Cardano dan Masalah Kredit Perbankan di Afrika
Foto ilustrasi (Unsplash)
Uzone.id - Dalam beberapa waktu terakhir ini revolusi industri bank di Indonesia telah terjadi. Tengok saja Jenius dari BTPN, TMRW dari UOB, ONe Wallet dari OCBC NISP. Beberapa bank sudah mulai bermain di digital wallet.Secara tidak langsung digital wallet milik bank-bank tersebut bakal berkompetisi dengan tech startup macam OVO, GoPay, atau Shopee Pay. Tapi saya tidak akan membahas hal tersebut.
Mari kita tengok benua Afrika. Ternyata ada banyak potensi bisnis bagi Bank 4.0. Namun sebelumnya kita harus paham dulu konsep DeFi.
Memahami DeFi (Decentralized Finacing)
Gampangnya begini. Bayangkan di masa depan semua orang di seluruh dunia tidak memiliki akun bank. Konsep bank itu sudah menjadi tradisional. Setiap orang nanti akan punya bank sendiri-sendiri yang langsung terkoneksi ke internet.
Sistemnya sangat secure. Hampir tidak bisa di-hack, karena berbasis jaringan blockchain, transfer rate-nya sangat cepat. Saat itu keuangan dunia tak dikontrol lembaga semacam The Fed atau Bank Indonesia.
Baca juga: Mengenal YFI, Kripto Pertama yang Tembus Rp1 Miliar
Bayangkan manusia tidak membutuhkan lagi jasa perbankan sebagai lembaga penyimpan uang, karena uang pun tidak lagi dicetak dalam bentuk fisik.
Di situlah awal mula konsep Bitcoin ditawarkan ke market. Tapi itu adalah fase pertama inovasi blockchain generasi pertama. Ternyata posisi Bitcoin dengan market cap terbesar adalah sebagai emas digital yang tidak scalable.
Baca juga: Indodax: Penurunan Bitcoin Tak Perlu Dikhawatirkan
Inovasi berikutnya datang dari Ethereum yang menawarkan system smart-contract. Inovasi generasi kedua blockchain ini hadir lebih sempurna dari bitcoin. Plus kita bisa menyimpan data terenkripsi di smart-contract milik Ethereum tersebut. Masalahnya sama. Ethereum bagi beberapa pengambang dirasa masih tidak scalable.
Kini hadir sistem yang berusaha menjawab permasalahan yang lain. Generasi ketiga inovasi blockchain hadir dalam crypto coin bernama Cardano dan IOTA (IOTA bakal kita bahas lain waktu).
Cardano yang muncul di 2017 memberikan solusi terhadap tiga permasalahan yang ada di Bitcoin maupun Ethereum.
Scalability – issue scalability pada Bitcoin dan Ethereum itu terjadi pada: transaction/second, network bandwith, dan data storage. Masalah ini diselesaikan dengan teknologi Cardano bernama Ouroboros yang hadir dengan konsep proof of stake.
Interoperability – saat ini jika semua orang di dunia melakukan transaksi dengan ratusan koin yang berbeda muncul masalah operation mulai dari biaya transfer antar blockchain, hingga network stuck.
Nah, Cardano hadir secara pintar. Dia bisa memahamia berbagai altcoin yang ada di seluruh dunia, Bitcoin dan Ethereum tidak. Plus Bank di seluruh dunia jadi bisa melakukan KYC karena Cardano mengijinkan user untuk menempatkan informasi (atau tidak) saat melakukan transfer uang. Tentunya ini akan membuka peluang baru bagi pertumbuhan Cardano.
Sustainability – masalah terbesar inovasi crypto adalah penyandang dananya. Ethereum bisa sebesar ini karena backup capital dari publik dan adopsi platformnya yang meluas.
Cardano pun punya sistem tersendiri untuk membayar operasionalnya. Berawal dengan ICO (Initial Coin Offering- semacam penawaran saham publik), Cardano sekarang memotong biaya transfer untuk membiayai riset dan pengemembangan sistem mereka. Jangan khawatir jumlahnya kecil banget 0,0000xxx. Hal ini membuat Cardano independen dan tidak tergantung oleh raksasa kapital.
Cardano, Unbank People dan Afrika
Saat ini di seluruh dunia terdapat 1.7 Miliar orang yang melakukan transaksi financial namun mereka tidak memiliki akun di bank. Biasanya mereka disebut unbank people.
Sebuah riset mengatakan jumlah transaksi yang dilakukan oleh mereka adalah USD10 Triliun. Dan ini adalah jumlah yang sangat banyak.
Nah, salah satu benua dimana manusianya kebanyakan unbank people adalah Afrika. Di dunia crypto ini menjadi semacam low hanging fruit, dimana para kontestan teknologi DeFi berusaha memenangkan hati konsumen. Cardano adalah salah satunya.
Target Cardano sangat simple. Dari 1.7 Miliar orang, setidaknya satu miliarnya sudah terkoneksi dengan internet dan smartphone.
Dan tahukah Anda, 80 persen populasi dari penduduk Afrika berumur di bawah 30 tahun saat ini? Ini akan membuat adopsi teknologi sangat mudah dilakukan.
Inilah yang membuat banyak investor dunia menargetkan Afrika sebagai the next big market untuk fintech. Jika Anda pernah mendengar Jumia Tech (Tokopedia-nya Afrika) bahkan mereka sudah melakukan listing di NYSE. Apalagi dunia crypto. Marilah kita lihat berapa sebenarnya GDP Afrika.
Afrika adalah benua dengan pertumbuhan GDP kedua terbesar di dunia, dengan pertumbuhan masyarakat kelas menengah yang hampir sama dengan Asia tenggara.
Pertumbuhan GDP dan pertumbuhan masyarakat kelas menengah adalah dua hal yang merupakan sebuah keniscayaan bisnis fintech dapat berkembang di sana.
Saya pribadi pun menaruh beberapa investasi di Afrika terkait hal ini. Dua sektor yang paling potensial adalah lending dan insurance.
Masalahnya sama seperti Indonesia, Afrika adalah benua yang para pejabatnya banyak melakukan korupsi. Jika ada proyek, mereka akan dengan senang hati menciptakan kondisi untuk memperkaya grup dan keluarga. Belum lagi masalah fraud.
Jika korupsi dan masalah sogok menyogok pemerintah angkanya 28 persen, maka angkanya bakal lebih besar lagi dengan menyentuh persentase 51 persen.
Jadi untuk menyelesaikan masalah sistem pembayaran di Afrika, kita harus menyelesaikan masalah moralnya dulu.
Di sini peran teknologi yang mampu menawarakn pendokumentasian dan transaparansi sistem bakal bekerja. Kuncinya adalah digital ID.
Digital ID adalah kunci dalam melakukan bisnis digital lending. Kebanyakan bank di Afrika saat ini belum memiliki sistem untuk menyentuh ranah trust ini. Kredit menjadi tidak dapat disalurkan jika Bank tidak mempercayai siapa yang meminjam uang mereka bukan? Alhasil ekonomi pun menjadi seret.
Berdasar data Oxford Economics, Afrika memiliki lack of financial identity. Ada sebanyak 376 Juta penduduk Afrika yang belum tercatat di database financial perbankan.
Selain itu 36 persen populasi dari warga dewasa pun belum terjamah credit perbankan dengan potensi dana kredit sebesar USD400 Miliar. Jika masalah tersebut terselesaikan secara otomatis Afrika menglami penambahan GDP sebesar USD250 Miliar.
Cardano menawarkan sebuah solusi decentralized yang disebut Atala Prism (atalaprism.io) yang sudah tersedia di Android dan iOS. Dengan ini issue masalah trust oleh bank dapat teratasi.
Tahun 2030 nanti jika project Cardano dengan Atala Prism-nya berhasil, maka Afrika akan berpotensi menghasilkan USD12 Miliar hanya dari Cardano saja.
Apakah kenyataanya bisa terjadi? Mari kita tunggu realisasi project Cardano di Afrika.
*) Fajar Widi - Marketing Technologist. Berpengalaman 10 tahun di berbagai industri. Blockchain & Crypto Enthusiast.