Kaleidoskop 2020: 5 Hal yang Ramaikan Industri Telekomunikasi Sepanjang Tahun Ini
Ilustrasi (Foto: Unsplash)
Uzone.id -- Tahun 2020 diramaikan oleh banyak peristiwa dan kejadian yang menyita perhatian masyarakat, tak terkecuali dari sektor telekomunikasi Tanah Air. Kalau mengingat-ingat, ada apa saja ya menarik?Tentunya ada banyak, meskipun tak semuanya harus berkaitan dengan pandemi Covid-19 yang masih melanda dunia. Masih dalam rangkaian Kaleidoskop 2020, berikut rangkuman 5 hal yang meramaikan industri telekomunikasi Indonesia.
1. Kasus SIM card swap Indosat
Awal tahun 2020 dibuka dengan kasus nahas yang menimpa wartawan senior Ilham Bintang. Rekening pribadinya dibobol yang berawal dari pengambilalihan nomor Indosat Ooredoo miliknya.
Dari kronologi yang dipaparkan Ilham pada kala itu, setelah SIM card Indosat dibajak, si peretas berhasil menguras rekening banknya. Total ada 98 transaksi yang beberapa di antaranya berasal dari kartu kredit BNI, Citibank, dan BCA.
Baca juga: Kominfo: Kasus Ilham Bintang Bukan Soal SIM Card Saja
Kasus ini mencuat ke publik dan pihak Indosat menyesalkan kejadian pahit tersebut dan mendapatkan teguran dari BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) agar Indosat menjalankan mekanisme penggantian kartu seluler sesuai SOP yang benar.
Kejadian ini pun semakin membuka mata para perusahaan operator seluler untuk memberikan rangkaian edukasi mengenai jenis serangan siber dan kejahatan SIM card swap di Indonesia.
2. Kisruh aturan IMEI
Regulasi IMEI untuk memberantas ponsel dengan IMEI bodong alias ilegal di Indonesia tidak lepas dari peran perusahaan telekomunikasi. Awalnya Menkominfo Johnny G. Plate mengesahkan aturan ini per 18 April 2020, namun pada kenyataannya baru berjalan pada pertengahan September kemarin karena mesin CEIR yang mandek.
Di samping itu, Marwan O. Baasir selaku Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Indonesia (ATSI) memaparkan, selama ini pihak operator telah berupaya membangun sistem beserta project timeline demi aturan IMEI dapat terlaksana.
Marwan juga menyebut soal biaya yang digelontorkan oleh pihak operator untuk menyiapkan sistem sampai perangkat hardware untuk menjalankan regulasi ini yang nantinya akan diletakkan di Kementerian Perindustrian, yakni mencapai USD14 juta atau setara Rp209 miliar.
Peran lain dari operator seluler yang bekerja sama dengan pemerintah dalam menjalankan aturan IMEI adalah menentukan metode pemblokiran IMEI, yakni white list.
Baca juga: Mesin CEIR Tidak Efektif Blokir IMEI Bodong?
3. Kuota gratis untuk pelajar dan pengajar
Seperti yang kita tahu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjalankan kebijakan pemberian kuota internet gratis untuk para pelajar, guru, mahasiswa, dan dosen di Indonesia. Kebijakan ini menggandeng perusahaan operator seluler sebagai penyedia layanan.
Dikatakan Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Merza Fachys semua perusahaan operator seluler yang tergabung di dalam ATSI mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah ini.
Kuota internet subsidi ini diharapkan dapat membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan pembelajaran jarak jauh yang harus dijalani saat ini karena adanya pandemi. Aktivitas ini tentunya mengandalkan ketersediaan dan jaringan internet yang memadai.
4. Telkom rujuk dengan Netflix
Setelah penantian 4 tahun, akhirnya Telkom Group ‘rujuk’ dengan layanan streaming Netflix. Hal ini membuahkan sukacita netizen yang menggunakan kartu Telkomsel dan layanan Indihome, karena mereka akhirnya bisa mengakses Netflix.
Hadirnya layanan Netflix di jaringan Telkomsel diakui sebagai langkah dalam menjawab tingginya kebutuhan pelanggan akan layanan streaming berbasis video on-demand.
Rujuknya Telkom Group dengan Netflix ini sempat bikin heboh linimasa media sosial pada saat itu.
Baca juga: Netflix Diminta Kerja Sama dengan Operator
5. BRTI dibubarkan Jokowi
Presiden Joko Widodo membubarkan BRTI pada akhir November kemarin. Keputusan ini sudah diteken di dalam Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2020 yang diteken pada 26 November 2020.
Di dalam Perpres tersebut, disebut ada 10 lembaga yang dibubarkan oleh Jokowi dengan tujuan efisiensi pelaksanaan urusan pemerintahan. Tugas dan peran BRTI pun dikembalikan ke Kominfo.
Meski Menkominfo Johnny mengatakan hal ini tidak melanggar aturan internasional, langkah Jokowi mendapat kritik pedas dari pengamat telekomunikasi seperti Heru Sutadi yang menganggap pembubaran BRTI bukan hanya soal mencoret lembaga yang dibentuk berdasarkan UU Telekomunikasi, tapi tentu akan menjadi catatan dunia internasional.
Menurut Heru, tidak ada BRTI, maka Indonesia akan menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang tidak memiliki badan regulasi telekomunikasi independen.
Komentar lain datang dari perwakilan MASTEL yang menganggap pembubaran BRTI bukan berarti regulatornya dibubarkan, melainkan hilangnya unsur masyarakat di dalamnya jika nanti ada hal yang harus diregulasikan.