Kenapa Krisis Nissan Bisa Terjadi? Ini Penyebabnya!
Uzone.id - Nissan, sebagai salah satu raksasa otomotif Jepang selain empat besar Toyota, Honda, Mitsubishi dan Suzuki, harus mengalami kemunduran dalam beberapa tahun terakhir, yang bahkan semakin memburuk di tahun 2024 ini.
Mengutip Dailymail, penjualan global Nissan menunjukkan tren penurunan yang signifikan. Pada paruh pertama tahun fiskal 2024, penjualan turun 3,8 persen menjadi 1,59 juta unit.China sebagai salah satu pasar terbesar Nissan bahkan mengalami penurunan yang lebih tajam, yakni mencapai 14,3 persen. Kondisi ini semakin diperburuk oleh maraknya mobil listrik murah dari China yang menawarkan harga kompetitif dan berhasil merebut pangsa pasar global.
Jika kondisi ini terus berlanjut, Nissan diperkirakan akan menghadapi utang terbesar dalam sejarahnya pada 2026, yang bisa mencapai 5,6 miliar USD atau setara Rp 85 triliun. Pabrikan Jepang ini diprediksi hanya bisa bertahan dalam 12 sampai 14 bulan ke depan jika tidak melakukan sesuatu.
Lalu, kenapa krisis Nissan bisa terjadi? Ada beberapa penyebab yang mungkin bisa dijadikan analisis terkait dengan terus merosotnya bisnis Nissan sampai menimbulkan krisis berkepanjangan.
1. Aliansi yang rentan
Sejak didirikan pada 1999, kemitraan Renault-Nissan didominasi sosok Carlos Ghosn sebagai pemimpin utama. Namun setelah Ghosn tersandung masalah hukum, hubungan aliansi itu justru memburuk.
Pada Maret 1999, Renault datang menyelamatkan Nissan yang saat itu terjerat utang dan mengalami kerugian selama tiga tahun berturut-turut. Ghosn mengungkapkan "Rencana Kebangkitan Nissan", menargetkan pengembalian laba di tahun keuangan 2000. Ghosn dan komite eksekutifnya berjanji untuk mengundurkan diri jika target tidak terpenuhi.
Setelah memangkas 21.000 pekerjaan, atau 14 persen dari tenaga kerja, serta menutup beberapa pabrik lokal dan membongkar perusahaan grup "keiretsu", Nissan mencapai target setahun lebih cepat.
Ghosn pun menjadi CEO Nissan pada tahun 2000. Pada akhir tahun 2000, Nissan menyumbang sekitar setengah dari laba bersih tahunan Renault, sebuah situasi yang sebagian besar berlanjut hingga hari ini.
Nissan mengumumkan akan mengambil saham Mitsubishi Motors. Ghosn pun menjadi pimpinan aliansi tersebut. Ghosn mengatakan akan mengundurkan diri sebagai CEO Nissan pada April untuk fokus pada peningkatan profitabilitas di Renault dan memastikan aliansi itu "tidak dapat diubah" setelah dia pensiun.
Aliansi itu menjual lebih dari 10 juta kendaraan secara global, menjadikannya salah satu produsen mobil terbesar di dunia.
Namun skandal terjadi yang mengejutkan dunia. Ghosn ditangkap di Jepang dengan tuduhan tidak melaporkan gajinya selama lebih dari satu dekade. Dia dituduh melakukan kejahatan lain termasuk menggunakan dana Nissan untuk kepentingan pribadi. Ghosn dipecat sebagai ketua aliansi.
Kinerja Nissan dan Renault melorot setelah penangkapan Ghosn. Kedua pembuat mobil merombak sistem tata kelola perusahaan mereka dan menunjuk dewan baru, karena keuntungan terus merosot.
Bahkan ditengah situasi saat ini, saat Nissan benar-benar membutuhkan aliansinya, Renault, mitra lama Nissan, justru menjual sahamnya di perusahaan Jepang tersebut. Awalnya, Renault menguasai hingga 46% saham Nissan, namun kini kepemilikannya turun di bawah 40% dan diperkirakan akan terus menurun.
2. Skandal yang terus menghujam
Nissan juga bukan nama yang ‘bersih’ di dunia otomotif. Pabrikan Jepang ini kerap tersandung skandal yang merugikan nama baik dan kepercayaan pelangan terhadap produk-produknya.
Kita tahu bagaimana hebohnya dunia ketika tokoh ikonik Nissan, Carlos Ghosn terjerat kasus hukum yang mengharuskannya menjadi buronan dan meruntuhkan nilai saham Nissan seketika kala itu.
Setelah skandal sang bos besar, Carlos Ghosn, baru-baru ini Nissan mengumumkan akan menarik kembali alias recall mobil-mobilnya karena adanya pemalsuan data pengujian.
Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai ratusan ribu unit, tepatnya ada 150 ribu unit mobil Nissan yang harus ditarik kembali dari pasaran di Jepang. Nissan menemukan ada data yang tidak akurat selama proses pengujian mobil baru. Pengujian tersebut meliputi rem, kecepatan, sistem kemudi dan lain-lain.
Nissan Juke, Nissan Note, Nissan Leaf, Nissan Cube, Nissan Sylphy, termasuk jajaran model yang terkena imbas dari recall tersebut, diproduksi antara November 2017 sampai Oktober 2018.
Beberapa oknum karyawan sudah mengakui perbuatan curangnya, yang tidak mengikuti prosedur sesuai regulasi yang sudah ditetapkan.
Ini sudah keempat kalinya Nissan tersandung masalah terkait pemalsuan data pengetesan terhadap produk-produknya. Rekor terbanyak pada September 2017 lalu. Tercatat, ada satu juta unit mobil Nissan yang dijual di Jepang dan harus ditarik kembali.
Di tahun yang sama itu, Nissan mengaku mengubah data emisi gas buang dan efisiensi bahan bakar di 19 model, termasuk Juke dan Note.
Kalah persaingan
Menurut laporan Forbes, tertinggal dalam pengembangan kendaraan listrik menjadi tantangan utama bagi Nissan. Hingga saat ini, perusahaan hanya memiliki dua model kendaraan listrik yang dijual secara global.
Sementara itu, teknologi hybrid e-Power yang sukses di pasar domestik Jepang, belum diperkenalkan di Amerika Serikat, salah satu pasar otomotif terbesar dunia.