icon-category Technology

Bisnis Menggiurkan Aplikasi Bigo, Nonolive, dan 17

  • 15 Jan 2017 WIB
Bagikan :

Sejak pertengahan tahun 2016 kemarin, masyarakat Indonesia kehadiran beberapa aplikasi layanan video siaran langsung (live streaming) seolah membanjiri tanah air dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini bisa terlihat dari kemunculan Bigo Live, yang kemudian diikuti oleh Nonolive, Kitty Live, hingga aplikasi asal Taiwan yang hadir di Indonesia setelah diakuisisi oleh Paktor, yaitu 17.

Aplikasi-aplikasi tersebut mendadak menjadi begitu populer meski sebenarnya hadir dengan konsep bisnis yang relatif serupa. Lewat semua aplikasi tersebut, kamu bisa melihat siaran langsung dari para wanita cantik, dan memberi kompensasi (gift) kepada para penyiar yang kamu suka.

Sayangnya, beberapa wanita di aplikasi tersebut justru menggunakan jalan pintas untuk bisa mendapatkan banyak gift, yaitu dengan cara melakukan hal-hal yang menjurus ke arah pornografi. Hal ini pun berakibat pada pemblokiran yang dilakukan oleh Kemenkominfo terhadap beberapa DNS milik aplikasi Bigo Live beberapa bulan yang lalu.

Bagaimana sebenarnya bisnis di balik aplikasi-aplikasi tersebut? Dan di tengah banyaknya komentar negatif yang beredar, mengapa masih banyak orang yang setia menggunakan aplikasi tersebut, baik sebagai penyiar maupun sebagai pemberi gift?

Demi menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya pun menemui beberapa penyiar, pemberi gift, serta para penyedia aplikasi, untuk menanyakan pendapat mereka.

Dua jenis pendapatan yang bisa diterima penyiar

Tampilan aplikasi Bigo Live

Tampilan aplikasi Bigo Live

Sejak tahun 2014 silam, situs-situs seperti CliponYu dan Zeemi sebenarnya juga telah mencoba untuk mempopulerkan bisnis video siaran langsung di tanah air. Sayangnya, saat itu mereka gagal untuk mendapat banyak penggemar setia, hingga Zeemi akhirnya memutuskan untuk menutup layanan pada tahun 2016 kemarin.

Berbeda dengan para pendahulunya, Bigo Live dan aplikasi lain yang serupa langsung hadir dengan aplikasi mobile yang lebih mudah digunakan. Mereka pun muncul saat koneksi internet di tanah air telah jauh lebih baik dibandingkan dengan dua tahun yang lalu. Hal ini pun mendorong pertumbuhan mereka menjadi begitu pesat.

Para penyiar yang bergabung dengan aplikasi-aplikasi tersebut sebenarnya mempunyai dua jenis pendapatan. Pertama, mereka bisa mendapatkan gaji, yang besarnya berkisar antara Rp2 juta hingga Rp3 juta setiap bulannya. Untuk mendapatkan gaji tersebut, mereka harus terlebih dahulu menjadi penyiar resmi (official), dan melakukan siaran selama lima puluh hingga enam puluh jam setiap bulan.

Demi menjaga agar para penyiar tersebut melakukan siaran secara rutin, beberapa aplikasi biasanya membatasi untuk hanya melakukan siaran selama tiga jam dalam sehari. Jika mereka melakukan siaran lebih dari tiga jam, maka kelebihan waktu tersebut tidak akan dimasukkan ke dalam perhitungan waktu siaran bulanan mereka.

Sumber pendapatan kedua bagi para penyiar adalah dari gift yang diberikan oleh para pengguna. Rata-rata penyedia aplikasi akan memberikan pembagian hasil sebesar tiga puluh persen, dari total pendapatan gift yang diterima penyiar. Dari gift inilah para penyiar terkenal bisa mendapatkan pendapatan puluhan hingga ratusan juta rupiah setiap bulannya.

Para penyedia aplikasi siaran langsung pun terus melakukan perubahan terhadap skema pendapatan ini. Ada beberapa aplikasi yang kini telah berhenti memberikan gaji, namun menjanjikan pembagian pendapatan gift yang lebih besar. Kebanyakan dari aplikasi tersebut pun memberlakukan kontrak eksklusif, yang artinya seorang penyiar tidak boleh aktif di dua atau tiga aplikasi yang berbeda.

Nominal pendapatan yang menggiurkan

Aplikasi Siaran Langsung Penyiar Jennifer | Foto

Jennifer Aoki, pesulap cantik yang juga merupakan penyiar layanan live streaming

Untuk mengetahui mengapa seorang penyiar akhirnya mau bergabung dengan sebuah aplikasi siaran langsung, saya pun menemui Jennifer Aiko. Ia adalah seorang pesulap wanita yang mengaku telah sekitar tujuh bulan berkecimpung di bisnis aplikasi video siaran langsung ini, dengan beberapa aplikasi berbeda.

Jennifer mengaku kalau ia memutuskan untuk bergabung setelah dihubungi oleh perwakilan dari sebuah aplikasi. Awalnya ia tidak percaya kalau ia bisa mendapat pendapatan yang dijanjikan. Ia bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana ia bisa melakukan siaran langsung selama puluhan jam, meski kemudian ia pun tetap mencobanya.

Setelah mencoba, ternyata saya justru suka. Di hari pertama saja saya sampai melakukan siaran hingga lima jam. Interaksi dengan pengguna membuat aktivitas siaran menjadi lebih asyik.

