Fatwa MUI, ‘Demam’ Cuan Bitcoin dan Dunia Menuju Metaverse
Foto: Unsplash
Uzone.id -- Saking uniknya Indonesia, kadang sampai bingung mau menjabarkannya dari mana. Ada kelompok masyarakat yang ‘kagetan’ dengan tren digital tertentu, kontras dengan lapisan masyarakat yang masih tertinggal dari sisi teknologi. Ujung-ujungnya, yang bingung mungkin pemerintahnya negeri ini. Yang sabar ya, pak, bu.Pengesahan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan mata uang kripto sebagai alat pembayaran atau transaksi menarik perhatian banyak orang, tentunya yang mengerti dunia trading, investasi, dan kehadiran cryptocurrency.
Mungkin ada yang menertawakan MUI, ada yang setuju, ada juga yang mengeluh, entah dalam hati saja atau curhat di media sosial. Tapi, pernah nggak, membayangkan jadi orang yang tidak update dengan perkembangan finansial seperti ini, tahu-tahu mendengar kabar ada “sesuatu” yang haram?
Antara bingung, takut, dan tak heran juga jika ada yang langsung judgmental.
“Hiii, itu ‘kan haram. Dosa tahu, nggak!” kira-kira begitu ilustrasi gampangnya.
Tahu juga enggak, ujug-ujug mencap barang A dengan haram hanya karena “tahu-tahu” aja.
“Harus edukasi soal haram-halalnya ini. Mau tidak mau, perkembangan teknologi dan sektor finansial itu akan terus ada dan bergerak maju,” ungkap investor dan trader Fajar Widi saat berbincang dengan Uzone.id, Jumat (12/11).
Baca juga: Kripto Dianggap Haram, Apa Kata Investor?
Ia melanjutkan, “coba kita lihat, banyak sekali hal yang berkembang dan menuju yang lebih canggih. Metaverse sudah dibicarakan dan dunia sedang bergerak ke arah sana, ada juga NFT. Kemajuan seperti ini tentu akan susah diterima jika masyarakatnya tidak siap. Ketika teknologi seperti Metaverse dan lain-lain betulan ada, bisa dibayangkan masyarakat yang tidak siap ini, sangat mungkin menganggap teknologi ini adalah sebuah penipuan dan lainnya.”
Tentu luar biasa, dari sebuah fatwa haram yang ditujukan untuk mata uang kripto, pengaruhnya justru bukan ke persoalan harga bitcoin dan kawan-kawan, namun bisa sampai ke hal yang lebih luas lagi, yakni perkembangan teknologi yang sejatinya memang selalu bergerak maju -- mata uang kripto menjadi bagian kecil di dalamnya.
Hal senada juga diutarakan salah satu pemain investasi kripto bernama Benny. Menurutnya, perkembangan teknologi seperti cryptocurrency tidak bisa dielakkan lagi karena kemajuan teknologi dan pola pikir manusia yang semakin berkembang.
"Cryptocurrency sudah gak bisa dibendung lagi. Dari seminar kripto yang pernah saya datangi, salah satu latar belakang munculnya cryptocurrency karena dunia sudah muak dengan aturan-aturan kapitalis mata uang sekarang. jadi mau tidak mau, sekarang bakal ke situ arahnya, antara akuisisi atau berdampingan di lapangan," ujarnya, secara terpisah.
Di luar itu semua, Fajar turut menyoroti hal lain yang tak kalah penting. Kali ini melihat dari realita yang terjadi di kalangan masyarakat yang melek dengan teknologi.
Menurut Fajar, secara umum masyarakat Indonesia masih rendah dari sisi literasi finansial. Hal ini, menurutnya, menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah dan pelaku terkait di sektor keuangan dan ekonomi.
“Berbicara soal kripto ini ‘kan soal finansial, ia bisa dipakai sebagai alat investasi dan trading, tapi kalau pemahaman soal finansial dan pengelolaannya rendah, yang ada cuma jadi generasi ikut-ikutan aja cuma karena lihat orang di Twitter cuannya besar,” sambung Fajar.
Baca juga: Tokocrypto Gandeng Robot Trading Aset Kripto
Dengan kata lain, terlepas ada fatwa haram bagi kripto sebagai mata uang, Fajar ingin menyalakan kembali semangat edukasi terkait literasi finansial di Indonesia karena kripto memang larisnya digunakan sebagai instrumen investasi.
“Orang harus paham soal uang investasi. Kripto itu investasi yang high-risk dan high-return. Jangan sampai gegabah investasi kripto pakai uang panas. Ini menurut saya jadi hal yang layak dicatat ya karena pamor kripto semakin meningkat,” tutupnya.
Sebagai catatan, ‘uang panas’ yang dimaksud Fajar adalah uang yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Sedangkan bagi orang yang memang berniat berinvestasi, dalam hal kripto yang memang tingkat risikonya tinggi, seharusnya orang menyiapkan ‘uang dingin’, alias uang yang jika melayang, maka tidak masalah dan tidak mengganggu siklus finansial si pemilik.
Pada dasarnya, dari fatwa MUI ini kita jadi semakin sadar mengenai aturan pemerintah yang sebenarnya tidak mengatur mata uang kripto sebagai alat pembayaran atau mata uang masyarakat sehari-hari. Hal ini ada di dalam UU Nomor 7 Tahun 2011 dan UU Nomor 17 Tahun 2015 dari Bank Indonesia.
Yang jelas, dari sisi agama pun sudah dianjurkan bahwa menggunakan kripto sebagai mata uang juga haram karena tidak memenuhi syarat syar’i. Semoga tercerahkan.