Harga Tiket Pesawat Tetap Mahal, Ikhlas dan Kerja Keras adalah Kunci
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)
Uzone.id - Sesuatu yang berlebihan memang tidak baik, apalagi kelewat bahagia setelah mendengar kabar harga tiket pesawat rute domestik turun.Pada kenyataannya harga tiket pesawat tetap mahal, meski Indonesia National Air Carrier Association (INACA) dan semua maskapai dalam negeri telah sepakat menurunkan setelah menaikkannya—masih dalam tarif batas bawah dan atas. Jumlah persentase penurunan harga pun beragam, yaitu sekitar di atas 20-60 %.
Hal tersebut sekilas tampak melegakan bagai embusan angin di siang yang terik. Namun, ada embel-embel setelah angka tersebut.
Baca juga: Indahnya Bukchon Hanok Village, Tempat Siti Badriah Dilamar
“Kami sudah menurunkan 20-60 %. Komposisi atau slot yang diberikan masing-masing maskapai itu adalah 30 %. Itu adalah batas yang bisa mereka toleransi, supaya tidak rugi,” kata Ketua Umum INACA Ari Askhara, dalam konferensi pers bertajuk Apakah Harga Tiket Pesawat Saat Ini Wajar?, di Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019).
Supaya tidak rugi? Tunggu. Sebelum membahas hal itu, perlu diperjelas terlebih dahulu tentang maksud komposisi 30 persen. Jadi, harga tiket pesawat memang diturunkan, tapi kuota harga tiket pesawat murah hanya 30 persen di luar prime time.
“Misalnya, Jakarta-Yogyakarta pagi dan sore harga tinggi, siang pasti rendah,” ujar Ari. Terkait kuota, Ari pun menjelaskan bahwa hal itu berlaku untuk setiap penerbangan.
Baca juga: Bikin Bangga, Denpasar Kota Tersehat Kalahkan New York
“Kuota itu per flight. Jadi, misalnya, kapasitas Garuda Indonesia 160 kursi, 30% dari itu sekitar 40 kursi,” kata Ari.
Setelah kesepakatan penurunan harga, Ari mengatakan bahwa memang sudah ada maskapai yang menerapkan tarif lebih rendah di jam tertentu. “Saya ingat banget sebelumnya itu di Rp 600 ribuan, tapi kemarin itu sempat Rp 300 ribuan. Itu Jakarta-Surabaya, karena jam-jam tidak favorit,” ungkap Ari.
Ari juga mengatakan bahwa Garuda Indonesia sudah menurunkan harga tiket. Ari menjelaskan, “Tadinya Rp 3.020.000 di Aceh, sekarang menjadi Rp 1.6 juta, tapi hanya jam tertentu. Kalau pagi masih sekitar Rp 3 juta.”
Baca juga: Cara Strabucks Agar 5 Pancaindra Bisa Menikmati Kopi
Maskapai Tanah Air Merugi
Lalu, apa maksud rugi yang sempat dikatakan Ari?
Ada banyak sekali komponen di balik harga sebuah tiket pesawat. Mulai dari biaya perawat pesawat—yang pembayarannya dalam bentuk dollar Amerika Serikat, bahan bakar, pegawai yang juga merupakan masyarakat Indonesia, dan lainnya.
Sebagai gambaran, PT Garuda Maintenance Facility (GMF) memiliki sekitar 24.000 pegawai. Jadi dapat dikatakan bahwa biaya operasional pesawat sangat tinggi. Sedangkan keuntungan yang didapatkan tidak seberapa.
Baca juga: Wow, Garuda Indonesia Gelar Konser Musik di Ketinggian 35.000 Kaki
Secara blak-blakan, Ari mengatakan, “Margin operasinya 1-3 persen, dan 3 persen itu sudah paling bagus dari harga (tiket pesawat) yang selangit. Kita tidak bisa lagi mati bersama. Kita harus fight."
Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo juga mengungkapkan hal yang hampir sama. Juliandra mengatakan bahwa harga tiket pesawat itu sebenarnya di tarif batas atas. “Di angka itu airline bisa mendapatkan margin positif.”
Namun, yang dilakukan Citilink selama ini adalah memberikan diskon kepada penumpang. “Pada 2018, Citilink sangat berat dalam membuat profit. Fuel(bahan bakar) 2017 ke 2018 melonjak 19 %. Tambahan biaya fuel, menambah cost (biaya) produksi. Ini cukup berat,” kata Juliandra.
Baca juga: Liburan ke Kuala Lumpur, Ini 5 Aktivitas yang Wajib Dicoba
Itu semua yang menyebabkan semua maskapai penerbangan Tanah Air memutuskan menaikkan harga tiket harga pesawat. Imbauan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mungkin memang ada benarnya. Masyarakat perlu ikhlas dan menoleransi kenaikan harga tiket pesawat.
Satu lagi, masyarakat juga harus berkerja keras demi meningkatkan daya beli. Kalau tidak, feed Instagram masyarakat kelas menengah Indonesia akan sangat membosankan. Isinya seputar liburan di kota-kota dalam negeri yang bisa dijangkau dengan mobil atau kereta.
Akhir kata, ikhlas dan kerja keras adalah kunci untuk bisa liburan naik pesawat di 2019. Tetap semangat, gaes!