Saat ini, Jennifer telah bisa mengumpulkan uang puluhan juta setiap bulannya dari hasil mendapat gift dari para pengguna. Penghasilan tersebut bisa ia dapatkan hanya dengan memperlihatkan aktivitasnya sehari-hari, mulai dari menyetir mobil, jalan-jalan, hingga ketika berolahraga di gym.

Para penyiar yang bergabung dengan aplikasi siaran langsung sebenarnya berasal dari profesi yang beragam, mulai dari model, pramugari, sales promotion girl (SPG), hingga usher di berbagai event. Beberapa dari mereka akhirnya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan utama mereka setelah mendapat banyak uang berkat menjadi penyiar di aplikasi siaran langsung. Fenomena ini nampaknya serupa dengan banyak pegawai kantoran yang memutuskan untuk beralih profesi menjadi pengemudi GO-JEK, Grab, dan Uber.

Terkait hal tersebut, Jennifer justru mengatakan kalau ia masih tetap ingin menjalankan profesinya sebagai pesulap. “Saya sangat mencintai dunia sulap, itulah mengapa saya ingin menjadi pesulap hingga mati,” ujarnya.

Tidak mendapat penentangan dari keluarga

Aplikasi Live Streaming Penyiar Ingrid | Foto

Ingrid Dominica, seorang mahasiswi yang juga merupakan penyiar di layanan live streaming

Berbeda dengan Jennifer yang sejak awal memang memanfaatkan aplikasi siaran langsung untuk menambah pendapatan, seorang mahasiswi bernama Ingrid Dominica justru mulai menggunakan aplikasi siaran langsung untuk bersosialisasi dengan orang lain. Sejak setahun yang lalu, mahasiswi yang tengah mengenyam pendidikan di Taiwan ini telah memanfaatkan aplikasi tersebut untuk melatih kemampuannya berbahasa Jepang dan Inggris dengan para native speaker.

“Kemudian saya mendapat tawaran dari aplikasi yang mengiming-imingi monetisasi. Meski awalnya tidak percaya, saya tetap mencobanya. Toh kalau tidak mendapat gaji, saya tetap bisa menggunakannya untuk bersosialisasi seperti biasa,” ujar Ingrid.

Setiap kali melakukan siaran, Ingrid mengaku kalau ia bisa mendapat ratusan penonton. Angka itu bahkan bisa mencapai ribuan bila siarannya direkomendasikan oleh aplikasi tempat ia bernaung saat ini.

Ingrid menyatakan kalau selain karena besarnya pendapatan yang diterima, ia juga suka menjadi penyiar di aplikasi siaran langsung karena waktu siaran yang fleksibel, sehingga tidak mengganggu jadwal kuliahnya. Hal ini ia rasa lebih baik daripada ia harus bekerja part time dengan waktu yang ditentukan secara ketat.

Terkait opini negatif dari banyak orang seputar aplikasi siaran langsung ini, Ingrid mengaku kalau orang tuanya justru tidak terlalu ambil pusing dengan hal tersebut. “Mereka justru senang karena sekarang mereka bisa melihat aktivitas saya secara langsung lewat aplikasi ini,” jelas Ingrid.

Jennifer pun mengakui kalau ada beberapa penyiar di aplikasi-aplikasi siaran langsung yang melakukan hal-hal negatif. Tapi menurutnya, hal itu kembali kepada pribadi penyiar tersebut masing-masing. Ia sendiri yakin kalau aplikasi tempatnya bernaung mempunyai fitur monitoring yang baik, sehingga tidak akan meloloskan konten-konten pornografi seperti itu.

Ingrid menambahkan kalau ia pribadi berharap bisnis video siaran langsung ini akan menjadi semakin mainstream, dan mendorong lebih banyak penyiar untuk bergabung. Dan di antara para pemain yang ada, menurutnya yang akan menjadi pemenang adalah yang mempunyai fitur paling lengkap, termasuk fitur untuk memonitor konten negatif.

Pengguna yang kesepian dan butuh teman

Aplikasi 17 | Screenshot

Tampilan aplikasi 17

Para penyiar yang mayoritas merupakan wanita-wanita cantik tersebut kemungkinan besar tidak akan lama bertahan apabila mereka tidak mendapatkan pendapatan yang besar. Karena itu, peran orang-orang yang ikhlas memberikan gift kepada mereka pun menjadi sangat penting.

Seorang pengguna yang sering memberi gift, atau biasa disebut spender, mengatakan kepada saya kalau ia dan para spender lain kebanyakan merupakan para pekerja yang sibuk, dan sering jenuh dengan pekerjaan. Mereka tak punya banyak waktu untuk mencari hiburan dan berkenalan dengan orang lain.

“Itulah mengapa kami tertarik dengan aplikasi yang interaktif seperti ini. Kami pun rela memberikan sejumlah uang demi menjalin kedekatan dengan para penyiar, mulai dari Rp50 ribu hingga jutaan rupiah dalam sehari,” ujar salah satu spender yang enggan disebut namanya.

Hal ini pun diamini oleh Jennifer. Menurutnya, para spender biasanya memberikan uang karena mereka memang terhibur dengan para penyiar.

Kami biasanya bisa mendapatkan gift dari spender dengan cara mengajak mereka mengobrol dan bercanda, serta membuat tantangan yang akan kami lakukan apabila mereka bersedia untuk memberi sejumlah uang.

Selain berinteraksi di dunia maya, tak sedikit para penyiar yang kemudian mengizinkan para spender untuk bertemu mereka secara langsung. Bagaimana menurut kamu, apakah layanan live streaming seperti ini berpotensi untuk “berumur panjang”?

(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto; Sumber gambar: Social Media Today)

The post Menyingkap Bisnis di Balik Aplikasi Live Streaming Seperti Bigo, Nonolive, dan 17 appeared first on Tech in Asia Indonesia.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini