Sponsored
Home
/
Entertainment

Penyakit Kronis yang Diderita Netizen Indonesia: Jarang Piknik

Penyakit Kronis yang Diderita Netizen Indonesia: Jarang Piknik
Preview
Hani Nur Fajrina06 June 2018
Bagikan :

Uzone.id -- Pertama-tama, gue nggak pernah menyangka bahwa penyanyi dangdut seperti Via Vallen sanggup menginspirasi gue. Minimal, mendorong gue untuk menulis tulisan opini ini.

Jujur Mbak Vallen, gue nggak terlalu mendengarkan lagu-lagu sampeyan. Apapun yang sampeyan lakukan demi memperbanyak karya dan selalu jujur mah, gue dukung selalu. Di luar itu, ada satu hal yang gue yakin, bukan cuma gue aja tapi banyak netizen (waras) di Indonesia yang mendukung penuh Mbak Vallen yang berani memanfaatkan media sosial Instagram untuk secara terbuka mengungkap tindakan pelecehan.

Gue nggak akan bahas siapa itu terduga pelakunya atau ajakannya seperti apa, karena pasti warga Indonesia (khususnya netizen) sudah tahu kronologinya.

Via Vallen selain menyandang status sebagai penyanyi dangdut, dia adalah netizen, sama seperti kita juga. Dia hobi memposting foto atau video di media sosial, termasuk akun pribadi Instagramnya. Memang, menjadi figur publik sembari aktif di dunia digital tandanya harus terima risiko bahwa akan banyak sekali orang-orang, termasuk fans, yang akan tidak sungkan melakukan interaksi langsung.

Media sosial seakan memudahkan jalur komunikasi -- meski searah -- antara penggemar dengan idolanya. Bahkan, lebih kejamnya lagi, antara haters dan orang yang menjadi sasarannya.

Namun, ada satu kategori lagi yang tampaknya butuh ditambahkan: antara tukang nyinyir dengan siapapun yang menurut mereka layak dinyinyirin.

Baca juga: Tenang Saja Via Vallen, Netizen (Waras) di Indonesia Mendukungmu

Ambil saja kasus Via Vallen ini yang masih hangat. Via Vallen mengunggah screenshot pesan dari lelaki yang bernada melecehkan ke postingan Instagram Story. Penyanyi dangdut 26 tahun itu bahkan nggak mengumbar secara jelas tentang identitas oknum tersebut. Dia murni memanfaatkan fungsi media sosial untuk bersuara.

Via Vallen, sebagai warga dari negara yang katanya demokrasi ini, merasa punya hak untuk menyampaikan suaranya sendiri. Kebetulan, di hari itu, dia bukan sedang mempromosikan calon legislatif yang bakal kampanye, atau mempromosikan usaha barunya biar kekinian. Bukan. Dia bersuara mengenai tindakan tidak senonoh yang baru dialaminya itu.

Buat apa? Untuk memberi informasi bahwa tindakan harassment alias pelecehan dapat menimpa siapapun, kapanpun. Untuk membuat orang lain menjadi lebih waspada. Untuk membuat netizen lain lebih mawas diri ketika berinteraksi dengan orang lain. Untuk membuat siapapun yang pernah mengalaminya, agar turut berani speak-up juga.

Semuanya demi menggerus aksi pelecehan.

Bagi yang logikanya cetek, mungkin saja bakal jawab untuk caper alias cari perhatian. Tapi, kok bisa-bisanya punya pikiran seperti ini? Kalau cuma cari sensasi, Via Vallen bisa saja secara terang-terangan zoom-in di bagian username oknum tersebut.

Menganggap tindakan yang dilakukan Via Vallen ini lebay, nggak ada faedahnya dan sok bijak menyarankan agar nggak perlu di-publish segala?

Wah… Melihat beragam komentar para netizen yang terhormat dengan nada seperti itu, gue cuma bisa mengelus dada, lalu beranjak berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar memberi ilham kepada para pelaku teknologi untuk segera menciptakan fitur tabok secara virtual.

Geram gue!

Kalian para netizen yang terhormat, pernah baca nggak sih, minimal kasus pelecehan seksual di Amerika, deh? Itu menjadi kasus yang berantai, lho. Sekilas, pernah baca kah nama Harvey Weinstein di judul-judul berita?

Weinstein selama ini dihormati banget di kalangan industri Hollywood sebagai produser dan pendiri perusahaan Miramax. Belum pernah dengar juga?

Miramax sejak dulu berhasil memproduksi banyak film terkenal dan melahirkan talent-talent muda yang sekarang sukses menjadi aktor dan aktris ternama. Setelah fokus di Miramax, Weinstein mendirikan The Weinstein Company. Sampai sini sudah sedikit paham, belum?

Bertahun-tahun Weinstein hidup di bawah puja-puji sineas, lembaga film, serta deretan penghargaan bergengsi. Kehidupan glamor itu lantas hancur dalam sekejap setelah puluhan orang -- mayoritas perempuan -- yang satu demi satu mengaku secara terbuka tentang aksi pelecehan yang selama ini ternyata Weinstein lakukan. Masih fokus baca, ‘kan?

Beragam pengakuan dari puluhan aktris yang pernah bekerja dengannya bak pukulan kencang bagi karier Weinstein. Hal ini bergulir sejak awal Oktober 2017 lalu, sampai akhirnya Weinstein dipecat dari perusahaannya sendiri, ‘diasingkan’ oleh Hollywood, dan berhasil ditangkap oleh aparat keamanan pada Mei kemarin.

Gara-gara kasus ini, Hollywood melahirkan kampanye #MeToo dan gerakan Time's Up untuk memerangi tindakan pelecehan dan kekerasan seksual masyarakat. 

Semua berawal dari aktris Rose McGowan dan Ashley Judd sebagai suara awal yang memberanikan diri berbicara secara terbuka tentang kasus yang menimpanya ini.

Kalian, wahai para netizen yang terhormat, kebayang nggak? Kebayang nggak, betapa kuatnya satu suara untuk membuka suara-suara lainnya yang selama ini terpendam?

Bisa-bisanya, di luar negeri korban pelecehan seksual didukung maksimal oleh lapisan masyarakat. Sementara di sini… baru memposting di Instagram Story aja bawaannya mau nyerang verbal mulu. Nyinyir tiada henti. Dibilang caper, dibilang manja, dibilang lebay. Untuk berempati aja nyaris mustahil rasanya, ya.

via GIPHY

Para netizen yang terhormat ini gue rasa memang kekurangan piknik. Sekali-kali gitu lho, nabung untuk jalan-jalan biar bisa lihat kehidupan di luar sana.

Nggak perlu ke Hollywood juga kalau memang keuangan pas-pasan. Bisa ‘kan, jalan-jalan ke luar kota atau road trip kecil bersama-sama teman-teman. Selain refreshing jiwa, raga, dan otak, kamu juga bisa istirahat dari kegiatan medsos sejenak.

Malas nabung tapi rajin beli pulsa demi kuota karena nggak bisa lepas dari medsos? Ya sudah, kamu bisa jalan-jalan di internet dengan membuka situs-situs segar. Mbok ya sekali-kali gitu… Buka artikel dan informasi yang berfaedah supaya wawasan bertambah, sudut pandang lebih cerah, dan pola pikir lebih terbuka lagi agar mengerti makna dari empati.

Niscaya, cara pikir kamu nggak akan sempit, mandek, dan cetek seperti sekarang biar nggak keseringan ngurusin hidup orang. 

Buruan, piknik! Bentar lagi musim mudik! #lho...

populerRelated Article