Home
/
Lifestyle

Kegagalan Bukan untuk Disesali, Tetapi Dinikmati

Kegagalan Bukan untuk Disesali, Tetapi Dinikmati

Redaksi Esquire Indonesia13 June 2017
Bagikan :

Kalau Anda punya waktu, sekali-sekali mampirlah ke toko buku dan temukan buku tentang orang-orang besar apalagi tentang para atlet. Bacalah kisah-kisah mereka, ada pelajara yang bisa kita petik dari sana.

Saya termasuk orang yang selalu kagum dengan atlet. Mereka orang-orang luar biasa yang pantang menyerah. Di setiap detik mereka bertanding, selalu mereka memiliki semangat untuk menang dan mengalahkan. Mereka adalah orang-orang yang terus bangkit dari kekalahan ataupun kekurangan yang dialaminya.

Perhatikan pebulutangkis. Skor angka terus berganti. Kadang unggul, kadang angka dipetik lawan tapi tak pernah mereka menyerah. Terus bangkit dengan semangat baru hingga babak berakhir. Lihat juga petinju. Mereka adalah contoh jelas dan nyata dari orang-orang yang harus selalu berusaha bangkit saat terjatuh atau dijatuhkan. Karena kalau tak sanggup berdiri lagi, artinya mereka kalah. Detik dan hitungan waktu menjadi booster bagi kekuatan terakhir.

Kita dalam hidup juga sering mengalami kegagalan. Kadang sesekali, kadang sering, kadang bertubi-tubi. Kita harus belajar dan mencontoh semangat sportivitas para atlet ini. Mereka adalah orang-orang yang barangkali tak pernah mengenal kamus gagal. Kali ini kalah, berikutnya coba lagi. Begitupun seharusnya kita.

Preview

Jika kita mengalami kegagalan, tak ada gunanya menyalahkan sana-sini, termasuk menyalahkan diri sendiri. Beberapa waktu lalu saya bertemu teman yang sedang menguruskan badan. Ia terlihat kesal dengan perutnya yang belum juga “kempes.

Jangan salahkan perut kita yang tetap buncit karena kita sendiri tak mampu menahan lapar sehingga malah tak mengontrol nafsu makan. Tak ada gunanya juga menyalahkan  orang lain atas kegagalan yang kita alami sendiri. Perut kita sendiri yang tetap buncit, badan kita sendiri yang tetap gemuk, mengapa trainer yang kita salahkan? Kita harus berani menganggap kegagalan sebagai satu proses untuk lebih baik. Dari pada sibuk menyalahkan, bukankah lebih baik sibuk memperbaiki dan membenahi? Jadikan kegagalan pemicu perbaikan diri.
 

Saat terpuruk kita kadang lupa, bahwa kegagalan juga dialami oleh orang lain. Bukan hanya kita sendiri kok yang pernah gagal. Tak ada orang yang tak pernah gagal dalam hidupnya. Jadi, untuk apa kita jadi menghukum diri? Mungkin sudah saatnya kita belajar menerima sebuah kegagalan, dan menikmatinya, seperti juga –saat nantinya- menikmati keberhasilan. Nikmati saja.


 

Baca juga artikel 

Tren Terkini: Bahagia Menikmati Rasa Sakit

Di Usia Berapakah Pria Benar-Benar Merasa Bahagia?

Berkata Kasar Menandakan Kejujuran Hati Anda
 


 

TEKS: DWI SUTARJANTONO

FOTO: DOK. ESQUIRE

populerRelated Article