Korban CPNS Palsu Harapkan Pengungkapan Kasus
Seorang berinisial SR (24) mengharapkan Komisi Pemberantas Korupsi dapat mengungkap kasus penipuan yang menimpanya.
SR adalah korban penerima surat keputusan calon pegawai negeri sipil palsu di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Pasalnya, dia telah mengeluarkan uang hampir Rp 130 juta, namun hingga kini tak kunjung menjadi PNS."Saya ingin uang saya kembali, karena saya enggak jadi PNS. Makanya, ketika mendengar kabar bahwa KPK mengusut kasus CPNS palsu ini, saya berharap itu bisa menjadi titik terang bagi para korban penipuan. Soalnya, orang yang melakukan penipuan juga sudah menghilang. Saya datangi ke rumahnya enggak ada," kata SR di Padalarang, belum lama ini.
Selain itu, dia pun mengharapkan agar Bupati Bandung Barat Abubakar dapat menunjukkan komitmennya dalam mendukung pengungkapan kasus CPNS palsu oleh KPK. Dukungan lain dari tokoh pendiri Komite Pembentukan Kabupaten Bandung Barat, Asep 'Ado' Suhardi, juga dinilai memerlukan pembuktian.
"Kalau memang benar (Ado akan membuka posko pengaduan bagi korban SK CPNS palsu-red), saya senang sekali. Namun, sampai sekarang kan enggak ada. Saya punya semua bukti kuitansi pembayaran untuk memperoleh SK CPNS itu," kata perempuan yang kini bekerja di Jakarta itu.
Dari informasi yang dihimpun, korban kasus dugaan penipuan CPNS itu berjumlah sekitar 230 orang. Dari ratusan orang yang menjadi korban itu, beberapa di antaranya merupakan keluarga TNI/Polri. Untuk mendapatkan SK CPNS (palsu) itu, para korban dimintai uang puluhan sampai ratusan juta rupiah, sehinggal total diperkirakan puluhan miliar dihasilkan dari penipuan itu.
Klarifikasi data
Belum lama ini, KPK mendatangi Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia KBB untuk klarifikasi data CPNS dalam kurun 2010-2015. Kepala BKPSDM KBB mengakui kedatangan KPK itu, bahkan Bupati Bandung Barat Abubakar menyatakan dukungannya kepada KPK untuk mengungkap kasusnya.
Setelah kedatangan KPK itu, kasus tersebut kemudian diadukan pula oleh sejumlah tokoh masyarakat di Bandung Barat kepada Komisi III DPR RI. Salah seorang di antaranya ialah Adung Mulyadi, mantan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia KBB. Adung mengaku bahwa pengaduan kepada DPR telah disertai sejumlah barang bukti. Dia berharap, DPR dapat ikut mengawal pengungkapan kasus tersebut.
"Kasus ini telah merugikan banyak orang. Uang yang disetorkan oleh para korban pun jumlahnya sangat banyak. Sayangnya, sampai sekarang kasus yang mencuat sejak 2016 itu masih belum terselesaikan. Mudah-mudahan ada perhatian dari DPR, jadi bisa mempercepat penuntasan kasus ini," kata Adung.***