icon-category Technology

Mengapa Tidak Ada yang Istimewa dari Super App?

  • 16 Aug 2019 WIB
Bagikan :

Sebuah kajian berjudul China Internet Report 2019 dari South China Morning Post (SCMP) belum lama ini telah beredar di internet.

Kajian ini menyebutkan kebangkitan Cina sebagai negara adidaya di bidang teknologi dan inovasi. Perusahaan teknologi raksasa, seperti WeChat dan Bytedance, memimpin pergerakan ini dengan konsep-konsep baru.

Dengan sebutan “super app” dan “sosial+”, perusahaan-perusahaan tersebut menghadirkan fitur group buying (membeli produk secara bersama-sama demi mendapatkan penawaran menarik dibanding berbelanja sendiri-sendiri) dan streaming video di dunia e-commerce.

Cina disebut memiliki pengaruh besar. Laporan ini menunjukkan bagaimana sederet perusahaan di luar Cina mulai mengadopsi konsep-konsep baru tersebut. Di Asia Tenggara, Grab dan GOJEK juga ikut mengklaim sebagai pengelola super app.

Amazon meluncurkan Amazon Live, fitur live streaming dalam platform e-commerce miliknya. Facebook membuat Lasso, aplikasi video pendek yang terinspirasi oleh TikTok buatan Bytedance.

(Catatan: SCMP dimiliki oleh Alibaba, yang model dan produk bisnisnya jelas disebutkan juga dalam laporan ini).

China Internet Report 2019

Laman dari China Internet Report 2019

Sebagian besar isi kajian tampak akurat. Laporan ini dipublikasikan saat makin banyak perusahaan teknologi yang melirik Cina sebagai tempat mencari inspirasi dan model bisnis untuk ditiru. Bahkan di Asia Tenggara, tempat saya menghabiskan enam tahun terakhir setelah meninggalkan negeri tirai bambu, istilah “meniru Cina” jadi makin populer di kalangan startup kawasan ini.

Satu dekade lalu, orang masih mencari model bisnis dari Amerika Serikat untuk ditiru. Tetapi akhir-akhir ini, makin banyak orang mengimpor model bisnis dari Cina.

Chinese Internet Giants in Southeast Asia

Dari presentasi berjudul “Chinese Internet Giants in Southeast Asia” di Nomura China Investor Forum 2018 (slide milik penulis)

Meski penjabaran dalam laporan tersebut cukup lengkap, sayangnya sebagian besar bersifat deskriptif. Hanya ada sedikit analisis mengapa konsep-konsep itu berasal dari Cina.

Dalam tulisan ini, saya menggali super app lebih dalam, karena konsep tersebut makin populer di Asia Tenggara. Banyak media ramai membahas  topik ini, tetapi hanya sangat sedikit yang memberikan analisis fundamental.

Cina bukan pencipta konsep super app

Saya akan mulai dengan meluruskan mitos bahwa Cina memelopori konsep super app. Jika kamu sebaya dengan saya, kamu seharusnya pernah melihat super app sebelumnya. Sejarah selalu terulang.

Mari kita cermati tiga deskripsi perusahaan di bawah ini:

  1. Perusahaan A adalah layanan daring dari 1984 hingga 2001 yang menawarkan akses ke berbagai layanan jaringan, termasuk berita, cuaca, belanja, buletin, game, jajak pendapat, kolom pakar, perbankan, saham, perjalanan, serta berbagai fitur lain, kepada para pelanggannya.
  2. Produk buatan Perusahaan B adalah layanan internet mobile (berbeda dari internet nirkabel) yang populer di Negara B. Tidak seperti protokol aplikasi nirkabel, produk Perusahaan B mencakup berbagai standar internet yang lebih luas, termasuk akses web, email, dan jaringan packet switching untuk menyalurkan data. Pengguna Perusahaan B memiliki akses ke berbagai layanan seperti email, hasil olahraga, ramalan cuaca, game, layanan keuangan, dan pemesanan tiket. Konten disediakan oleh layanan khusus, biasanya dari operator seluler, yang memungkinkan mereka memiliki kontrol yang lebih ketat terhadap penagihan.
  3. Perusahaan C menyediakan atau pernah menyediakan portal web, mesin pencari, dan layanan-layanan terkait, termasuk direktori, email, berita, layanan keuangan, forum diskusi, tanya jawab, iklan, pemetaan daring, berbagi video, olahraga fantasi, dan situs media sosial. Pada masa jayanya, mereka adalah salah satu situs paling populer di Amerika Serikat.

Dari membaca deskripsi ini, ketiganya terdengar seperti super app yang kini kamu ketahui, bukan? Dan sebenarnya, ya, mereka adalah super app. Konsep ini telah ada sejak lama, karena sebenarnya hanyalah trik lama dalam strategi bisnis.

Super app muncul semata-mata karena alasan yang egois, bukan demi menciptakan pengalaman yang lebih baik untuk pengguna. Saya sudah berusaha memahami konsep super app. Dengan adanya anggapan bahwa super app pertama kali dikembangkan di Cina, saya telah mencari tahu apakah ini termasuk akibat perilaku unik para pengguna di sana.

Pada pertengahan 2000-an, ada suatu diskusi yang membahas bagaimana perilaku pengguna internet Cina berbeda dari negara-negara lain. Membandingkan situs web Cina dengan AS dari masa lalu secara sekilas akan membuat orang berpikir bahwa terdapat beberapa perbedaan dalam perilaku pengguna di negara masing-masing.

Pandangan ini masih ada, dan bahkan dibesar-besarkan oleh para konsultan merek internasional dengan memberikan layanan konsultasi UX dan lokalisasi konten demi menembus pasar Cina.

Sampi

Sumber foto: Sampi

Saya sebenarnya juga punya peran dalam praktik ini, dengan menghabiskan waktu yang sangat banyak hanya untuk melakukan panggilan konferensi dengan kantor pusat AS. Saya meminta sumber daya untuk mengubah produk yang dipasarkan secara lokal, karena pengguna Cina berperilaku berbeda.

Tetapi sebenarnya, perilaku para pengguna di Cina tidaklah berbeda. Mereka terlihat lain hanya karena pasar di Cina berada pada tahap perkembangan yang berbeda.

Desain situs web Cina dan “Barat” ujung-ujungnya menyatu, karena pada dasarnya perilaku pengguna tidak jauh berbeda pada beragam kultur atau pasar. Terlepas dari asalnya, pengguna ingin menemukan informasi dengan mudah dan cepat. Mereka mencari pengakuan sosial terhadap situs web dan aplikasi yang bisa dimuat dengan cepat.

“Ketika mendefinisikan perbedaan antara budaya Timur dan Barat, dianjurkan untuk tidak memiliki prasangka apa pun. Kami kadang-kadang mendengar bahwa, misalnya, pengguna internet dari Cina daratan menyukai halaman muka yang lebih ramai, atau memiliki toleransi lebih tinggi untuk desain yang buruk, ”kata Daniel Szuc, pendiri konsultan penelitian UX yang berbasis di Hong Kong, Apogee.

“Sebagian besar adalah mitos, dan berdasarkan penelitian kami, kami menemukan bahwa para pengguna Cina menghargai desain sederhana yang diciptakan dengan tujuan tertentu seperti halnya pengguna Barat.

“Kami juga memperhatikan bahwa para pengguna Cina daratan memiliki kemauan untuk mengutak-atik atau mencari cara demi mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Mereka mungkin bersedia menghabiskan lebih banyak waktu melakukan ini untuk mencapai tujuan masing-masing, tetapi apakah itu berarti mereka senang dengan hal itu? Mungkin tidak, tetapi mereka tampaknya punya lebih banyak kesabaran dalam menghadapi produk buruk.”

Ada alasan bagus mengapa portal seperti Yahoo dan AOL akhirnya dibundel menjadi media vertikal. Alasan yang sama juga membuat grafik penjabaran beragam layanan Craigslist jadi terkenal.

Sulit untuk melakukan begitu banyak secara bersamaan, sambil memberikan pengalaman terbaik dan konsisten bagi para pengguna di semua lini produk dan layanan.

Ini juga jadi alasan di balik perusahaan tumbuh, berkembang, dan pada akhirnya harus kehilangan sebagian dari bisnisnya karena kalah oleh startup. Konsep ekonomi Creative Destruction yang digagas Schumpeter berlaku sepenuhnya di sini:

Creative destruction Schumpeter

Sumber foto: Andrew Parker

Taobao milik Alibaba adalah super app perdana di bidang e-commerce. Pada akhirnya, Taobao harus merombak dirinya sendiri dengan membentuk Tmall agar dapat fokus pada audiens yang lebih premium.

Dalam beberapa tahun terakhir, baik Taobao dan Tmall telah dominasinya karena Xiaohongshu (yang menarget audiens wanita premium) dan Pinduoduo (yang menarget masyarakat berpenghasilan lebih rendah, pemburu barang murah). Dua perusahaan rintisan ini berhasil menang karena fokus melakukan beberapa hal yang telah ditargetkan dengan sangat baik.

Kenyataan ini mungkin membuatmu makin sulit memahami kenapa super app ada, setidaknya sampai kamu bertanya pada diri sendiri: Bagaimana jika super app sebenarnya ada bukan untuk memberikan pengalaman lebih baik untuk pengguna, tetapi semata-mata karena alasan bisnis yang egois?

Super app modern memang berasal dari Cina, tetapi bukan karena alasan yang kamu pikirkan

Ekosistem internet Cina memang unik dalam banyak hal, tetapi terutama karena saluran akuisisi pelanggan dan distribusi daring yang relatif sedikit. Saluran distribusi daring yang sedikit juga jadi penyebab pamor profesi growth hacking, atau akuisisi pengguna daring, tidak setenar dibandingkan di Silicon Valley, Eropa, atau pada tingkat yang lebih rendah, Asia Tenggara.

Seluruh topik memerlukan diskusi tersendiri, tetapi pada dasarnya bermuara pada hal-hal berikut:

  1. Tidak ada distribusi berekor-panjang (long tail distribution): Ketersediaan jaringan iklan relatif sedikit.
  2. Para pemain utama menciptakan oligopoli: Dua portal (Sina dan Sohu), bersama dengan Bytedance, Tencent, dan Baidu, menguasai sebagian besar saluran media daring.
  3. Baidu tidak bertindak seperti Google, karena praktik SEO telah lama mati di Cina: Tidak pertumbuhan pengguna secara organik dengan mengandalkan mesin pencari.

Dengan ketiga alasan ini, perusahaan teknologi hanya memiliki sedikit–jika bukan nol–pilihan untuk memperluas skala bisnis daring di Cina. Oleh karena itu, seharusnya bukan hal mengejutkan bahwa salah satu saluran akuisisi pelanggan terbesar (dan paling populer) di negara ini adalah dengan memberikan uang gratis (melalui subsidi):

  • WeChat ? hongbao (amplop merah).
  • Didi ? subsidi pengemudi dan penumpang.
  • Ofo/Mobike ? subsidi pengendara.

Memberi uang secara gratis adalah strategi akuisisi pelanggan yang mahal dan berisiko (tengok saja nasib yang menimpa Ofo). Setelah dilakukan, perusahaan di Cina ingin mengoptimalkan para pengguna yang baru diakuisisi. Hal terakhir yang ingin mereka lakukan memberi uang lagi kepada orang-orang agar mereka mengunduh aplikasi lain.

Di sinilah strategi super app berperan.

Berikan uang gratis ? dapatkan pengguna untuk mengunduh aplikasi ? perkenalkan pengguna dengan layanan dan produk baru dalam aplikasi yang sama ? “app-in-app” atau “mini apps

Pada dasarnya, aplikasi induk itu sendiri menjadi saluran distribusi baru untuk perusahaan. Jika kamu berpikir pengguna Cina menikmati sepuluh lapisan dalam aplikasi untuk menggunakan layanan tertentu, maka kamu terlalu naif.

Ini semua dilakukan agar perusahaan dapat menghasilkan banyak uang dengan pengeluaran lebih sedikit untuk mengakuisisi pelanggan. Setelah mengeklik pop-up lain di aplikasi Grab, misalnya, hal terakhir yang diinginkan pengguna adalah berhadapan lagi dengan pop-up di aplikasi GrabFood.

Strategi ini bisa berhasil di Asia Tenggara yang sedang berkembang, tetapi tidak di kawasan lain

Para penduduk Singapura, Malaysia, dan Filipina, di Asia Tenggara mahir berbahasa Inggris. Mereka tidak punya masalah saat mengonsumsi media global berbahasa Inggris.

Perusahaan-perusahaan di ketiga negara tersebut punya akses ke jaringan iklan dan saluran distribusi yang menjangkau pemirsa global berbahasa Inggris. Singapura bahkan berkembang jauh lebih awal dan merupakan anomali dalam banyak hal di Asia Tenggara.

Sekarang, Asia Tenggara adalah Cina selanjutnya. Tidak ada jaringan iklan yang layak. Portal-portal lokal, beserta Facebook dan Google, mendominasi media daring. Itulah sebabnya mengapa super app seperti Grab dan GOJEK meniru strategi di Cina, membangun saluran akuisisi pelanggan masing-masing.

Konon, ini hanya sebagian dari cerita. Dengan pergumulan dan pengawasan ketat terhadap Uber dan Lyft sebelum keduanya melakukan penawaran saham pada publik, perusahaan seperti Grab dan GOJEK telah berpaling ke arah narasi super app saat hendak melantai di bursa saham suatu waktu kelak.

Perombakan super app dalam 10 hingga 20 tahun

Super app di Cina dan Asia Tenggara didorong oleh pasokan (push), bukan ditarik oleh permintaan (pull). Dengan kata lain, konsep super app ada karena melayani tujuan bisnis, bukan karena tuntutan pengguna. Pengguna lebih suka pengalaman terbaik, dan ini hanya mungkin dengan mengurangi ruang lingkup daripada mencoba melakukan segala sesuatu dalam satu aplikasi.

Super app seperti siklus naik dan turun. Bersamaan dengan kita mengarungi perkembangan internet dalam beberapa dekade mendatang, kita mungkin bakal melihat sejarah terulang kembali, serta dan menyaksikan super app modern terpisah-pisah ketika pengguna menjadi lebih canggih dan cerdas.

Terima kasih sudah membaca.

Ini adalah versi yang telah diedit dari artikel yang pertama kali diterbitkan di Medium.

(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Fairuz Rana Ulfah sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Iqbal Kurniawan)

This post [OPINI] Mengapa Tidak Ada yang Istimewa dari Super App appeared first on Tech in Asia.

The post [OPINI] Mengapa Tidak Ada yang Istimewa dari Super App appeared first on Tech in Asia Indonesia.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini