icon-category Lifestyle

Kisah Muslim Berdoa dan Berbuka di Sinagoge Tertua Afrika

  • 26 May 2019 WIB
Bagikan :

Afef Ben Yedder dengan hati-hati meletakkan sebutir telur bertuliskan impiannya di sebuah rongga di tembok Sinagog Ghriba, Pulau Djerba, Tunisia. Yedder berharap impiannya itu bisa terkabulkan biarpun dia seorang Muslim.

Nama Sinagoga Ghriba sendiri diambil dari sebuah legenda masyarakat lokal. Konon, seorang anak perempuan pernah terbunuh karena tersambar petir di tempat ibadah itu. 

Sejak itu, warga Yahudi percaya bahwa orang-orang yang berdoa di sana, permintaannya akan dikabulkan.

Salah satu peziarah rutin asal Prancis, Laura Touil Journo, mengatakan, "Siapa pun yang datang ke sinagoge ini--umat Muslim, Yahudi, hingga Katolik--boleh berdoa di sini."

Lima tahun lalu, Yedder mengaku pernah berkunjung dan berdoa di sinagoge tertua di Afrika itu. Doa-doanya tak lama terkabulkan. 

"Saya pernah berdoa untuk seorang teman yang tengah mengalami kesulitan memiliki keturunan saat itu. Dan sekarang, dia telah memiliki seorang anak laki-laki berusia tiga tahun," kata perempuan itu sambil tersenyum kepada AFP, Rabu (22/5).

Melanjutkan kisahnya, ia berkata, "Saya juga pernah berdoa untuk hal lain yang tak ingin saya sebutkan dan itu juga menjadi kenyataan."

Kali ini, Yedder kembali ke Sinagog Ghriba bersama Karen, teman kecilnya yang beragama Yahudi. Mereka dipersatukan kembali via Facebook setelah terpisah sejak remaja karena Karen pindah ke Prancis.

Kisah Muslim Berdoa dan Berbuka di Sinagoge Tertua AfrikaWarga Yahudi percaya bahwa orang-orang yang berdoa Sinagoge Ghriba, permintaannya akan dikabulkan. (AFP Photo/Fathi Nasri)

Selain berdoa, ziarahnya kali ini dimanfaatkan untuk bernostalgia, mengingat masa kecil mereka yang dihabiskan bersama di sebuah distrik di Tunisia.

Di distrik tersebut, Yadder dan Karen hidup bersama dengan tetangga-tetangga lainnya yang juga merupakan umat Muslim, Yahudi, dan Kristen.

Ziarah Yedder tahun ini ke Sinagog Ghriba juga bertepatan dengan bulan suci Ramadan.

Para umat Muslim dan Yahudi di daerah itu juga saling berbagi makanan cepat saji, menikmati momen buka bersama pada Rabu malam itu.

Momen itu disebut sebagai simbol hidup bersama di tengah keberagaman yang ingin coba dipromosikan Tunisia.

Yedder bukan lah satu-satunya Muslim yang berziarah ke sinagoge tersebut. Ada beberapa penganut Muslim lainnya di antara ribuan pengunjung sinagoge pada hari itu.

Mereka sempat kaget lantaran diminta untuk melepaskan alas kaki ketika masuk ke tempat suci tersebut.

"Kami tidak sedang berada di masjid kan?" kata salah satu umat Muslim yang ikut rombongan itu sambil tertawa.

Menurut sejarawan Perancis, Dominique Jarasse, semakin banyak umat Muslim yang berziarah ke sinagoge di Tunisia, terutama Sinagog Ghriba, selama 15-20 tahun terakhir.

[Gambas:Video CNN]

Hal itu, kata Jarasse, disebabkan oleh situasi politik belakangan yang terus memanas hingga menyinggung ranah agama sehingga orang-orang ingin menunjukkan toleransi dan hidup berdamai antar-umat.

Jumlah umat Yahudi di Tunisia terus turun secara signifikan. Sebelum Tunisia merdeka dari Prancis sekitar 1956, umat Yahudi di negara Afrika Utara itu mencapai 100.000 orang. Kini, umat Yahudi tercatat berjumlah 1.500 orang yang sebagian besar tinggal di Djerba.

"Untuk waktu yang lama, mereka (umat Muslim) hanya menjadi penonton. Namun, sekarang ada bentuk penerimaan, yang menghubungkan situasi politik dengan pariwisata-sehingga orang ingin menunjukkan betapa toleran Tunisia," kata Jarasse yang juga merupakan penulis buku tentang sinagoge-sinagoge tua di Tunisia.

Berita Terkait

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini