Ditjen Pajak Kejar Penetapan Status BUT Google
Direktorat Jenderal Pajak semakin gencar mengumpulkan bukti penetapan Google sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT). Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv, mengatakan pemerintah mengejar pendaftar akun domain Google.co.id yaitu Google Inc, perusahaan yang berpusat di Mountain View, Amerika Serikat. Google Inc -- kini menjadi Alphabet Inc-- tercatat sebagai organisasi pendaftar dalam Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI).
"Di PANDI registrant organization-nya adalah Google Inc. Paling Google Inc kita BUT-kan juga. Sekarang kami sudah mulai ada gambaran," kata Haniv kepada Tempo di kantornya, Kamis, 19 Januari 2017.
Menurut Haniv, setiap pembuat situs dengan domain Indonesia (.id) wajib mendaftarkan ke badan hukum PANDI. Dokumen PANDI menunjukkan situs Google.co.id terdaftar sejak 18 Desember 2014 dengan organisasi admin PT Google Indonesia, sedangkan pendaftar dan organisasi teknologi atas nama Google Inc.
Baca : Google Menunggak Pajak, Begini Cara India Menagihnya
Google mencantumkan kantor operasi admin di Menara BCA Grand Indonesia. Sementara, alamat tagihannya berpusat di Amerika Serikat.
Haniv mengatakan Google Inc seharusnya dapat menetapkan Google Indonesia sebagai BUT yang berkewajiban menyetorkan pajak atas transaksi bisnisnya di Indonesia dengan bukti itu. Alih-alih demikian, Google Inc justru menerapkan perencanaan pajak agresif untuk menghindari pajak tinggi di berbagai negara termasuk Indonesia.
"Pajaknya tak sebading. Kalau agresif begini namanya ilegal," kata dia.
Kepada Ditjen Pajak, Google mengaku bukan wajib pajak Indonesia lantaran tidak berbentuk usaha tetap (BUT). Sementara Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi menyebut, Google memenuhi kriteria BUT sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan. Yaitu, perusahaan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, tetapi menjalankan usaha di Indonesia.
Baca : Tarik Pajak Google, Ini Skenario Ditjen Pajak
BUT dapat berupa kantor perwakilan, cabang perusahaan, pabrik, dan bengkel. "Itu sudah jelas, saya akan lakukan sesuai Undang-Undang," kata Ken.
Haniv menegaskan bukti BUT lainnya adalah instalasi Base Transceiver Station (BTS) yang dimanfaatkan untuk aplikasi Goolge Adsense. "Ada mesin di sana-sini, tapi server inilah yang ada iklannya," kata Haniv.
Hari Kamis kemarin, perwakilan Google Indonesia memenuhi panggilan Ken untuk memverifikasi data transaksi bisnis yang mereka jalankan. Tiga perwakilan Google bungkam. Sementara Juru Bicara Google Indonesia, Jason Tedjasukmana tak berkomentar terkait pemeriksaan. "Saya di Korea pekan ini," kata dia.
Ditjen Pajak meminta pertanggungjawaban pajak Google selama lima tahun terakhir. Dari perbandingan data itulah, Ditjen Pajak dapat menetapkan tagihan pajak yang harus disetorkan Google. Setelah hasil pemeriksaan keluar, Google punya waktu sepekan untuk menyanggah.
Sebelumnya, Google tak mau membayar pajak karena merasa total tagihan hanya mencapai Rp 337,5-405 miliar. Ditjen Pajak menghitung, penghasilan Google pada 2015 mencapai Rp 6 triliun dengan penalti Rp 3 triliun.
PUTRI ADITYOWATI