Ketika Piala Presiden Lebih Menggoda daripada AFC Cup
Laga perdana fase grup AFC Cup 2018 berakhir tak menyenangkan bagi dua wakil Indonesia, Bali United dan Persija Jakarta. Kedua tim sama-sama mengalami kegagalan usai dikalahkan oleh lawan-lawannya.
Bali United yang bermain di hadapan ribuan pendukungnnya di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Selasa (13/2/2018), kalah dengan skor 1-3 dari wakil Myanmar, Yangon United.Sedangkan, 'Macan Kemayoran' yang melawat ke Stadion Tan Sri Dato Hj. Hassan Yunos, kandang klub Malaysia, Johor Darul Takzim (JDT), tak dapat berbuat banyak. Skuat arahan Stefano Cugurra ini dihantam JDT tiga gol tanpa balas.
Memang, dalam sepak bola, kekalahan adalah hal yang biasa. Akan tetapi, kekalahan yang dialami wakil Indonesia tersebut patut dipertanyakan. Mengapa itu perlu dilakukan? Mengacu pada komposisi pemain yang diturunkan, Bali United dan Persija seperti ingin melepas laga perdana AFC Cup dengan menurunkan skuat lapis kedua.
Tentu saja, keputusan itu tak lepas dari jadwal padat, karena keduanya harus mengarungi dua ajang, AFC Cup dan Piala Presiden 2018, dalam waktu berdekatan. Memainkan skuat yang sama dalam tempo dua hari, bukan hal yang baik 'kan? Maka dari itu, rotasi menjadi jawaban terbaik yang sudah semestinya diambil oleh pelatih.
Namun, ada hal yang mengganjal dan mesti dipertanyakan kembali. Mengapa rotasi dilakukan ketika berlaga di AFC Cup, bukan saat bertanding di turnamen pramusim yang sejatinya untuk mencoba seluruh pemain yang ada? Jika memang karena alasan 'sayang sudah di partai puncak dan masih ada 5 laga di AFC Cup yang dapat dimaksimalkan', maka itu tak dapat dibenarkan.
Melepas satu laga di AFC Cup berarti menjauh satu langkah untuk melaju ke babak selanjutnya. Lebih-lebih, Bali United harus kehilangan poin kandang dengan begitu saja, yang membuat pendar mereka di kompetisi Asia semakin meredup. Pasalnya, mencuri angka tandang bukan perkara mudah bagi klub yang bermarkas di Pulau Dewata ini.
Menilik catatan musim lalu, tiga lawan Bali United di grup G, Yangon United, Global Cebu FC, dan FLC Thanh Hoa, sangat tangguh ketika bermain di kandang sendiri yang membuat peluang skuat asuhan Widodo untuk mencuri angka tandang semakin mengecil.
Untuk itu, meyapu 5 laga di fase grup AFC Cup tak semudah membalikan telapak tangan. Selanjutnya, Bali United dan Persija mesti pikir-pikir lagi untuk melepas satu angka begitu saja di AFC Cup. Karena melepas angka berarti melepas kemungkinan untuk melaju ke babak selanjutnya.
Tapi, toh semua telah berlalu, predikat untuk mendapatkan gelar juara Piala Presiden 2018, yang didambakan, semakin dekat. Predikat yang tentu lebih bergensi ketimbang ‘pemenang’ di laga perdana AFC Cup.
Predikat yang sudah dipastikan melekat selamanya, sebagai juara Piala Presiden. Mirip dengan Persib Bandung. Kendati sudah kandas dari babak penyisihan grup Piala Presiden 2018, nama Persib toh akan selalu dikenang sebagai juara pertama turnamen pramusim ini.
Selain karena predikat tersebut, hadiah yang besar tentu sangat menggiurkan. Klub yang dapat memenangi laga final nanti akan mendapatkan uang tunai sebesar Rp 3,3 miliar dan yang kalah Rp 2,2 miliar. Tentu, hal ini tak dapat dilepaskan begitu saja. Kendati kedua klub menyangkal bila hadiah menjadi alasan untuk melepas AFC Cup, tapi anggapan mengejar uang akan terus berseliweran.
Kesalahan-kesalahan Bali United dan Persija tersebut tentu juga tak lepas dari jadwal pertandingan Piala Presiden 2018 yang disusun oleh steering committee. Sejatinya, steering committee mesti mempertimbangkan jadwal pertandingan kompetisi Asia yang sudah dikeluarkan AFC lebih dulu.
Tujuannya, untuk menghindari jadwal yang padatnya tak karuan. Masa iya, satu tim mesti melakoni dua laga dalam tempo waktu dua hari di dua ajang yang berbeda.
Terlepas dari siapa yang nantinya berlaga di babak final, steering commite sedari awal sudah menyadari bahwa dua kontestan Piala Presiden akan berlaga di kompetisi Asia. Benturan-benturan terkait jadwal ini seakan mengakar di sepak bola Indonesia. Jadwal kompetisi yang disusun operator pun kerap berbenturan dengan FIFA Match Day.
Hal tersebut tentu sangat merugikan klub yang mengikuti kompetisi, terlebih ada pemain ini yang mesti memperkuat Tim Nasional. Kendati sedikit berbeda konteks, tapi kerugian itu mirip-mirip dengan keadaan Bali United dan Persija saat ini.
Selain itu, steering committee Piala Presiden harus pula mengevaluasi sistem turnamen yang diterapkan, terutama sistem kandang-tandang yang dipakai di babak semifinal.
Jika memang sudah menerapkan laga hidup mati di satu tempat pada perempatfinal, maka alangkah lebih baiknya sistem semifinal pun demikian. Laga di Piala Presiden tak usah terlalu banyak karena turnamen pramusim lainnya sudah menanti, seperti Piala Gubernur Kaltim.
Memang, turnamen pramusim sejatinya diproyeksikan untuk mempersiapkan diri sebelum mengarungi kompetisi yang panjang. Tapi jangan lupa, turnamen pramusim di Indonesia, meminjam ucapkan pelatih PSM Makassar Robert Rene Alberts, selalu dijadikan ajang adu gengsi.
"Tidak ada di dunia ini, ada kompetisi pramusim sebelum liga utama, yang melibatkan tim-tim yang sama. Dan kalau kita mau tingkatkan sepak bola kita. Pramusim itu untuk membangun tim, untuk kick-off liga," sentil Rene, untuk siapa pun itu.