Lothar Matthaus: Legenda Si Tukang Omong
Lothar Matthäus adalah sebuah pengecualian.
Di usia 19 tahun ia sudah ikut mempersembahkan trofi Piala Eropa 1980. Sepuluh tahun kemudian ia memimpin Jerman Barat menyabet gelar Piala Dunia untuk ketiga kalinya. Di level klub ia mengoleksi tujuh gelar Bundesliga, dua piala UEFA, dan satu Seri A Italia, di samping gelar domestik lainnya.Sebagai pemain ia menjadi Pemain Terbaik Jerman dua kali (1990, 1999), dan menjadi pemain pertama yang menerima penghargaan Pemain Terbaik Dunia versi FIFA yang baru pertama kali diberikan pada 1990. Maradona menyebutnya sebagai lawan terkuat yang pernah ia hadapi. Di Jerman, pamornya hanya kalah dari “Der Kaiser” Franz Beckenbauer sendiri.Banyak Omong
Lahir pada 21 Maret 1961, Matthäus besar di Herzogenaurach, sebuah kota kecil di sebelah utara Bavaria. Menurut Kuper pada 1961 Herzogenaurach memiliki populasi kurang dari 20 ribu penduduk dan hanya dikenal karena dua hal, yakni Puma dan Adidas yang berkantor pusat di sana.
Kedua orang tua Matthäus bekerja di Puma. Sang ayah, Heinz Matthäus, bekerja sebagai pesuruh, sedangkan sang ibu, Katherina, mengerjakan jahitan panel kulit bola di rumah.Pada 1979 Matthäus bergabung dengan Borussia Mönchengladbach. Satu tahun kemudian ia dipanggil skuat timnas senior Jerman Barat berlaga di Piala Eropa 1980. Ia melakukan debutnya ketika Jerman bertanding melawan Belanda di babak grup. Namun, menurut pengakuannya, debut yang sesungguhnya baru terjadi pada Piala Dunia 1986. Saat itu Jerman Barat melaju ke final menghadapi Argentina. Oleh Beckenbauer, Matthäus diperintahkan untuk mengawal pergerakan Maradona. Jerman menyerah dengan skor 3-2. Empat tahun kemudian di Piala Dunia 1990 yang berlangsung di Italia, Matthäus menjadi kapten, dan berhasil membalas dengan mengalahkan Argentina 1-0.Tak diragukan ini merupakan puncak penampilan sekaligus pencapaian Matthäus. Akan tetapi, reputasi gemilang di lapangan ini dibarengi pula oleh reputasi lain di luar lapangan. Matthäus terkenal sebagai orang yang tak bisa menjaga lidahnya. Itu mengapa meski dikagumi, Matthäus tak pernah menjadi orang yang disukai.Reputasi itu sudah sedari awal menempel pada Matthäus. Pada 1980, Ribbeck, asisten pelatih Jerman Barat pernah berkomentar mengenai itu.“Bahkan ketika kami sedang mendiskusikan rencana makan, ia terus nyerocos,” ujarnya seperti dikutip Guardian.Sebetulnya banyak pemain bola yang suka omong. Salah satunya adalah Johan Cruijff. Namun, yang membedakan Matthäus dengan pemain legendaris Belanda itu adalah isi dari omongannya itu.Matthäus punya kebiasaan membicarakan hal yang buruk-buruk tentang rekan setimnya dan membocorkan pembicaraan internal tim kepada media. Kebiasaannya ini membuat dirinya bertengkar dengan hampir semua orang.Salah satu yang terkenal adalah perseteruannya dengan Jurgen Klinsmann dan pelatih Jerman, Berti Vogts. Pertengkaran yang bertahan sampai bertahun-tahun itu terjadi saat Piala Dunia 1994. Saat itu, Jerman terhenti di perempat final setelah obrolan di kamar ganti muncul di tabloid terbesar Jerman, Bild. Hal itu membuat Klinsmann dan Vogts berang.Setelah insiden itu, Klinsmann menjadi kapten tim Jerman menggantikan Matthäus yang mengalami cedera parah usai Piala Dunia 1994. Namun, saat ia hendak kembali tampil pada Piala Eropa 1996, Matthäus menuduh Klinsmann sengaja menghalang-halangi usahanya tersebut.“Bermain bersama dengannya [Matthäus] sudah tidak mungkin lagi,” ujar Vogts waktu itu sebagaimana dikutip Independent.Ucapan Rasis dan Seksis
Selain omongan-omongannya di dunia sepakbola, Matthäus beberapa kali membuat marah orang-orang terkait komentar-komentarnya yang dianggap rasis dan seksis. Ia, misalnya, pernah tertangkap kamera berkata pada seorang turis Belanda yang membuatnya jengkel: “Kau terlewat di masa Adolf [Hitler].”
Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.
Editors' Picks
Most Popular
Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini