icon-category Lifestyle

Cinta Tidak Seharusnya Menyakiti

  • 01 Sep 2018 WIB
Bagikan :

“Setiap kali Dina berkumpul bersama Doni dan teman-temannya, Doni selalu mengatainya gendut dan tidak cantik. Seringkali Doni pun menggoda perempuan lain di depan Dina. Selama ini, Dina hanya diam saja dan berusaha menganggap itu adalah candaan. Meskipun, sesampainya di kamar, Dina selalu menangis karena sedih dan cemas bahwa Doni akan meninggalkannya.” 

Sikap tidak menghargai dan merendahkan itu menyakiti pasangan. Ini bukanlah candaan sepele.

“Fina dan Fito baru berpacaran beberapa minggu. Namun Fito mulai bersikap seolah Fina adalah properti pribadinya. Fito mengeluh setiap kali Fina berkumpul dengan sahabatnya, bahkan ia pun tidak segan memarahi jika melihat Fina mengobrol dengan teman laki-lakinya. Fina harus makan siang dengannya, langsung pulang dengannya selepas kuliah, dan menghabiskan waktu akhir pekan dengannya. Fina ketakutan akan kehilangan Fito jika tidak menurutinya, maka ia mulai menjauhkan diri dari teman-teman, bahkan keluarganya.” 

Posesif bukanlah bentuk cinta. Ini adalah tanda bahaya. 

Apakah Anda familiar dengan cerita-cerita di atas? Mengingatkan pada masa lalu Anda? Apakah justru sedang dialami, entah oleh Anda atau orang-orang terdekat pada saat ini? 

Disakiti seperti kedua cerita di atas, bukanlah manifestasi yang tepat atas nama cinta. Ini merupakan tanda bahaya, karena sudah tergolong kekerasan. Ya, mungkin Anda berpikir selama tidak dipukul atau memperoleh kekerasan dalam bentuk fisik lainnya, hubungan Anda masih baik-baik saja. 

Sayangnya, itu adalah pemikiran yang keliru! Salah besar! Kekerasan dalam hubungan romantis dapat muncul dalam berbagai bentuk, bukan hanya pada fisik semata. 

Berikut adalah bentuk-bentuk dari kekerasan di dalam hubungan romantis: 

Bentuk dari kekerasan verbal, seperti: dihina, diberikan nama julukan yang tidak membuat kita merasa nyaman, dipermalukan di depan banyak orang, diteriaki, dan lain-lain. 

Bentuk dari kekerasan emosional atau psikologis, seperti: dijauhkan dari teman-teman dan keluarga, diancam, diintimidasi, pelaku mengendarai mobil secara ugal-ugalan ketika bersama kita, barang-barang milik kita dihancurkan, dan lain-lain. 

Bentuk dari kekerasan seksual, seperti: dipaksa/dimanipulasi melakukan aktivitas seksual (mulai dari ciuman hingga terjadi penetrasi), dipaksa/dimanipulasi untuk membuat foto tanpa pakaian atau melakukan sex melalui video call, dan lain-lain. 

Bentuk dari kekerasan ekonomi, seperti: dipaksa/dimanipulasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dipaksa/dimanipulasi untuk membelikan benda-benda sesuai keinginannya, dan lain-lain. 

Bentuk dari kekerasan fisik, seperti: ditampar, dipukul, dijambak, digigit, dicakar, didorong, diseret, ditendang, dilempar benda-benda keras/berbahaya, dan lain-lain. 

Akan tetapi, jika Anda melihat pola kemarahan yang tidak terkontrol, kecemburuan berlebih atau sikap posesif, dipaksa untuk melakukan aktivitas seksual, atau adanya kekerasan fisik, meskipun cuma sekali, ini adalah tanda hubungan yang tidak sehat. Sudah waktunya bagi Anda untuk mencari pertolongan. 

Pertolongan yang dapat Anda lakukan tentunya adalah mencari dukungan dari orang-orang terdekat, seperti teman-teman dan keluarga. Semakin Anda menjauhi mereka, maka akan semakin lama Anda berada di dalam hubungan yang tidak sehat tersebut. 

Jika dukungan dari mereka belum dirasa cukup, atau Anda merasa kurang dipahami, maka Anda dapat mencari bantuan dari professional, seperti psikolog. Banyak yang merasa khawatir bahwa datang ke psikolog dengan membawa masalah hubungan romantis adalah hal yang konyol.

Padahal isu hubungan romantis adalah salah satu aspek kehidupan yang paling penting karena menjadi kebutuhan mendasar manusia dan dapat memberi dampak yang signifikan (mempengaruhi kesehatan fisik dan mental seseorang). 

Jika perilaku pasangan sudah semakin mengancam keselamatan atau merusak reputasi Anda, maka jangan segan untuk melaporkan ke pihak yang berwenang. 

Hanya saja, Anda perlu ketahui bahwa kekerasan dalam pacaran belum dilindungi oleh hukum di Indonesia, berbeda jika Anda sudah berada dalam hubungan pernikahan (UU KDRT- Kekerasan Dalam Rumah Tangga No 23 Tahun 2004). Artinya, kekerasan yang Anda alami dalam hubungan pacaran hanya akan ditindak melalui pasal pidana, seperti contoh: Tindak Penghinaan atau Penganiayaan. 

Ingatlah bahwa Anda memiliki hak untuk diperlakukan dengan hormat dan lembut oleh pasangan. Memiliki hubungan romantis yang sehat dan membahagiakan akan berdampak positif pada kesehatan fisik dan mental Anda. 

Sehingga adanya kemungkinan dilukai baik secara fisik maupun psikologis tidak dapat diterima dalam hubungan romantis. Karena cinta tidak seharusnya menyakiti. 

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini