Home
/
Health

Hepatitis Saat Hamil, Apa Dampaknya Bagi Ibu dan Bayi?

Hepatitis Saat Hamil, Apa Dampaknya Bagi Ibu dan Bayi?

Ajeng Quamila22 June 2017
Bagikan :

Tidak mengherankan jika banyak ibu hamil yang sama sekali tidak sadar bahwa mereka telah terinfeksi virus hepatitis.

Biasanya karena gejalanya yang hanya bisa dirasakan samar-samar, atau mungkin tidak muncul sama sekali. Dan tentunya, jika Anda terdiagnosis memiliki hepatitis saat hamil, salah satu kekhawatiran terbesar Anda adalah mengenai dampaknya pada kehamilan itu sendiri juga pada anak Anda dalam kandungan. Artikel ini akan mengupas tuntas semua pertanyaan Anda seputar hepatitis saat hamil.

Kenapa ibu hamil harus waspada terhadap hepatitis?

Hepatitis adalah peradangan hati serius yang bisa dengan mudah ditularkan ke orang lain. Penyakit ini diakibatkan oleh virus hepatitis. Ada beberapa jenis virus hepatitis, termasuk hepatitis A, hepatitis B, dan hepatitis C. Jika tidak tertangani dengan baik, hepatitis saat hamil bisa menyebabkan penyakit parah, kerusakan hati, bahkan kematian. Ibu juga bisa menyebarkan virus ke bayinya.

Hepatitis B dan C adalah jenis hepatitis yang paling umum terjadi selama kehamilan. Hepatitis B adalah bentuk hepatitis yang paling sering ditularkan dari ibu ke bayi di seluruh dunia, dengan peningkatan risiko yang lebih besar jika Anda tinggal di negara berkembang.

Sekitar 90% wanita hamil dengan infeksi hepatitis B akut akan “mewarisi” virus tersebut ke bayi mereka. Sekitar 10-20% wanita dengan infeksi hepatitis B kronis akan menularkannya. Sekitar 4% ibu hamil yang terinfeksi virus hepatitis C akan menyebarkannya ke bayi mereka. Risiko penyebaran penyakit dari ibu ke anak juga terkait dengan seberapa banyak jumlah virus (viral load) dalam tubuh ibu dan apakah dia juga terinfeksi oleh HIV.

Bagaimana ibu bisa terkena hepatitis saat hamil?

Hepatitis B dan C menyebar melalui darah dan cairan tubuh yang terinfeksi — misal cairan vagina atau air mani. Itu berarti Anda bisa mendapatkannya dari hubungan seks tanpa kondom dengan orang yang terinfeksi, atau ditusuk dengan jarum bekas pakai yang digunakan oleh seseorang yang terinfeksi — baik jarum suntik narkoba, jarum tato, maupun jarum suntik medis yang tidak steril. Akan tetapi risiko terkena hepatitis C melalui hubungan seks tergolong rendah jika Anda hanya memiliki satu pasangan untuk waktu yang lama.

Hepatitis C paling sering terjadi pada orang yang lahir antara tahun 1945 dan 1965. Untuk alasan ini, semua orang di kelompok usia ini harus diuji untuk infeksi hepatitis C.

Apa gejala hepatitis saat hamil?

Gejala hepatitis termasuk mual dan muntah, selalu kecapekan, kehilangan nafsu makan, demam, sakit perut (terutama di sisi kanan atas, lokasi hati berada), sakit pada otot dan persendian, serta jaundice alias penyakit kuning — kulit dan bagian putih mata yang menguning. Masalahnya adalah, gejala bisa mungkin tidak muncul selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah infeksi, atau Anda mungkin tidak menunjukkan gejala sama sekali.

Apa dampak hepatitis saat hamil pada kesehatan ibu?

Infeksi hepatitis B bisa sembuh total dalam beberapa minggu tanpa pengobatan. Ibu hamil yang sudah terbebas dari virus hepatitis B akan menjadi kebal terhadapnya. Mereka tidak bisa terkena virus lagi. Tapi tidak seperti infeksi virus hepatitis B, kebanyakan orang dewasa yang terinfeksi virus hepatitis C (sekitar 75% sampai 85%) menjadi seorang carrier, alias “tuan rumah” dari virus. Kebanyakan carrier hepatitis mengembangkan penyakit hati jangka panjang. Segelintir lainnya akan mengembangkan sirosis hati dan masalah hati serius yang mengancam jiwa lainnya.

Kehamilan itu sendiri tidak akan mempercepat proses penyakit atau memperburuknya, walaupun jika hati sudah terbebani dan terluka dengan sirosis, ini dapat meningkatkan risiko ibu hamil mengalami perlemakan hati. Perlemakan hati selama kehamilan yang akut mungkin terkait kekurangan enzim yang biasanya diproduksi oleh hati yang memungkinkan wanita hamil untuk memetabolisme asam lemak. Kondisi ini dapat dengan cepat menjadi parah, dan juga bisa memengaruhi anak yang belum lahir (yang mungkin juga lahir dengan kekurangan enzim ini).

Komplikasi lain yang dapat terjadi pada ibu dengan hepatitis saat hamil adalah batu empedu, yang sering menimbulkan penyakit kuning selama kehamilan. Ini terjadi pada 6% dari semua kehamilan, sebagian karena perubahan garam empedu selama kehamilan. Selain itu, kantung empedu mengosongkan diri lebih lambat selama kehamilan, yang berarti cairan empedu menggenang lebih lama di hati dan risiko batu empedu pun naik.

Jika Anda menderita hepatitis B saat hamil, diperkirakan Anda mungkin lebih rentan mengalami ketuban pecah dini, diabetes gestasional, dan/atau mengalami perdarahan berat pada akhir kehamilan. Ada juga peningkatan risiko komplikasi persalinan seperti plasenta abrupsio dan kematian bayi saat lahir.

Apa pengaruh hepatitis saat hamil pada bayi — baik saat masih dalam kandungan maupun setelah lahir?

Bayi dalam kandungan pada umumnya tidak terpengaruh oleh virus hepatitis milik ibunya selama kehamilan. Namun, mungkin ada beberapa peningkatan risiko tertentu saat persalinan, seperti bayi lahir prematur, bayi lahir dengan berat rendah (BBLR), atau kelainan anatomi dan fungsi tubuh bayi (terutama pada infeksi hepatitis B kronis).

Risiko lainnya adalah bayi Anda bisa terinfeksi saat lahir. Bayi mungkin terinfeksi hepatitis B saat lahir jika ibu positif memiliki virusnya. Biasanya, penyakit ini diteruskan ke anak yang terkena paparan darah dan cairan vagina ibu selama proses persalinan. Infeksi virus hepatitis B bisa sangat parah pada bayi. Hal itu bisa mengancam nyawa mereka. Apabila anak terinfeksi virus hepatitis B semasa kecil, sebagian besar kasusnya akan berlanjut menjadi kronis. Hepatitis kronis inilah yang bisa berakibat buruk pada kesehatan anak di kemudian hari, yaitu berupa kerusakan hati (sirosis) dan kadang kanker hati (terutama jika disertai infeksi virus hepatitis C).

Di sisi lain, kecil peluangnya untuk Anda menurunkan virus hepatitis C ke bayi. Hanya 4-6% bayi yang lahir dari ibu positif hepatitis C akan terinfeksi virus. Ini berarti hampir semua bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis C tidak akan terkena virusnya. Risiko penularan hepatitis C dari ibu ke anak baru meningkat jika ibu memiliki jumlah virus (viral load) yang tinggi atau sekaligus memiliki HIV di waktu yang bersamaan.

Bagaimana mengatasi hepatitis saat hamil?

Ketika Anda pergi ke dokter untuk kunjungan prenatal pertama Anda, Anda akan menjalani serangkaian tes darah rutin, termasuk untuk memeriksa virus hepatitis B (HBV). Jika hasil tes Anda negatif HBV dan belum menerima vaksin hepatitis B, dokter mungkin menyarankan agar Anda diimunisasi, terutama jika Anda berisiko tinggi tertular penyakit ini.

Jika Anda baru terpapar hepatitis selama kehamilan, Anda juga mungkin akan diberi vaksin imunoglobulin untuk mencegah Anda terkena penyakit ini. Vaksin ini aman untuk wanita hamil dan bayi yang sedang berkembang. Untuk kasus hepatitis positif yang lebih lanjut (viral load tinggi) mungkin perlu ditangani dengan obat antivirus yang disebut tenofovir, yang dapat menurunkan risiko perpindahan HBV ke bayi Anda.

Sementara itu, tidak ada vaksin yang tersedia sampai saat ini untuk melindungi virus hepatitis C. Menghindari jenis perilaku berisiko adalah satu-satunya cara untuk mencegah infeksi jenis ini. Jika Anda positif hepatitis C, Anda tidak akan bisa mendapatkan obat standar yang digunakan untuk mengobati hepatitis C saat Anda hamil. Obat-obatan untuk infeksi hepatitis C tidak aman untuk bayi Anda yang belum lahir. Pengobatan utamanya adalah kombinasi dua obat yang disebut pegylated interferon dan ribavirin. Obat lain terkadang bisa ditambahkan: baik boceprevir atau telaprevir. Namun, tidak satupun obat ini terbukti aman selama kehamilan dan ribavirin dapat menyebabkan cacat lahir yang serius, atau bahkan kematian bayi yang belum lahir.

Persalinan normal lewat vagina maupun operasi caesar sama amannya untuk pasien hepatitis B dan C. Tidak ada perbedaan dari tingkat penularan yang diketahui saat membandingkan kedua metode persalinan. Risikonya sama saja terlepas dari apakah kelahiran terjadi melalui persalinan normal atau lewat caesar.

Haruskah bayi saya imunisasi hepatitis?

 Ya. Semua bayi divaksinasi terhadap virus hepatitis B. Jika Anda tidak terinfeksi virus hepatitis B, bayi tetap harus mendapatkan vaksin dosis pertama sebelum Anda meninggalkan rumah sakit. Jika tidak bisa diberikan saat itu, vaksin harus diberikan dalam waktu 2 bulan setelah kelahiran. Dosis yang tersisa diberikan dalam 6-18 bulan ke depan. Ketiga suntikan HBV diperlukan untuk perlindungan seumur hidup, dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan agar semua bayi menerimanya, terlepas dari kondisinya.

Jika Anda terinfeksi hepatitis B, dokter akan memberikan suntikan antibodi hepatitis B untuk bayi Anda dalam 12 jam setelah melahirkan. Vaksin ini sudah cukup untuk memberikan perlindungan jangka pendek bagi bayi terhadap virus tersebut. Antibodi dan vaksin bersama-sama akan efektif untuk mencegah infeksi pada bayi hingga 85-95 persen.

Jika Anda terinfeksi virus hepatitis C, biasanya bayi dapat diuji dari usia delapan minggu dengan menggunakan tes deteksi viral PCR. Ini harus diikuti dengan tes PCR lain dalam 4-6 minggu setelahnya dan tes antibodi hepatitis C saat bayi berusia 12-18 bulan.

Jika bayi Anda positif hepatitis C, ia akan mendapat perawatan lebih lanjut. Ia harus rutin melakukan pemeriksaan fisik, tes darah dan kemungkinan pemindaian ultrasound atau tes lainnya. Tidak semua anak dengan hepatitis C diberikan obat-obatan resep. Pengobatan hepatitis C pada anak bervariasi dan bergantung pada apa yang terbaik untuk setiap anak.

The post Hepatitis Saat Hamil, Apa Dampaknya Bagi Ibu dan Bayi? appeared first on Hello Sehat.

populerRelated Article