Sponsored
Home
/
News

Devi Raissa, Memproduksi dan Menjual Sendiri Buku Karyanya

Devi Raissa, Memproduksi dan Menjual Sendiri Buku Karyanya
Preview
Rizki Adis Abeba12 June 2016
Bagikan :
Preview
| June 12, 2016 5:40 am

Ketika ingin membuat buku, seseorang pasti mencari penerbit yang mau menerbitkan bukunya secara massal.

Namun tidak bagi Devi Raissa (28). Ibarat musisi, ia memilih jalur independen atau indie.

Ia membuat cerita, memproduksi, dan menerbitkan sendiri buku anak-anak di bawah bendera Rabbit Hole.

“Sebenarnya ada beberapa penerbit yang meminta buku kami diterbitkan mereka. Tapi dengan keuntungan yang begitu besar untuk mereka, otomatis harga jualnya jauh lebih mahal. Itu bertentangan dengan konsep Rabbit Hole yang ingin menerbitkan buku anak berkualitas dengan harga terjangkau. Jadi kami putuskan buat sendiri, jual sendiri,” urai Devi saat kami temui di kantor Rabbit Hole di kawasan Bangka, Jakarta Selatan.

Dengan memproduksi dan menjual sendiri buku-bukunya, Devi bisa menekan harga jual dengan kisaran harga 24 ribu-165 ribu rupiah saja. Jauh lebih murah ketimbang buku-buku impor serupa yang bisa dijual hingga lebih dari 300 ribu rupiah di toko buku.

Lagi pula, dengan media Instagram @rabbitholeid yang telah memiliki lebih dari 17 ribu pengikut, buku-buku Rabbit Hole terjual rata-rata 1.500 eksemplar setiap bulan.

“Menurut teman yang kerja di penerbitan, jumlah ini hampir sama dengan jumlah penjualan buku di toko buku besar,” bilang Devi.

Di luar perhitungan bisnis, Devi memiliki misi sosial yang tidak bisa dicapai jika ia bekerja sama dengan penerbit besar. Dari 20 buku yang terjual, satu buku akan disumbangkan untuk rumah baca dan tempat-tempat yang membutuhkan.

“Buku kami tidak seperti buku-buku biasa. Proses pembuatannya di bagian finishing harus dikerjakan dengan tangan. Untuk itu kami mempekerjakan 20 orang untuk proses finishing. Kalau dimasukkan ke penerbit besar, kami menghilangkan lapangan pekerjaan untuk pekerja finishing. Daripada keuntungan masuk ke penerbit, lebih baik saya alihkan untuk pekerja,” imbuh psikolog lulusan Universitas Indonesia ini.

(riz/gur)

 
populerRelated Article