icon-category News

Jangan Lupa, Gerhana Bulan Parsial Terjadi Malam Ini

  • 07 Aug 2017 WIB
Bagikan :

Tengoklah langit saat tengah malam nanti, Senin 7 Agustus 2017. Akan ada gerhana bulan parsial atau sebagian yang akan berlangsung hingga 8 Agustus 2017 dini hari. Saat ini bulan tengah purnama. Jika seharusnya bulan itu bersinar terang dan bulat sempurna, maka kini bulatannya perlahan akan meredup di salah satu pinggirnya.

Saat gerhana bulan parsial, bumi tidak seluruhnya menghalangi bulan dari sinar matahari, karena masih ada sebagian permukaan bulan yang lain berada di daerah penumbra. Hal inilah yang membuat bulan seakan tampak "tergigit". Dari seluruh wilayah di Indonesia, proses ketika gerhana bulan parsial 7-8 Agustus 2017 berlangsung bisa dilihat, baik dengan mata telanjang atau dengan alat bantu seperti binokular atau teleskop.

Berdasarkan rilis dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) ada beberapa poin penting pada peristiwa gerhana ini:

  • Fase gerhana bulan dimulai Senin 7 Agustus 2017 pukul 22.48 WIB
  • Fase gerhana bulan berakhir Selasa 8 Agustus 2017 pukul 3.52 WIB
  • Gerhana bulan parsial kali ini memiliki total durasi 5 jam 4,9 menit
  • Fase gerhana bulan parsial berlangsung selama 1 jam 56,6 menit, dari pukul 00.22 WIB hingga 2.18 WIB
  • Puncak gerhana bulan terjadi pada pukul 1.20 WIB.

Selisih perbedaan waktu

Gerhana bulan sebagian 7-8 Agustus 2017 ini merupakan anggota ke-61 dari 80 anggota pada seri Saros 119. Gerhana bulan sebelumnya yang berasosiasi dengan gerhana ini adalah gerhana bulan sebagian 28 Juli 1999. Adapun gerhana bulan yang akan datang, yang berasosiasi dengan gerhana bulan ini, adalah gerhana bulan sebagian pada 19 Agustus 2035.

Dalam penentuan fase-fase gerhana bulan sebagian 7-8 Agustus 2017 ini, nilai Delta T yang digunakan ialah 71,2 detik.

GERHANA matahari sebagian terlihat di atas masjid di Oxford, Inggris, Jumat (20/3/2015). Lintasan gerhana matahari di sepanjang Samudera Atlantik disaksikan ribuan penggemar astronomi di sejumlah pulau kecil, termasuk jutaan orang di Eropa, Afrika, dan As

Kepala Stasiun Geofisika BMKG Bandung Tony Agus Wijaya menjelaskan istilah-istilah itu. Menurut dia, secara sederhana Delta T adalah prediksi perbedaan waktu antara perhitungan gerhana dengan kemungkinan teramatinya. Dalam prediksi gerhana, digunakan waktu dengan anggapan bumi berotasi dengan konstan dan waktunya disebut terrestrial time. Sementara kita berada di bumi yang rotasinya tidak konstan dan waktunya dinyatakan dengan universal time.

"Karena itu, jika gerhana diprediksi mulai 22.48.00 WIB, dalam kenyataannya akan mulai teramati pukul 22.49.11,2 WIB. Jika Delta T-nya 71,2 detik. Dalam informasi gerhana kita, semua waktu sudah dikonversi ke WIB, sehingga waktu teramatinya akan sesuai dengan waktu yang diprediksikan," kata Tony, Minggu 6 Agustus 2017.

alt-img

Warna gerhana bulan

Peneliti Observatorium Bosscha Mochamad Irfan memberikan penjelasan tambahan. Menurut dia, sinar bulan yang terlihat dari bumi adalah cahaya matahari yang dipantulkan oleh bulan dan diterima oleh bumi, setelah dibiaskan saat melewati atmosfer bumi. Atmosfer bumi itu merupakan lapisan gas yang melingkupi bumi, dari ketinggian nol sampai ratusan kilometer dari atas permukaan bumi. Atmosfer bumi itu, kata dia, juga akan mempengaruhi penampakan bulan saat terjadi gerhana.

"Kita perlu mengamati gerhana bulan ini, utamanya karena kalau kita telaah lebih lanjut. Sebenarnya warna yang muncul di permukaan bulan saat gerhana itu mencerminkan kandungan atmosfer bumi kita. Kalau atmosfernya memiliki kerapatan yang padat, umumnya akan memberikan pola warna yang lebih gelap dibandingkan kalau atmosfernya sedang bersih," katanya.

GERHANA Bulan yang terlihat di atas langit Salt Lake City, Utah, AS, Senin (14/4/2014) waktu setempat. Gerhana bulan berlangsung lebih dari tiga jam itu ketika bulan mulai tertutupi bayangan bumi dan warnanya berubah menjadi oranye, merah atau cokelat.*

Menurut Irfan, hal tersebut menjadi menarik karena berbagai kejadian di muka bumi turut mempengaruhinya. Peristiwa letusan gunung atau kebakaran, akan membuat suhu pada atmosfer bumi bertambah tinggi. "Seperti kita tahu, kemarin itu di Indonesia ada Gunung Sinabung yang meletus. Ada kebakaran hutan juga, walau tidak semasif tahun-tahun sebelumnya. Belum lagi peristiwa lain di luar Indonesia," katanya.

Menurut dia, gerhana bulan parsial juga bisa berwarna kemerahan, meski tak seperti gerhana bulan total. "Antara gerhana yang satu dengan gerhana yang lainnya itu bisa berbeda. Bisa kemerah-merahan, bisa kekuning-kuningan. Ya, itu gerhana bulan parsial juga. Justru itu, di situlah menariknya. Warnanya ini nanti akan seperti apa, karena warna gerhana bulan parsial itu bisa memberi petunjuk komposisi atmosfer bumi," jelasnya.

Oleh karena itu, dia menganjurkan pengamatan gerhana dilakukan dengan menggunakan alat perekam. Observatorium Bosscha, kata dia, juga akan melakukan pengamatan. "Namun, saya belum tahu apakah pengamatan di Bosscha itu terbuka buat masyarakat umum atau tidak. Pakai alat perekam itu, seperti teleskop, maksudnya biar lebih jelas karena punya resolusi yang lebih besar daripada mata telanjang," katanya.***

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini