icon-category Technology

Ingin awasi YouTube dan Netflix, KPI dinilai sedang "Pansos"

  • 10 Aug 2019 WIB
Bagikan :

Lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial.

Tanda Pagar (Tagar) #KPIjanganUrusinNetflix dan #KPIGabut sejak Jumat (9/8) meramaikan linimasa.

Pemicunya adalah pernyataan Ketua KPI Agung Suprio yang ingin mengawasi konten di platform media streaming seperti Youtube dan Netflix agar sesuai dengan filosofi atau kepribadian bangsa.

Agung menyatakan media baik yang konvensional maupun baru merupakan agen sosialisasi di masyarakat. Konten-konten media diyakini bisa mengubah karakter bangsa. Sehingga pengawasan diperlukan.

Menurutnya, KPI selama ini hanya berwenang mengawasi konten media konvensional seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Namun, masyarakat yang menikmati media konvensional disebut sudah sangat berkurang.

Agung menegaskan pengawasan diperlukan sebab konten Netflix dan YouTube bisa diakses kapan saja, oleh siapa saja dan di mana saja. Tak seperti konten media konvensional yang telah diatur pembagian waktunya.

KPI akan melakukan pengawasan mulai dari hulu hingga hilir. Di awal, KPI akan mengatur kembali Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) untuk menjadi acuan pengawasan media baru.

KPI juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) agar media baru seperti Netflix, HBO TV, YouTube, Facebook TV membuka kantor di Indonesia demi kemudahan berkoordinasi.

Tak hanya itu, KPI juga bisa mengawasi langsung ketika menerima aduan dari masyarakat.

Agung mengatakan pengawasan tersebut baru bisa dilakukan setelah Undang-Undang Penyiaran baru disahkan. Setelah itu, KPI akan memanggil ahli hukum untuk menafsirkan UU Penyiaran mampu menjangkau Netflix dan YouTube atau tidak.

"Itu yang akan kami lakukan. Intinya kami menunggu UU Penyiaran yang baru," ucapnya.

Sensasi

Sontak pernyataan Agung yang baru dilantik sebagai Ketua KPI periode 2019-2022 menjadi perbincangan di media sosial (Medsos).

Pengguna Internet (Warganet) banyak berpendapat KPI yang baru dilantik tengah mencari sensasi.

"Biasa, pejabat baru dilantik, sedang Panjat Sosial (Pansos)," cuit salah seorang warganet menyindir rencana KPI.

Warganet pun melakukan perlawanan dalam bentuk melancarkan Petisi Online "Tolak KPI Awasi Youtube, Facebook, Netflix!" melalui Change.org.

Sejauh ini (10/8) sudah 40 ribuan orang yang menandatangani petisi tersebut.

Petisi yang diinisiasi Dara Nasution itu dikirimkan ke KPI, Menkominfo Rudiantara dan Komisi I DPR RI mengingatkan rencana KPI mencederai mandat berdirinya KPI karena menurut Undang-undang Penyiaran No.32 tahun 2002, tujuan KPI berdiri adalah untuk mengawasi siaran televisi dan radio yang menggunakan frekuensi publik. Wewenang KPI hanyalah sebatas mengatur penyiaran televisi dan dalam jangkauan spektrum frekuensi radio, bukan masuk pada wilayah konten dan media digital. 

Petisi itu juga menyatakan KPI bukan lembaga sensor. Dalam Undang-Undang Penyiaran, KPI tidak memiliki kewenangan melakukan sensor terhadap sebuah tayangan dan melarangnya. KPI hanya berwenang menyusun dan mengawasi pelaksanaan Peraturan dan Pedoman Perilaku penyiaran serta Standar Program Siaran (P3SPS). 

Ditambahkan, Netflix dan Youtube menjadi alternatif tontonan masyarakat karena kinerja KPI buruk dalam mengawasi tayangan televisi. KPI tidak pernah menindak tegas televisi yang menayangkan sinetron dengan adegan-adegan konyol dan tidak mendidik, talkshow yang penuh sandiwara dan sensasional, serta komedi yang saling lempar guyonan kasar dan seksis. Akhirnya, masyarakat mencari tontonan lain di luar televisi yang lebih berkualitas. Banyaknya orang yang beralih ke konten digital adalah bukti kegagalan KPI menertibkan lembaga penyiaran. KPI seharusnya mengevaluasi diri.

Dijelaskan, masyarakat membayar untuk mengakses Netflix. Artinya, Netflix adalah barang konsumsi yang bebas digunakan oleh konsumen yang membayar. KPI sebagai lembaga negara tidak perlu mencampuri terlalu dalam pilihan personal warga negaranya.

Kesimpulan dari Petisi adalah rencana KPI mengawasi konten YouTube, Facebook, Netflix, atau sejenisnya jelas bermasalah dan harus ditolak.

Disarankan KPI sebaiknya memperbaiki kinerjanya untuk menertibkan tayangan-tayangan televisi agar lebih berkualitas, bukan memaksa untuk memperlebar kewenangan dengan rekam jejak yang mengecewakan. Selain itu, pemerintah juga perlu membuat program-program penguatan literasi media. Hal itu akan memberikan solusi konkret dan berorientasi jangka panjang kepada publik.

Kontroversi

Asal tahu saja, KPI periode 2019-2022 sudah sarat kontroversi sejak proses seleksi karena dianggap tak transparan dan tak memiliki pengalaman di industri penyiaran.

Remotivi, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan LBH Pers dalam keterangan bersama pada Juli lalu bahkan meminta Presiden Jokowi menunda pelantikan 9 anggota Komisioner KPI 2019-2022 sampai menunggu hasil penyelidikan Ombudsman RI tentang indikasi maladministrasi.

Namun, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara resmi mengukuhkan 9 Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Periode 2019-2022, Senin (5/7). (Baca: Kontroversi KPI)

Pengukuhan itu didasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 73/P/2019, tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat. Keputusan tersebut mulai berlaku pada tanggal 27 Juli 2019.

Adapun 9 Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 yang dikukuhkan antara lain Agung Supriyo, sebagai ketua merangkap anggota. Selanjutnya, Nuning Rodiyah, Mulyo Hadi Purnomo, Aswar Hasan, Yuliandre Darwis, Hardly Stefano Fenelon Pariela, Irsal Ambiyah, Mimah Susanti, dan Muhammad Reza.

Sebagian dari anggota yang dilantik ini adalah Komisioner lama yang dilantik kembali seperti Agung Supriyo dan Yuliandre Darwis.(id)

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Tags : KPI YouTube Netflix 

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini