Camila Cabello, Havana dan Para Imigran Bermental Baja
-
Tak banyak orang yang bisa melupakan Havana. Ernest Hemingway pada 1939 pergi ke Kuba, dan tinggal di San Francisco de Paula, sepuluh kilometer dari Havana. Ia tinggal di sana hingga 1960, dianggap sebagai masa hidup Hemingway paling menyenangkan. Penduduk Havana memanggil Hemingway Papa. Restoran klasik Floridita di jantung Havana punya menu spesial bernama Papa Doble. Saat ia terpaksa meninggalkan Kuba, itu adalah titik kejatuhan mental Hemingway dan berakhir dengan tragis: menembak kepalanya sendiri.
Lima puluh satu tahun setelah Hemingway pergi dari Kuba, Yasmin Alibhai-Brown pergi ke Havana. Menapaktilasi serta mencari alasan kenapa kota ini amat dicintai oleh Hemingway, penulis favoritnya sepanjang masa. Ketika akhirnya kakinya terjejak di Havana, Brown jadi paham kenapa Hemingway, juga jutaan orang lain, merasa terikat dan dengan senang hati meninggalkan separuh hatinya untuk Havana, untuk Kuba. Ada ritme kehidupan berbeda di Havana. Seperti kota yang terperangkap oleh mesin waktu, tapi tetap menjalani kehidupan dengan penuh seluruh.
"Kota ini penuh dengan musik bergelora, menguarkan semangat dunia bawah tanah yang berisi kesia-siaan, Chevrolet tua yang masih terawat, para pria dengan kumis subur, dan sebagainya," tulis Brown.
Maka pada 2018, tepat setengah abad plus satu windu setelah Hemingway pergi meninggalkan Havana dengan tak rela, saya bisa paham kenapa Camila Cabello menulis lagu tentang Havana dan diberi judul sama. Abaikan bait tentang pria dan kisah kasmaran picisan di bagian tengah lagu, saya yakin bahwa bait awal "Havana" adalah apa yang benar-benar dirasakan oleh Camila, bahkan meski ia tak lama tinggal di sana.
Camilla lahir di Cojimar, timur Havana, pada 3 Maret 1997. Setahun sebelumnya, Amerika Serikat meneken Pakta Helms-Burton, yang memperpanjang embargo Paman Sam terhadap Kuba. Di usia hampir tujuh tahun, Camila diboyong keluarganya untuk pindah ke Miami, Florida. Ayah Camila adalah orang Meksiko. Ibunya seorang Cuban sejati.
"Rasanya pasti menakutkan bagi ibuku untuk meninggalkan jalanan Havana, di mana para tetangga adalah kawan kami, tempat kami berkumpul setiap liburan untuk memakan daging babi dengan nasi dan kacang merah buatan nenekku, berat untuk tidak bisa mendengar malecon dan degup jantung Havana," kata Camila pada Pop Sugar.
Sang ayah harus kembali ke Meksiko terlebih dulu, sementara Camila dan ibunya tinggal berdua. Mereka berupaya bertahan hidup. Pendidikan Camila jadi prioritas. Sang ibu adalah arsitek, tapi ketika sampai di AS, ia bahkan tak tahu apa itu Autocad dan kemudian bekerja sebagai pegawai supermarket. Ketika sang ayah datang ke AS karena tak tahan tinggal berjauhan, ia memulai kerja sebagai pencuci mobil.
Masa berat itu menempa Camila. Ia menjadi perempuan dengan daya hidup kuat dan keinginan yang keras --karakter yang ia sebut lahir karena mentalitas sebagai imigran yang harus bekerja lebih keras dan lebih tangguh agar bisa bertahan hidup.
"Kami tak kenal takut, kami punya mimpi yang lebih besar ketimbang ketakutan kami. Kami lompat. Lari. Renang. Memindah gunung. Kami kerjakan apa yang diperlukan," katanya.
Tahun 2012 ia ikut audisi The X-Factor, dan ajang pencarian bakat itu memang mengubah hidupnya. Setelah dieliminasi, ia dipanggil untuk bergabung dengan empat orang perempuan lain dan membentuk kelompok biduanita Fifth Harmony. Mereka menandatangani kontrak dengan Syco Records --label milik Simon Cowell-- dan Epic Records dan memulai hidup sebagai musisi profesional. Camila merekam dua album, menjalani enam tur, dan lagu-lagunya distreaming satu miliar kali bersama Fifth Harmony sebelum akhirnya memutuskan berpisah jalan pada Desember 2016.
"Aku hanya penasaran dan ingin belajar hal baru. Kemudian aku melihat orang-orang di sekelilingku bisa membuat musik, menulis lagi dan menjadi amat bebas. Aku ingin seperti itu, ternyata tidak bisa," jawabnya ketika ditanya tentang alasannya keluar dari grup yang membesarkan namanya itu.
