Kenapa Tiap Nonton ‘Avengers’ Bawaannya Ingin Tepuk Tangan?
-
(Foto: Marvel Studios)
Uzone.id -- Nonton film, konser, ama pertandingan sepak bola kok gak ada bedanya?Ada seorang teman bernama Astrid, dengan polosnya bertanya, “kenapa sih orang-orang nonton ‘Avengers’ harus pake tepok tangan segala? Kenapa harus kayak gitu?”
Setelah gue ingat-ingat, ternyata memang benar begitu adanya. Saga ‘Avengers’ yang jumlahnya ada empat itu entah kenapa selalu berhasil bikin penonton histeris bukan main. Pokoknya, segala norma dan tata krama per-bioskop-an seperti dilarang berbicara dan dilarang berisik tuh dilanggar semua.
Semua terasa semakin ‘gila’ sejak tahun 2018 kemarin, di mana ‘Avengers: Infinity War’ berisi nyaris semua superhero Marvel yang tergabung di dalam Marvel Cinematic Universe (MCU). Jadi, kayak menggabungkan berbagai idola orang-orang jadi satu gitu lho, wajar sih harusnya heboh.
Belum lagi di ‘Infinity War’ memang menjadi perang antara hidup dan mati melawan Mad Titan, Thanos yang begitu kuat dan bengis. Banyak aksi, humor-humor yang mendekatkan penonton ke tiap karakter, momen fandom, dan emosi yang campur aduk.
Lalu, di tahun ini, bioskop kembali heboh berkat ‘Avengers: Endgame’ yang bisa dibilang kelanjutan kisah nasib para superhero tersisa yang masih hidup pasca Thanos ‘menggila’ dengan enam batu Infinity-nya.
Kembali lagi ke pertanyaan awal, kenapa orang-orang bawaannya tepuk tangan mulu?
Jawabannya sederhana, sih.
Saga ‘Avengers’ selalu terasa bukan sekadar karya film, namun juga sebuah event, alias sebuah peristiwa besar yang bagi para fansnya, begitu layak dirayakan.
Malah ada istilah “Event movie” yang digambarkan sebagai film yang dibintangi oleh bintang besar, bujet besar, dan efek spesial yang maha dahsyat. Aspek-aspek tersebut yang membuat sebuah event movie mendapat banyak perhatian, ditunggu-tunggu pencinta film, dan normalnya, berhasil mendulang pendapatan tinggi.
Meski tiap saga ‘Avengers’ rasanya pas banget dengan kriteria “event movie”, tapi yang ingin gue tekankan di sini adalah persoalan chemistry yang begitu besar antara penonton dan kisah serta karakter di dalam film.
Teriakan, tepuk tangan yang kompak, gelak tawa yang juga berbarengan, sampai nangis bombay bersama, adalah macam-macam perasaan yang menyatukan tiap penonton di bioskop terhadap saga ‘Avengers’.
Hal-hal yang juga ternyata dilakukan para suporter pertandingan bola atau basket ketika melihat tim jagoannya bertanding di lapangan. Ada perasaan kagum, merasa dekat karena tahu skill atau kebiasaan baik dan buruknya, kesal kalau ada yang sembarangan nendang kakinya, sedih kalau jagoanmu kalah, tak lupa tepuk tangan kalau ada momen keren yang bikin dada seperti mau meledak.
Mungkin akan terdengar berlebihan jika menyamakan pertandingan bola yang begitu megah, dengan saga ‘Avengers’ yang ruangnya hanya auditorium bioskop. Tapi, untuk ‘kasta’ ruang terbatas seperti bioskop diramaikan oleh teriakan dan tepuk tangan sana-sini, tentu gak terjadi setiap hari. Yang ada, kamu ditimpukin penonton lain kalau lagi nonton film serius atau drama tapi teriak-teriak gak jelas.
Sama seperti pertandingan bola, deretan superhero Marvel punya suporternya sendiri. Iron Man punya ‘klub fans’ sendiri, ada orang yang niat ke bioskop pakai topeng Black Panther, ada yang mengenakan kaos Captain America karena gak sabar melihat aksi pahlawan favoritnya itu, sampai anak bocah yang bawa action figure Spider-Man.
Penggemar berat Marvel menganggap saga ‘Avengers’ tentunya bukan cuma sekadar nonton di bioskop. Tapi memang sebuah acara penting yang --khususnya bagi penggemar komiknya-- dinantikan sejak beberapa tahun lamanya.
Khusus ‘Avengers: Endgame’, bioskop terasa lebih ‘gila’ lagi karena sebagian besar orang tahu, ini adalah kulminasi dari kisah 10 tahun ke belakang dari para superhero Marvel. Film waralaba yang telah hadir bertahun-tahun dan kesetiaan para fans, tentu layak dirayakan.
Sama seperti ketika gue mempersiapkan diri untuk ucapkan selamat tinggal kepada para pemain dan kisah epik sinematik ‘Harry Potter’ selama satu dekade, rasanya gak nyangka ada saga yang menemani tiap orang tumbuh bareng -- nonton ‘Iron Man’ pertama, gue masih SMA, sekarang sudah kerja.
Plus, musik score garapan Alan Silvestri yang begitu khas, ikonis, dan menggugah bagi siapapun penggemar Marvel yang mendengarkannya.
Gak ada cara yang lebih tepat selain tepuk tangan sembari menatap layar perak. Sambil mengusap air mata, juga boleh.