icon-category Sport

Financial Fair Play Dianggap Telah Membunuh Mimpi Klub-klub Kecil

  • 12 Oct 2018 WIB
Bagikan :

Financial Fair Play (FFP) adalah sebuah aturan yang dibuat oleh UEFA agar klub-klub sepak bola di Eropa tak lagi melakukan pengeluaran secara asal. Setiap musimnya, keuangan klub akan diaudit. Berapa pengeluaran mereka dan apakah pengeluaran itu sebanding dengan pemasukan. Jika hal itu sampai dilanggar, UEFA akan menjatuhkan sanksi, biasanya berupa larangan berlaga di kompetisi antarklub Eropa.

Sepintas, aturan yang diperkenalkan pada 2011 itu tampak sebagai aturan yang dibuat untuk melindungi persepakbolaan Eropa. Akan tetapi, tidak demikian menurut chairman Chelsea, Bruce Buck. Dalam pertemuan Leaders Sport Business di London, Buck mengatakan bahwa FFP telah membunuh mimpi banyak klub untuk menjadi juara.

Apa yang dikatakan Buck ini didasarkan pada pengalaman Chelsea sendiri serta Manchester City. Menyusul pengambilalihan dan investasi besar-besaran dari Roman Abramovich pada 2003, Chelsea berubah wujud menjadi klub raksasa yang bisa memenangi segalanya. Trofi Liga Champions pada 2012 adalah puncak dari keberhasilan rezim Abramovich tersebut.

City pun setali tiga uang. Semenjak berada di bawah kepemilikan Abu Dhabi United Group yang dipimpin Syekh Mansour, City bertransformasi jadi raksasa Premier League. Musim lalu, mereka berhasil menjadi juara dengan memecahkan berbagai rekor, mulai dari rekor poin, rekor gol, sampai rekor selisih poin dengan runner-up.

Prestasi Chelsea dan City yang melonjak drastis usai keberadaan para sugar daddy itulah yang disebut Buck sebagai mimpi klub-klub Inggris pada umumnya. Namun, keberadaan FFP yang pada dasarnya melarang investasi ala sugar daddy itu kemudian dianggap sebagai pembunuh mimpi tadi.

"Di Inggris, jika kamu mendukung sebuah klub dari Conference, adalah bahwa suatu hari nanti timmu bisa jadi juara Premier League. FFP sejauh ini punya plus dan minus. Salah satu minusnya adalah bahwa mimpi tadi kini sudah musnah," kata Buck seperti dikutip dari Reuters. "Apa yang dilakukan Chelsea pada 2003, apa yang diperbuat City lima tahun sesudahnya, dengan keberadaan FFP itu sudah tak mungkin lagi dilakukan."

Menurut Buck, keberadaan FFP saat ini telah menghambat perkembangan sepak bola itu sendiri. Dia mencontohkan apa yang terjadi di Major League Soccer, di mana semua klub didesain untuk berdiri sama tinggi, sebenarnya tidak baik untuk diaplikasikan dalam jangka waktu lama.

"Secara pribadi aku percaya bahwa demi perkembangan sepak bola itu sendiri, keberadaan klub-klub elite dan pemain-pemain hebat itu diperlukan. Aku tidak mau apabila klub-klub itu dihambat hanya karena supaya mereka bisa jadi klub-klub kebanyakan. Di Amerika Serikat, hal itu sudah terjadi selama 20 tahun, tetapi menurutku itu tidak semestinya dilakukan terus menerus," paparnya.

Terakhir, Buck mengatakan bahwa dengan situasi yang ada sekarang, klub-klub elite di Eropa masih akan jadi kekuatan dominan setidaknya sampai satu dekade mendatang. "Saat ini, klub-klub yang ada harus mencari tempat mereka di rantai makanan sepak bola, tetapi kita semua tidak boleh berasumsi bahwa ketidaksetaraan itu adalah hal buruk," tutup Buck.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini