha marketplace hadirnya festival belanja online terbesar harbolnas hingga momen natal dan tahun baru tentu jadi potensi lebih untuk mengeruk pundi-pundi keuntungan.
Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengatakan e-commerce bisa mendapatkan keuntungan berkali-kali lipat dibandingkan hari normal saat Harbolnas yang diselenggarakan pada 11-12 Desember 2018 lalu."Loncatannya sampai beberapa kali lipat, tiap marketplace berbeda," katanya ketika dihubungi kumparan, Senin (31/12).
Menurutnya, Harbolnas memberikan dampak yang paling besar bagi pelaku marketplace. "Pas Harbolnas naik paling tinggi, lalu setelah itu masih relatif tinggi setelah 7-10 hari habis itu turun sekitar 20 persen," imbuh dia.
Bertepatan dengan akhir tahun, kata dia, penjualan marketplace masih cukup terbantu dengan adanya momen natal dan tahun baru. Adapun sektor yang paling laris manis adalah transportasi, kuliner hingga hiburan. "Momen tahun baru biasanya kan banyak orang jalan-jalan dan kumpul-kumpul," ujarnya.
Jika ditarik waktu sepanjang tahun 2018 ini, tren belanja online polanya memang terbilang sama. Belanja online kian diburu ketika ada momen besar seperti adanya festival belanja hingga perayaan hari besar seperti imlek, Ramadan, atau Natal.
Berdasarkan data yang dihimpun kumparanBisnis, geliat belanja online ditopang pula dengan berbagai kemajuan teknologi dan inovasi yang ada. Misalnya saja terbaru, belanja di toko online bisa menggunakan Go-Pay.
Beberapa merchant toko online yang sudah menerima pembayaran via Go-Pay, misalnya saja Adidas, The Body Shop, Sociolla, Hijup, Cotton Ink, Rollover, By Lizzy Parra, Sayurbox, Loket.com, Tiketux, Naked Press, Eyelovin, Panorama Tours, Coda Shop dan E-mas.
Cara bayar belanja dengan Go-Pay di toko online mitra cukup mudah. Pelanggan hanya perlu membuka situs toko online, pilih produk yang diinginkan, lalu check-out dan pilih opsi pembayaran dengan Go-Pay.
Kemudian pengguna tinggal membuka aplikasi Go-Jek di smartphone dan pilih fitur Quick Response Code (QR code). Setelah itu, pengguna hanya perlu memindai kode QR yang ada di situs toko online, kemudian akan muncul detail mengenai pembayaran di aplikasi Go-Jek.
Di sisi lain, memikatnya potensi pasar belanja online juga dilirik oleh pelaku usaha jasa seperti JNE yang menyiapkan infrastuktur IT mumpuni hingga perluasan gudang serta memberikan berbagai penawaran menarik seperti bebas ongkos kirim.
Pihak lain yang juga kecipratan untung berkembangnya belanja online sepanjang tahun ini yaitu penyedia kartu kredit. Pasalnya, kartu kredit menjadi salah satu alat pembayaran yang paling banyak digunakan dalam transaksi di situs belanja online.
Untuk memberi kemudahan nasabah dalam transaksi menggunakan kartu kredit, lima e-commerce misalnya bekerja sama dengan Citibank selaku salah satu penerbit kartu kredit di Indonesia. Selain bukalapak.com dan blibli.com, tiga e-commerce lainnya adalah tokopedia.com, lazada.com, dan shopee.com.
Persoalan Terkait Belanja Online
Satu di antara persoalan yang mendominasi soal belanja online yaitu keluhan dari konsumen dan kurangnya pengawasan terkait pelanggaran. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengungkapkan keluhan yang banyak diterima pihaknya banyak yang berkaitan dengan kekecewaan terhadap penjual di belanja online. Seperti, diskon-diskon di toko online yang ternyata mengecoh.
"Lazimnya pemberian diskon dilakukan dengan cara menaikkan harga terlebih dahulu, lalu diberikan diskon atau potongan harga. Jika hal ini yang terjadi maka layak disebut diskon palsu, alias diskon abal-abal," timpalnya.
Tulus juga mengatakan hal lain yang sering kali jadi soal saat belanja online adalah aksi tipu-tipu kualitas. Singkatnya, apa yang ditampilkan di platform jualan online tak sesuai saat sudah sampai di tangan konsumen.
Padahal, praktik tersebut jelas-jelas sudah melanggar UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu memberikan diskon dengan menaikkan harga terlebih dahulu, adalah tindakan kriminal dan bisa dipidana.
"Praktik yang lain, diskon diberikan tetapi untuk barang yang sudah old fashion, khususnya untuk produk sandang. Bahkan yang lebih ekstrim diskon diberikan karena barang tersebut ada cacat tersembunyi, misalnya sobek, kancingnya sudah lepas, dan lain-lain. Bahkan pada batas tertentu diskon diberikan kepada produk makanan atau minuman yang sudah mendekati kadaluwarsa," terang dia.
Terkait itu, maka Tulus mengingatkan agar konsumen perlu hati-hati dan cermat ketika memutuskan berbelanja online. Caranya, konsumen mesti kritis dalam menyikapi barang-barang diskon dan tak gampang tergiur. Apalagi, pada toko online yang tak kredibel. Ia juga mendesak adanya upaya pemerintah dalam menindak tegas pelaku kecurangan belanja online.
"Seharusnya pemerintah, khususnya Kemendag dan atau Dinas Perdagangan, rutin melakukan market control untuk checking harga. Apalagi dalam momen hari raya, atau tutup tahun. Dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku usaha atau retailer yang nakal dan melanggar aturan," ucapnya.
Masalah soal belanja online sebetulnya tak hanya sampai di situ. Pasalnya, hingga kini kendala pengumpulan data e-commerce sebagai pelaku mayoritas belanja online juga masih belum rampung dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistika (BPS). Padahal, data itu bisa jadi landasan penting bagi pihak berwenang melakukan pengawasan belanja online serta menjadi peta jalan e-commerce di Indonesia.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan data-data e-commerce merupakan hal baru sehingga pihaknya membutuhkan waktu yang lebih panjang.
“Yang untuk e-commerce kita masih butuh waktu, ya. Agak susah karena memang ini sesuatu yang baru. Tapi kita harapkan pelan-pelan lah ya,” ungkap Suhariyanto di Swiss-Bell Hotel, Jakarta, Senin (26/11).
Menurutnya salah satu yang menjadi kendala dalam mengumpulkan data e-commerce adalah mengajak partisipasi dari para pelaku. Meski sudah ada beberapa pelaku yang memberikan datanya namun Suhariyanto menilai hal tersebut belum cukup.
“Sebenarnya teman-teman pelaku e-commerce sudah banyak yang memberikan data. Tapi yang masuk meski pelaku utama tapi menurut kita masih kurang lah ya. Jadi nampaknya saya masih perlu duduk lagi dengan teman-teman pelaku,” ujarnya.
Sejauh ini, Suhariyanto melaporkan beberapa data yang masuk merupakan potongan-potongan besar. Meski demikian pihaknya masih berusaha untuk mendapatkan data detail mengenai pergerakan e-commerce.
“Kalau sekarang paling kita dapat patern-patern besarnya aja, misal, komoditas yang paling banyak dibeli lewat online adalah yang berkaitan dengan fashion, alat kecantikan, alat elektronik, tiket, pemesanan hotel dan sebagainya,” kata dia.