Home
/
Lifestyle

Eksperimen-eksperimen Ganjil Membangkitkan Orang Mati

Eksperimen-eksperimen Ganjil Membangkitkan Orang Mati

-

Kolumnis: 01 March 2019
Bagikan :

Ini kisah yang terjadi pada 2019: seorang pendeta di Afrika Selatan bernama Alph Lukau mengklaim mampu menghidupkan orang mati!

Sebagaimana dilansir BBC, aksi pendeta yang tergabung dengan gereja Alleluia Ministries International di Johannesburg itu diketahui pertama kali dari video yang viral di media sosial. Dalam video tersebut, pendeta Lukau diperlihatkan tengah meletakkan kedua tangannya di atas tubuh seorang pria berpakaian serba putih yang terbaring di dalam sebuah peti mati. Beberapa kali pendeta Lukau menyebut kata “bangkit” sebagai bagian dari ritualnya.

Mengetahui video tersebut, berbagai federasi gereja di Afsel segera mengecam. Pihak Rhema Family Churches (RFC) dan International Federation of Christian Churches (IFCC), misalnya, menyebut perilaku pendeta Lukau sebagai penyalahgunaan kepercayaan jemaat secara gamblang. "Klaim oleh pendeta ini [Lukau] telah dibuktikan sebagai sebuah kebohongan oleh pihak rumah duka. Ini bukanlah ajaran Yesus Kristus yang kita khotbahkan," demikian tegas mereka dalam rilis resmi.

Tiga rumah duka terkait (Kingdom Blue, Kings & Queens Funeral Services dan Black Phoenix) kemudian melaporkan si pendeta beserta gerejanya ke polisi dengan tuduhan penipuan. Prince Mafu, advokat yang mewakili tiga rumah duka itu, menyatakan bahwa gereja dari pihak pendeta Lukau telah menghubungi semua rumah duka terkait secara terpisah. Mereka kemudian membeli peti mati dari satu rumah duka, memasang stiker dari rumah duka lainnya, dan menyewa mobil jenazah dari rumah duka berbeda. 


Kecaman juga dilayangkan pihak Komisi untuk Promosi dan Perlindungan Hak-hak Komunitas Budaya, Agama dan Linguistik (CRL Rights Commission). Mereka menganggap aksi itu direkayasa untagar mendatangkan uang dari orang-orang tak berdaya. Untuk itu, Komisi CRL akan menyelidiki insiden yang menuai kecaman publik itu dan segera memanggil pendeta Lukau untuk menyampaikan pernyataan di bawah sumpah.

Adapun sosok 'jenazah' di dalam peti mati itu diidentifikasi sebagai seorang pria bernama Brighton yang berasal dari Zimbabwe. Brighton, 29 tahun, diketahui bekerja di sebuah perusahaan kayu bernama Vincent Amoretti PTY LTD di Pretoria. Kali terakhir Brighton tampak berada di kantor diakui pihak Amoretti pada 19 Februari 2019 lalu. Saat itu, Brighton terlambat masuk kantor lantaran baru menghadiri pemakaman sepanjang akhir pekan, pada 16 dan 17 Februari.

Dalam acara radio lokal 702 'Azania Mosaka', seseorang bernama Vincent yang mengaku sebagai pemilik perusahaan Vincent Amoretti PTY LTD dan sekaligus atasan Brighton, menyebut bahwa ini bukan pertama kalinya Brighton terlibat dalam aksi pendeta Lukau. Konon, Brighton pernah membantu pendeta Lukau dengan berpura-pura menjadi seseorang lumpuh di kursi roda yang tiba-tiba bisa berdiri usai didoakan oleh pendeta Lukau. Kendati demikian, Vincent justru menganggap Brighton sebagai pria yang cerdas.

"Bisakah Anda bayangkan hidup yang dia jalani? Dia bekerja untuk saya, mati, dihidupkan lagi, dan sekarang dia ditangkap," ucapnya. Tentu saja menyindir.

Segenap Upaya Menghalangi Kematian

Secara esensial, apa yang dilakukan pendeta Lukau sejatinya tak berbeda jauh dengan para ilmuwan yang melakukan eksperimen mencegah kematian dan mengabadikan kehidupan.

Dalam pertemuan New York Academy of Science tahun 2013 yang dihadiri beberapa ilmuwan seperti Lance Becker dari University of Pennsylvania, Stephan Meyer dari Columbia University, serta Dr. Sam Parnia dari State University of New York, disebutkan bahwa kunci penyadaran kembali atau resusitasi pada orang yang baru saja meninggal dapat dilakukan melalui proses hipotermia atau pendinginan tubuh dan pengurangan suplai oksigen.

“Ketika jantung seseorang berhenti dan tidak lagi bernapas, mereka dapat dikatakan telah mati, terlepas dari bagaimana diagnosanya. Tidak ada yang bisa Anda lakukan untuk mengubahnya," kata Dr. Parnia. Hanya saja, hal tersebut bukan kematian total karena pada tingkat sel masih berlangsung proses menuju kematian. Kematian total baru terjadi setelah sel-sel otak tak lagi berfungsi hingga tak dapat mengirim sinyal bagi sel lain.  


Kendati demikian, hipotermia tentunya memiliki batasan, yakni ketika kerusakan memang sudah terlalu besar sehingga tak bisa dipulihkan. Selain itu, pihak medis juga wajib mengatur suplai oksigen menggunakan mesin khusus supaya tidak merusak jaringan otak. Hal ini menjadi keterbatasan bagi prosedur resusitasi. Itulah kenapa tak semua rumah sakit, termasuk di AS sekalipun, tidak menerapkan prosedur hipotermia. Selain rumit, risiko juga amat tinggi.

Pada 2015 lalu, sebuah perusahaan teknologi asal Austria, Humai, memperkirakan bahwa kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) mampu membangkitkan orang yang telah meninggal dengan cara mengaktifkan kembali ingatan si orang terkait. Gagasan ini sempat dilansir dalam laporan Popular Science berjudul "Humai Wants To Resurrect Humans Within 30 Years".

Dalam wawancaranya dengan PopSci CEO Humai Josh Bocanegra mengatakan perusahaannya “yakin bisa membangkitkan orang mati dalam 30 tahun ke depan”. Menurut Bocanegra, hal itu dapat diwujudkan dengan menggunakan teknologi kryonik (pembekuan lewat suhu yang amat rendah). Otak seseorang yang memuat “gaya bicara, pola perilaku, proses berpikir, dan informasi fungsi tubuh secara keseluruhan” nantinya akan diawetkan ke dalam keping silikon, sebelum kemudian siap dimasukkan ke dalam tubuh buatan.

Kyronik memang menjadi teknologi paling menarik dalam gagasan pencegahan kematian atau, katakanlah, sebagai upaya mencapai kehidupan abadi. Apa yang dilakukan pihak Humai dengan membekukan otak sejatinya merupakan salah satu fitur kyronik yang disebut neurocryopreservation, semacam proses pengangkatan dan pembekuan kepala seseorang yang telah meninggal. Proses pendinginan ini juga dapat digunakan untuk memastikan kelestarian masa depan spesies dengan membekukan sperma dan telur dari spesies yang terancam punah.


Infografik Menghidupkan Orang Mati
Preview



Jangan bayangkan bahwa proses pembekuan tubuh lewat kyronik mirip dengan menyimpan daging dalam kulkas. Ada sebuah proses yang disebut vitrifikasi, di mana lebih dari 60% air di dalam sel tubuh diganti dengan bahan kimia pelindung yang mencegah pembekuan dan pembentukan kristal es bahkan pada suhu kyronik (sekitar -124° C). Tujuannya demi memperlambat gerakan molekuler yang kemudian akan berada dalam keadaan statis sehingga mampu secara efektif melestarikan sel dan jaringan tanpa batas dalam keadaan aslinya.

Gagasan kyronik pertama kali ditemukan oleh Robert Ettinger—seorang ilmuwan dan veteran Amerika serikat kelahiran 4 Desember 1918—yang disebut-sebut sebagai "Bapak Kyronik". Pada 1962, Ettinger menerbitkan sebuah buku yang berjudul The Prospect of Immortality yang berisi tentang hipotesis bahwa kemajuan teknologi masa depan dapat digunakan untuk membangkitkan orang dari kematian. Pada 1970-an Cryonics Institute (CI) dan Immortalist Society (IS) berdiri. Ettinger menjabat presiden di dua lembaga itu hingga 2003.

Perempuan bernama Rhea Chaloff Ettinger (meninggal pada 23 September 1977) menjadi orang pertama yang dibekukan dengan metode kyronik. Diikuti oleh Eliane Ettinger pada 10 November 1987, lalu disusul oleh Mae Ettinger. Mereka bertiga adalah ibu, istri pertama, dan istri kedua Ettinger. Si penemu itu sendiri juga telah dibekukan sejak meninggal pada 23 Juli 2011. Hingga November 2016, tercatat sudah ada 143 pasien yang dibekukan di Cryonics Institute.

Mungkin nanti mereka semua akan benar-benar hidup kembali, lalu membentuk grup seperti The Avengers demi menyelamatkan bumi dari serangan mahluk asing. Menarik sekali. Apakah Anda tidak ingin ikut dibekukan?
Baca juga artikel terkait KEMATIAN atau tulisan menarik lainnya Eddward S Kennedy

populerRelated Article