Indomie HypeAbis, Pemasaran Kekinian untuk Generasi Kiwari
-
Pada 5 Oktober 2018, halaman Facebook Kementerian Humor Indonesia mengunggah serangkaian meme dengan judul “Tipe-Tipe Pemeluk Agama Indomie.” Dalam kiriman yang dibagikan lebih dari 13.000 kali itu, para pemeluk teguh dibagi berdasarkan cara mereka menyajikan Indomie.
Deskripsi golongan konservatif, misalnya: “Mereka sangat meyakini bahwa kelezatan Indomie absolut & paripurna, sehingga sangat menghindari masuknya bahan-bahan tambahan lain yang dapat merusak rasa Indomie.” Orang-orang yang menyajikan Indomie dengan menambahkan bahan-bahan seperti sayuran, telur, dan kornet dimasukkan ke dalam golongan progresif.
Rangkaian meme tersebut dan respons terhadapnya tidak hanya menunjukkan kecenderungan warganet Indonesia menanggapi perkara-perkara serius dengan humor, melainkan juga memperlihatkan besarnya penerimaan orang-orang Indonesia terhadap Indomie.
Menurut data yang dirilis World Instant Noodles Association, Indonesia berada pada peringkat kedua dalam daftar kebutuhan terhadap mi instan sedunia. Dengan kebutuhan 12,620 miliar porsi pada 2017, Indonesia hanya kalah dari Cina dengan 38,970 miliar porsi.
Namun, jika angka kebutuhan mi instan dibagi dengan jumlah penduduk masing-masing negara, jumlah porsi mi instan per penduduk per tahun yang dibutuhkan Indonesia melampaui Cina. Dengan jumlah penduduk 1,4 miliar, tiap orang di Cina rata-rata membutuhkan 27,5 porsi mi instan per tahun, sedangkan dengan jumlah penduduk 268 juta, rata-rata orang Indonesia mengonsumsi 47 porsi per tahun.
Kebutuhan yang tinggi itu menjelaskan mengapa tiga “spot” Indomie termasuk dalam video YouTube Rewind 2018, yang merangkum hal-hal “hype” dalam setahun belakangan. Tiga “spot” tersebut adalah Indomie Salted Egg, salah satu varian rasa baru Indomie; donat Indomie, yang mula-mula viral di Australia dan kemudian di Indonesia; serta baju Indomie, produk busana hasil kolaborasi Indomie dengan The Goods Dept.
Tiga “spot” tersebut mewakili capaian-capaian Indomie sepanjang 2018. Capaian-capaian tersebut adalah cara-cara baru mengolah Indomie untuk pangsa pasar anak-anak muda urban, orisinalitas rasa yang terus-menerus dikembangkan Indomie, dan jawaban atas kebutuhan fashion dan hasrat gaya hidup generasi kiwari. Tiga hal itu dengan tepat tergambar alam satu frasa kunci: HypeAbis.
Donat Indomie mewakili cara-cara baru mengolah Indomie. Menu-menu kekinian dengan dimensi “hype” dan potensi viral lainnya pun dapat langsung diakses dengan Go-Food, untuk kemudian diarahkan ke Warunk Upnormal. Jika kita menginginkan olahan kekinian dengan kesan berbeda, Indomie hadir dalam berbagai pilihan pembelian melalui Go-Mart. Resep dengan basis produk-produk Indomie dan Indomilk, misalnya, membuka kemungkinan penjelajahan pengolahan rasa Indomie secara personal.
Jika kita menghendaki rasa orisinal Indomie minim olahan, Indomie punya varian rasa telur asin yang bisa diolah dengan cara-cara konvensional. Keberhasilan Indomie Salted Egg menjadi bagian dari YouTube Rewind 2018 membuat Indomie patut optimis menawarkan varian rasanya yang terbaru: Indomie Ayam Geprek.
Kebutuhan muda-mudi akan fesyen dan gaya hidup dijawab melalui kolaborasi dengan The Goods Dept sebagai “the hypest local brand” dan galeri pop-up Haluu World yang menawarkan spot-spot foto “Instagrammable” berlatar karya-karya instalasi dan dekorasi khas Indomie.
Sentuhan The Goods Dept mengolah citra Indomie sebagai produk favorit masyarakat Indonesia dari generasi ke generasi sebagai elemen penambah kesan trendi. Kemeja dengan motif bungkus Indomie, misalnya, menunjukkan fungsi estetis bungkus plastik Indomie yang barangkali selama ini tak banyak diperhatikan.
Foto-foto para pengunjung Haluu World menyimbolkan besarnya pengaruh Indomie, tak terkecuali bagi generasi milenial. Pengguna Instagram dengan nama akun @apry06, misalnya, menulis caption foto dengan latar Indomie: “Ujan2 gini indomie kuah pake baso sapi mantul.” Akun lain, @susan.yoe, bahkan menambahkan sederet varian Indomie di akhir caption foto Instagramnya. Dua komentar tersebut menunjukkan bagaimana sebuah latar foto bisa menampilkan kedekatan Indomie dengan konsumen sekaligus pilihan rasanya yang akur dengan selera unik setiap orang.
Norine Wibowo, Project Manager Haluu World, mengatakan bahwa kata haluu berarti keinginan dalam bahasa Finlandia. “Ia adalah perjalanan yang menampilkan berbagai objek dan situasi dengan elemen-elemen yang mengejutkan,” ujarnya.
Keinginan yang menjadi fondasi proyek tersebut adalah keinginan para konsumen setia Indomie di Indonesia. Sebagai jenama kepercayaan masyarakat, wajar bila Indomie diharapkan bisa terus melahirkan karya-karya yang segar sekaligus memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumennya.
Baca juga artikel terkait INDOMIE atau tulisan menarik lainnya Advertorial