Personel lain dan manajemen berupaya membalas perasaan penasaran itu dengan sesuatu yang bikin geleng kepala. Dalam sebuah penampilan di MTV Video Music Award, Fifth Harmony menampilkan satu orang pemeran pengganti, dan sebelum mereka bernyanyi, pemeran figuran yang dianggap representasi Camila, terdepak dari panggung.
Ketika video itu muncul, Camila sedang menontonnya bersama sang ibu. "Video itu jelas melukai perasaanku," ujarnya. "Aku tak siap, terutama karena saat itu aku sudah melupakan perseteruanku dengan mereka. Aku jadi merasa, ini mereka ngapain sih? Kenapa?"
Tapi semangat imigran Camila menolak untuk tunduk. Ia tetap menjalani karier sebagai penyanyi solo dan berusaha tak menengok ke belakang. Ia berduet dengan beberapa musisi seperti DJ Cashmere Cat, Pitbull, juga Major Lazer, Travis Scott, dan Quavo. Lagu solo pertamanya adalah "Crying in the Club". Bukan lagu yang benar-benar bagus. Tipikal lagu dance-popyang cocok diputar di pesta musim panas.
Awalnya lagu ini direncanakan sebagai lagu pemanasan untuk album perdananya yang akan berjudul The Hurting. The Healing. The Loving. Kesuksesannya tampak akan berjalan di koridor moderat, hingga akhirnya single "Havana" dirilis.
Ketika tuts piano pertama ditekan, lagu ini sudah bisa membawa kita ke jalanan Havana yang penuh "musik bergelora, menguarkan semangat dunia bawah tanah yang berisi kesia-siaan, Chevrolet tua yang masih terawat, para pria dengan kumis subur." Tak ada pupur kemewahan maupun teknologi yang berlebihan di lagu ini. Dari semua itu, pemain terompet berhasil meniupkan jiwa jalanan Havana.
Lagu itu yang kemudian mendorong penulisan lagu-lagu baru Camila. Pada 12 Januari 2018, album Camila dirilis. Judul itu menggantikan judul sebelumnya untuk menghindari kesan drama yang berlebihan. Pilihan yang bijak.
Ada 11 lagu di album ini, termasuk "Havana". Lagu "Crying in the Club" tak dimasukkan karena dianggap sebagai lagu yang gagal di pasaran. Tapi banyak lagu menarik. Beberapa menguarkan pengaruh Latin di sana-sini. Yang kemudian jadi tidak disangka, Camila menampilkan sisi gelapnya, yang tak tampak di "Havana".
Coba simak "Consequences", yang secara kasat mata tampak sebagai lagu patah hati biasa. Namun bisa juga melahirkan interpretasi terhadap cinta Camila pada, misalkan, Fifth Harmony, yang kandas dengan menyakitkan. Fifth Harmony, bagaimanapun juga, adalah keluarga awal Camila di belantara industri musik. Aroma ribut-ribut antar kawan juga ia tulis di "Real Friends", yang kali ini secara gamblang berkisah tentang kekecewaan terhadap perkawanan.
"I'm just lookin' for some real friends, all they ever do is let me down," tulis Camila.
Ditambah dengan kegetiran di "Something's Gotta Give" maupun "In the Dark", Camila memberi tahu bahwa ia bukan sekadar gadis awal 20-an yang bersiap untuk pesta, bersenang-senang, ataupun patah hati. Sebutan old soul mungkin tepat untuknya. Narasi hidupnya tidak melulu berupa patah hati maupun remeh temeh, tapi juga pengkhianatan, kekecewaan, maupun kota yang ia tinggalkan dengan berat hati.
Latar belakang itu yang kemudian menempa cara Camila dalam menulis lirik. Tom Poleman, Direktur Penyiaran di iHeart Media, menyebut Camila punya keunggulan dalam penulisan lirik, dan itu yang kelak bisa membedakannya dengan penyanyi pop seangkatannya.
"Semua akan selalu bermuara pada: apakah lagumu itu bisa menyampaikan sesuatu, dan aku tahu Camila menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan soal itu," katanya.
Masuk ke dunia kejam bernama industri musik, membuat Camila sadar: hidupnya tak akan bertambah mudah. Ia akan menghadapi jadwal lebih padat. Media yang menyukai drama. Kawan yang menusuk dari belakang. Atau para pembenci yang tak punya kontrol terhadap mulut dan jempolnya sendiri. Tapi Camila adalah gadis yang tumbuh besar oleh semangat baja imigran, dan ia tak akan tersuruk. Tidak sekarang.
Maka rasanya kita bisa memberi pemakluman, saat Camila pulang kampung ke Miami, bertemu dengan guru lamanya di sekolah dan ditanya apa rencananya ke depan, tur, dan sebagainya, ia menjawab:
"Saat ini aku hanya ingin menjadi anak-anak.
Baca juga artikel terkait IMIGRAN atau tulisan menarik lainnya Nuran Wibisono