Sponsored
Home
/
Sport

Manuel Locatelli, Contoh Masih Ada Hati di Sepak Bola

Manuel Locatelli, Contoh Masih Ada Hati di Sepak Bola
Preview
wiwidbola08 January 2017
Bagikan :

Tanggal 2 Oktober 2016. AC Milan menyamakan kedudukan menjadi 3-3 dalam laga pekan ke-7 Serie A melawan Sassuolo. Sang penjebol gawang Sassuolo, Manuel Locatelli, merayakan golnya dengan menangis sambil dipeluk rekan setimnya.

Beralih ke 23 Desember 2016. Milan sukses menjuarai Piala Super Italia dengan mengalahkan Juventus 4-3 (1-1) lewat adu penalti.

Lagi-lagi Locatelli kedapatan mewek saat merayakan kesuksesan Milan bersama staf dan pemain lain.

Komentar yang langsung muncul mungkin: ini anak kecil cengeng betul. Sedikit-sedikit menangis.

Tetapi, kalau menyimak latar belakang Locatelli, barangkali bisa dimengerti apa yang dirasakan olehnya pada dua kejadian di atas.

Locatelli adalah produk akademi Atalanta, namun sudah pindah ke Milan saat masih berusia 11 tahun.

Locatelli berkembang melewati setiap kategori umur tim junior Milan. Dari Esordienti hingga Primavera.

Locatelli bergabung ke Milan pada masa-masa terakhir kejayaan I Rossoneri.

Setelah itu, dia tumbuh dengan melihat Setan Merah terpuruk dari tahun ke tahun.

Bayangkan perasaannya saat Locatelli berhasil menembus tim utama Milan pada 2015-2016.

Manuel Locatelli tentu merasa bangga bisa ikut menjadi bagian dari sebuah tim yang mencoba membangkitkan kejayaan klub kesayangannya. Dua tangisannya di atas pun wajar.

Tangisan pertama adalah luapan emosi untuk keberhasilan mencetak gol pertama bagi Milan.

Sedangkan tangisan kedua juga luapan perasaan menyambut keberhasilan meraih trofi setelah bertahun-tahun melihat klub kesayangan terhina.

Locatelli adalah contoh pemain yang merasa begitu terikat dengan klubnya. Pemain yang mau melakukan apa saja asal bisa mengenakan baju klub kebanggaan.

Pemain yang tidak tahu bagaimana cara merayakan keberhasilan kecuali dengan menangis bahagia.

Pemain yang merumput di atas lapangan demi dan dengan hati. Pemain yang tidak memikirkan hal lain kecuali memberikan yang terbaik buat tim.

Pemandangan Locatelli menjadi pengobat kegundahan melihat tren yang sedang terjadi di sepak bola internasional saat ini.

Semakin banyak pemain yang tidak lagi bermain demi hati, melainkan demi perut.

Ya, gelombang perpindahan pemain top ke Liga Super China barangkali memperlihatkan semakin brutalnya industri sepak bola.

Pemain dengan mudah "mengkhianati hati" mereka demi mendapatkan segunung uang.

Gelontoran yuan bisa-bisanya membuat Axel Witsel menampik ketertarikan Juventus dan lebih memilih bergabung ke Liga Super China.

Pun Oscar, yang pasti memutuskan pindah karena alasan gaji 25,5 juta dolar AS atau sekitar 340 miliar per tahun.

Bull**** kalau Witsel dan Oscar bilang mereka ke China demi mengembangkan karier.

Setuju dengan pendapat banyak pihak, bahwa Witsel dan Oscar telah mengorbankan karier demi uang.

Setuju pula dengan anggapan bahwa bagi pemain seperti Witsel dan Oscar, uang adalah segalanya.

Locatelli hanya bergaji 200 ribu euro atau sekitar 2,8 miliar per tahun. Bahkan, tidak sampai 1 persen dari bayaran Oscar.

Tetapi, dia memberikan upaya dan menunjukkan kecintaan kepada klub yang saya yakin lebih besar daripada apa yang akan diberikan Oscar pada klub barunya nanti.

Memang tidak ada kesalahan yang dibuat oleh Witsel dan Oscar. Transfer ke Liga Super China itu keputusan mereka yang tetap harus dihormati dan sesuai aturan main.

Belum tentu juga Locatelli akan terus seperti sekarang. Siapa tahu kelak dia juga akan menuntut gaji tinggi kepada Milan ketika sudah jadi pemain matang.

Akan tetapi, untuk sementara, senang melihat masih ada pemain yang menunjukkan punya hati di sepak bola. @dwiwidijatmiko

populerRelated Article