icon-category Digilife

Kalau di Luar Patuh, Kenapa Netflix di Indonesia Gak Tunduk Aturan?

  • 14 Jan 2020 WIB
Bagikan :

Ilustrasi Netflix (Photo by Caspar Camille Rubin on Unsplash)

Uzone.id - Benci tapi rindu. Kondisi itu yang saat ini terjadi antara perusahaan telekomunikasi dengan penyedia layanan digital atau over the top (OTT) di Indonesia. Khususnya penyedia layanan OTT video streaming.

Perusahaan telekomunikasi membutuhkan trafik dari penyediaan layanan video streaming. Sementara penyedia layanan video streaming membutuhkan akses. Simbiosis mutualisme.

Di sisi lain operator telekomunikasi mengeluhkan mereka hanya dijadikan dump pipe tanpa mendapatkan benefit finansial dari keberadaan OTT tersebut.

Danny Buldansyah, Dewan Pengawas Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mengatakan kondisi tersebut sudah terjadi cukup lama dan hingga saat ini belum menemukan titik temu.

Namun tak dipungkiri keberadaan penyedia layanan konten digital tersebut membantu operator mengisi kapasitas layanan data.

"Dengan adanya trafik yang tinggi dari penyedia layanan digital, tentu saja membantu mempercepat subtitusi revenue dari legacy ke data. Saat ini komposisi revenue layanan data sudah dapat menutup penurunan revenue legacy. Sehingga keberadaan layanan konten digital juga dibutuhkan,"terang Danny, kepada Uzone.id.

Baca juga: Netflix: Kami Terus Berdiskusi dengan Telkom

Namun demikian keberadaan layanan konten digital tersebut juga harus mengikuti aturan perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia seperti badan hukum dan kantor mereka harus tersedia di Indonesia.

Jika masyarakat Indonesia memiliki permasalahan atau kendala dengan penyedia layanan konten digital tersebut, mereka bisa langsung di handel.

"Selain itu dengan adanya kantor perwakilan penyedia layanan digital itu di Indonesia, negara bisa memungut pajak dari mereka. Kehadiran mereka di Indonesia juga harus bisa memberikan kontribusi positif bagi negara seperti pembayaran pajak dari perusahan OTT asing tersebut," terang Danny.

Seperti kita ketahui bersama, pemerintah telah menggeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 35/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Baca juga: Alasan Kenapa Telkom Masih Blokir Netflix

Peraturan ini menjabarkan tentang kewajiban perpajakan bagi perusahaan atau orang asing yang berbisnis di Indonesia, baik itu perusahaan konvensional maupun yang beroperasi secara digital. Tak terkecuali Netflix dan OTT asing lainnya.

Namun kenyataannya penyedia layanan konten digital seperti Netflix sampai saat ini belum mau menuruti perundang-undangan yang ada di Indonesia seperti kewajiban mereka untuk memiliki badan hukum Indonesia atau BUT dan membuka kantor perwakilan di Indonesia.

Padahal pemerintah telah mewajibkan seluruh penyedia konten digital untuk membuat BUT di Indonesia.

Hingga saat ini penyedia layanan konten digital seperti Netflix belum membuat BUT.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani, mengungkapkan masih mencari formula untuk memaksa perusahaan penyedia streaming video raksasa seperti Netflix untuk membayar pajak di Indonesia sesuai regulasi.

alt-img
Foto: Unsplash

Menurut Sri Mulyani, potensi pajak yang bisa dikutip dari biaya berlangganan Netflix di Indonesia sangat besar. Di Australia, Netflix juga punya masalah dengan otoritas pajak setempat.

"Konsep mengenai ekonomi digital tidak memiliki BUT  tapi aktivitasnya banyak. Maka, mereka memiliki kehadiran ekonomis yang signifikan atau economy present yang signifikan. Oleh karena itu, mereka wajib untuk membayar pajak. Di Australia, di Singapura mereka sudah menetapkan untuk mengutip pajak dari Netflix. Di sana dinamakan Netflix Tax. Kemenkeu akan serius memantau aktivitas Netflix di Tanah Air meski hingga saat ini aturan mengenai perpajakan digital belum diundangkan," ujar Sri Mulyani, seperti dikutip dari sejumlah media.

Selain adanya kantor perwakilan dan harus memiliki badan usaha tetap di Indonesia, menurut Danny, kehadiran lembaga sensor juga mutlak ada di saat maraknya perusahaan penyedia streaming video.

Tujuannya agar memastikan tidak ada konten negatif yang beredar di platform streaming video penyedia layanan digital.

“Jika kita ingin menyelamatkan generasi muda, kehadiran lembaga sensor yang mengawasi streaming video mutlak harus ada,” pungkas Danny.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini