Bukan Juventus, Obsesi Pep Guardiola Masih Manchester City
-
Beberapa jam sebelum kemenangan 3-1 atas Wolves dalam pertandingan lanjutan Premier League, Sabtu (9/2/2019) kemarin, ruang ganti Manchester City diuji habis-habisan. Penyebabnya: muncul rumor Pep Guardiola bakal hengkang ke Turin untuk melatih Juventus.
Klaim ini muncul dari Luigi Guelpa, seorang jurnalis asal Italia yang bekerja untuk media Il Giornale. Kabar itu lantas banyak ditelan mentah-mentah karena entah kebetulan atau tidak, Luigi merupakan sosok pertama yang membongkar kepindahan sensasional Ronaldo ke Juventus awal musim kemarin.
“Saya mendapat kabar Guardiola telah mencapai kesepakatan verbal dengan Juventus untuk empat tahun ke depan. Yang memberi tahu saya adalah orang yang sama dengan pembisik kabar kepindahan Ronaldo ke Juventus,” ungkapnya seperti dilansir Calciomercato.
Namun, tidak sampai 24 jam sejak kabar itu berhembus, Pep Guardiola membantahnya dengan lantang. Pada konferensi pers usai kemenangan City atas Wolves, pria berpaspor Spanyol itu menunjukkan ketidaknyamanannya atas rumor yang beredar.
“Saya tidak paham kenapa orang mengatakan saya akan ke Juventus. Jangan tanyakan itu ke saya, agen saya, Juventus atau Massimiliano Allegri [pelatih Juventus]. Saya juga mohon maaf pada Allegri,” ungkapnya kepada SkySports.
Guardiola juga menegaskan kepindahan ke Juventus dalam waktu dekat adalah sebuah kemustahilan. Saat ini, hubungannya dengan Manchester City harmonis dan dia bakal berkomitmen sampai kontrak berakhir.
“Saya masih punya kontrak dua tahun di sini dan akan pindah? Tidak mungkin. Kecuali jika mereka [City] memecat saya. Kemudian, saya akan pulang ke rumah. Tapi kalau Manchester City membutuhkan, saya akan bertahan untuk dua tahun lagi dan bahkan semoga berlanjut. Saya tidak akan pergi ke Juventus dalam dua tahun ke depan,” imbuhnya.
Dengan asumsi Guardiola berkata jujur, bisa dipastikan rumor kepindahannya ke Turin dalam waktu dekat sekadar isapan jempol. Pasalnya, dalam kondisi performa mengkilap seperti sekarang, mustahil Manchester City mendepak Guardiola sebelum kontraknya habis.
Guardiola: FFP Bukan Soal
Salah satu faktor yang disebut-sebut membuka kans Guardiola meninggalkan Manchester City adalah ancaman sanksi dari UEFA. Klub asal kota Manchester itu diduga melanggar aturan Financial Fair Play (FFP) karena memanipulasi pendapatan dengan sponsor.
Tak cuma itu, surat kabar asal Jerman, Der Spiegel lewat serial laporan Football Leaks juga menuding adanya pelanggaran City saat perekrutan Jadon Sancho.
Jika investigasi UEFA dan FA bisa membuktikan City bersalah, maka bukan tidak mungkin klub menerima sanksi berat. Entah itu pelarangan aktivitas bursa transfer, atau larangan berpartisipasi di kompetisi Eropa. Sanksi ini memunculkan isu Guardiola ketar-ketir dengan masa depannya.
Namun, lagi-lagi kabar kekhawatiran Guardiola sekadar isapan jempol. Seperti diwartakan The Evening Standard, orang dekat Guardiola menyebut si pelatih masih menikmati periodenya berada di kursi kepelatihan Manchester City.
Dalam pernyataan setelah dibukanya investigasi terhadap pelanggaran FFP Manchester City, Guardiola juga mengindikasikan situasi serupa.
“Saya tahu pasti apa yang dilakukan para pemain dua musim terakhir dan lebih dari itu, semua tersimpan di perasaan saya. Jika kami [terbukti] melakukan kesalahan, tentu ada hukuman, tapi kami yakin pencapaian kami [di atas lapangan] sejauh ini adalah hal yang hebat,” kata Guardiola.
Apapun hasil investigasi UEFA, Guardiola menegaskan dirinya dalam posisi bahagia menjalani pekerjaannya. Dia juga yakin City sama sekali tidak melanggar regulasi yang ada.
“Sudah saya bilang sejak musim lalu, saya percaya dengan apa yang dilakukan klub karena saya tahu mereka, tapi semoga masalah ini bisa tuntas secepatnya agar suasana segera berganti,” imbuh eks pelatih Barcelona itu, seperti diwartakan The Times.
Belum Butuh Tantangan Baru
Seperti kata Guardiola, apa yang dilakukan Manchester City dalam dua musim terakhir bukan hal sembarangan. Di bawah tangan dingin sang pelatih, City menjelma jadi tim yang tidak saja bertabur bintang dan tangguh, namun juga punya gaya bermain enak ditonton.
Simon Curtis dalam artikelnya di ESPN bahkan menyebut revolusi yang dilakukan Guardiola terhadap City sudah melampaui standar Liga Inggris.
“Era City di Premier League telah menghadirkan banyak variasi taktik dari pelatih yang datang dan pergi. Tapi, tidak ada yang lebih berpengaruh dan mengesankan selain di bawah asuhan Guardiola,” imbuhnya.
Guardiola mengelaborasikan jadi satu gaya bermain yang dia pelajari selama di Barcelona dan pengalamannya memimpin Bayern. Contoh nyatanya bisa dilihat dari rekor gol dengan 52 passing tanpa henti yang dicatatkan Manchester City saat melawan West Brom musim lalu. Gol itu bahkan melibatkan sentuhan kaki seluruh 11 pemain City tanpa sekali pun diintervensi lawan.
City juga semakin konsisten menancapkan dominasinya. Kemudian, hasilnya bisa ditebak. Pelan tapi pasti, mereka mulai merajai tanah Inggris. The Cityzens menjuarai satu per satu kompetisi domestik.
Saat artikel ini dirilis, City bahkan masih memuncaki klasemen liga dan telah mengunci gelar Carabao Cup.
Namun, itu semua rupanya belum membikin Guardiola puas. Dia punya satu ambisi agung yang hingga kini belum tercapai: mengawinkan gelar Premier League dan Liga Champions di musim yang sama.
Ambisi ini secara tidak sengaja pernah diungkap Guardiola pada November 2018 lalu.
“Untuk orang yang tidak menyukai kami, mengatai kami menang hanya dengan uang, kami jelas akan dianggap gagal jika tidak memenangkan Liga Champions [sekaligus Liga Inggris],” katanya.
Atas mimpi itu, bisa dimaklumi kenapa Guardiola lebih memilih setia dengan City, terlepas dari prospek menjanjikan yang bisa ditawarkan Juventus. Lari ke Italia berarti menyerah dan Guardiola, si keras kepala itu, bukan orang yang mudah dipaksa tunduk oleh takdir.
Baca juga artikel terkait LIGA INGGRIS atau tulisan menarik lainnya Herdanang Ahmad Fauzan