icon-category News

Kisah Pilu Eks Gadis Alexis

  • 02 Nov 2017 WIB
Bagikan :

Dengan diiming-imingi cash bon Rp 5 juta, MD, wanita asal Sukabumi yang menjadi korban perdagangan orang, rela pergi ke Jakarta. Juli 2010, MD diterima menjadi therapist spa Hotel Alexis Jakarta.

Awalnya, orang tua MD tidak mengizinkan putrinya untuk berangkat ke Jakarta. Namun, lantaran MD sudah terlanjur dijanjikan cash bon, MD meyakinkan orang tuanya, bahwa dia akan baik-baik saja.

Kesaksian MD di Pengadilan Negeri Sukabumi, tertuang dalam putusan Mahkamah Agung di laman resminya pada 18 Agustus 2011. 

Dua terdakwa dalam putusan itu, Hendrik Gozali dan Aditia Chandra bin Nurbaman, dinyatakan bersalah dan terbukti membantu memperdagangkan orang. 

MD mengaku menjadi salah satu korban mereka. Di kasus ini, Majelis Hakim yang terdiri dari Ketua Majelis Hakim Haryono, dan Salman Alfarasi serta Dony Dortmund sebagai hakim anggota memvonis Hendrik dengan 7 tahun bui, sementara Aditia, divonis 4 tahun 3 bulan bui.

Putusan itu juga memuat kisah MD, yang dipekerjakan di Alexis --dan bagaimana ia berusaha kabur dari tempat itu. 

Berlokasi di pinggir jalan kawasan Jakarta, MD dan korban lainnya berinisial N, bertemu dengan Hendrik. Mereka berdua langsung dibawa ke mess milik pria bernama Heri. 

"Bahwa selanjutnya saksi diperkenalkan oleh saksi Hendrik kepada saudara Heri sebagai agen yang menerima pekerja wanita di Hotel Alexis di Jakarta dan saudara Heri bertanya mau cash bon berapa dan di jawab oleh saksi (orang tua N), untuk saksi MD Rp 5 juta dan untuk saksi N Rp 10 juta," demikian isi putusan tersebut.

MD bercerita, ia harus melayani para tamunya di Alexis, dalam sebuah ruangan tertutup dengan kaca tembus pandang. Sinar lampu remang-remang turut melengkapi penderitaan MD.

"Di sana saya duduk bersama-sama dengan perempuan-perempuan lainnya dengan menggunakan pakaian yang seksi-seksi," kata MD, seperti tertuang dalam putusan tersebut. 

Selama tiga hari bekerja di Alexis, MD menerima 4 orang tamu. Dua dari mereka memaksa MD untuk berhubungan intim. 

"Bahwa saksi (MD) ketika tamu mengajak berhubungan intim telah berusaha menolak akan tetapi tamu tersebut mengatakan dia sudah dibayar dan saksi tidak bisa berbuat banyak karena bekerja di situ," tulis putusan tersebut.

MD beralasan, aturan itu sudah masuk dalam cara kerja Alexis. Jika mereka sudah dipilih oleh para tamu --termasuk sudah berbincang-bincang--, maka mereka semua harus melayani seluruh keinginan para tamunya, termasuk berhubungan badan. 

MD bersama N, lantas memilih untuk kabur dari tempat itu. MD memilih pulang ke Sukabumi. 

"Bahwa oleh karena saksi tidak tahan akhirnya saksi kabur ke Sukabumi bersama-sama N. Bahwa oleh karena saksi kabur maka disusul oleh saudara Dudu, orang suruhan saudara Hendrik untuk mengajak saksi kembali," tulis kutipan MA.

Mendapat ancaman, MD yang dirundung rasa ketakutan akhirnya menuruti perintah Dudu untuk kembali bekerja di Alexis. Namun, hal tersebut hanya berlangsung selama 2 hari. MD kembali kabur dari Alexis. 

Namun lagi-lagi, kali ini, Hendrik 'menjemput paksa' MD, dan mengancam MD dengan utang yang masih ia miliki lantaran MD memilih kabur. 

"Bahwa setelah itu saksi Hendrik datang ke rumah saksi mengatakan bahwa oleh karena saksi kabur maka saksi kena cas Rp 3.000.000, - dan membayar hutang sisa sebesar Rp 5.000.000, - tersebut oleh karena takut dan tidak punya uang maka saksi kembali ke Jakarta bersama Hendrik dan pacarnya," tulis kutipan MA.

Oleh karena perbuatan MD yang sudah 2 kali kabur dari Alexis, Hendrik memindahkan MD untuk dipekerjakan ke hotel lain di kawasan Jakarta. Di sana, MD dikenalkan dengan Eko, agen pekerja hotel tersebut. Cara kerjanya pun sama, MD harus kembali melayani tamu.

Namun, MD lebih memilih pulang ke Sukabumi. Ia membohongi pihak hotel dengan alasan ada kerabatnya di Sukabumi yang meninggal dunia.

Aditia kembali menjemput MD. Setibanya di Jakarta, polisi yang mengetahui aktivitas perdagangan orang itu, langsung menangkap Aditia dan mengamankan MD. 

Sejak 27 Oktober 2017, Pemprov DKI Jakarta secara resmi sudah menghentikan izin usaha Hotel dan Griya Pijat Alexis. Gubernur DKI Anies Baswedan beralasan penghentian izin usaha dilakukan karena menerima banyak laporan masyarakat terkait praktik asusila yang terjadi di tempat tersebut. 

Langkah ini juga untuk memenuhi janji kampanye Anies-Sandi yang akan menutup Alexis. Sebenarnya, Izin usaha Alexis sudah habis akhir Agustus. Dengan adanya putusan ini, maka Alexis sudah tidak bisa lagi beroperasi. 

Namun, pihak manajemen Alexis membantah adanya praktik prostitusi dan transaksi narkoba di tempatnya. Legal Staff and Corporate Affair Alexis Grup, Lina Novita, menegaskan selama ini tidak pernah ada praktik tersebut di griya pijat Alexis.

"Sampai saat ini di hotel dan griya pijat tidak pernah ditemukan pelanggaran, baik dalam bentuk narkoba maupun asusila," ujar Lina saat menggelar konferensi pers di Alexis, Ancol, Jakarta Utara, Selasa (31/10).

Lina menjelaskan, hotel dan griya pijat Alexis merupakan sebuah tempat usaha yang beroperasi sesuai perizinan dari Pemprov DKI. Menurut dia, perizinan yang dijadikan pegangan oleh Alexis dalam menjalankan usahanya sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Selain itu, manajemen Alexis saat ini juga tengah memikirkan formula pemberian pesangon bagi para pegawai Alexis. Lina mengatakan sebagai sebuah perusahaan, Alexis akan tetap memenuhi hak karyawan setelah izin usaha dihentikan.

"Kita sedang cari bersama jalan terbaik untuk kita dan pemerintah. Kami tidak ingin menyalahi aturan soal pesangon," tuturnya.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Tags : hotel alexis 

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini