Mengenal Suku Sentinel, Suku Paling Terisolasi di Dunia
Suku Sentinel terkenal sebagai suku yang benar-benar paling terisolasi di dunia. Mereka memilih untuk berkumpul dan berburu di pulau. Hidup jauh dari modernisasi dan menolak untuk berkomunikasi dengan orang-orang dari luar pulau mereka.
Orang-orang Sentinel tinggal di Pulau Sentinel Utara yang memiliki luas sekitar 60 kilometer persegi. Pulau ini merupakan bagian dari kelompok Kepulauan Andaman Nikobar di Samudra Hindia. Di sekitar sana ada objek wisata terkenal bernama Wandoor di Andaman Selatan, yang jaraknya sekitar 36 kilometer dari Sentinel Utara.Secara administratif, Kepulauan Andaman dan Nikobar masuk dalam wilayah persatuan India. Ibu kota wilayah ini adalah kota Port Blair di Andaman, sekitar 60 kilometer dari Pulau Sentinel Utara.
Para antropolog menyakini kalau Orang Andaman berasal dari Afrika yang bermigrasi ke Andaman ribuan tahun lalu. Atlas Obscura menggambarkan fisik mereka sebagai berkulit gelap seperti orang Afrika dan memiliki rambut peppercorn, rambut seperti orang Afrika yang terlihat seperti butiran jagung. Mereka tidak mengenakan kain tapi menggunakan dedaunan, benang dari serat, dan bahan lainnya.
Dalam tulisan dari M. Sasikumar yang diterbitkan oleh Journal of the Anthropological Survey of India, orang Sentinel memilih untuk tetap terisolasi karena mereka mengalami kekejaman masa lalu yang diberikan kepada mereka oleh 'orang asing' yang beradab.
Hingga hari ini, suku Sentinel mempertahankan independen, menolak semua upaya dari orang yang berusaha terlibat dan mengontak mereka. Suku Sentinel teguh menentang semua upaya yang dilakukan pemerintah kolonial dan pasca-kolonial dengan menahan kehadiran siapa pun dengan kekuatan senjata busur, panah, dan kapak.
Di tahun 1956, pemerintah Andaman dan Nikobar mengeluarkan amandemen untuk melindungi suku yang berada di Kepulauan Andaman dan Nikobar dan menyatakan seluruh Pulau Sentinel Utara sebagai cagar alam (Andaman and Nicobar Protection of Aboriginal Tribes Regulation).
Upaya mengenalkan suku Sentinel dengan dunia luar, pernah dilakukan oleh pemerintah kolonial Inggris. Sejak 1858, Inggris mencoba menenangan masyarakat suku pedalaman yang tinggal di Andaman dan Nikobar, termasuk suku Sentinel. Cara yang dipakai adalah menculik beberapa anggota suku, lalu membawa mereka ke Port Blair dan memperlakukan mereka dengan baik. Inggris berharap sikap ramah ini bisa membawa mereka bisa berteman dengan suku yang sebelumnya bermusuhan. Cara ini telah dilakukan oleh Inggris sejak lama.
Portman, petugas kolonial yang ditempatkan di Andaman, melakukan upaya pertamanya untuk berteman dengan orang Sentinel pada 1880. Dia mendarat di pulau dengan prajurit bersenjata lengkap. Kala itu, orang-orang Sentinel hilang dari hutan, meninggalkan tempat tinggal mereka. Beberapa hari kemudian, prajurit Portman menemukan sepasang lelaki dan perempuan tua serta empat anak kecil. Portman membawa mereka ke Port Blair.
Sayangnya, pasangan tersebut meninggal setelah sampai di Port Blair lantaran terserang penyakit. Namun, Portman mengembalikan anak-anak itu ke Pulau Sentinel Utara dan diberikan banyak hadiah. Setelah ini, orang-orang Sentinel tidak pernah terlihat lagi di luar Pulau Sentinel Utara.
Beberapa antropolog lain juga pernah pergi ke sana, seperti antropolog TN Pandit asal India yang berkunjung di tahun 1967 dan 1991. Lalu tahun 2014, tim dari Andaman Adim Janjati Vikas Samithy (AAJVS) melakukan pengamatan dari udara setelah melihat adanya asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan.
Pada tahun yang sama, sirkumnavigasi (pengamatan dengan cara mengelilingi pulau) dilakukan di sana. Pengamatan ini menunjukkan bahwa Suku Sentinel tidak terpengaruh oleh kebakaran tersebut dan mereka terlihat seperti orang-orang yang sehat tanpa tanda-tanda obesitas.
Di tahun 2004, mereka juga berhasil selamat dari bencana tsunami yang berdampak buruk pada pulau-pulau di Samudra Hindia, yang juga melanda Aceh.
Segala upaya mempelajari kehidupan suku Sentinel ini tidak mudah karena mereka sangat tertutup pada orang asing. Bahkan, siapa pun yang memaksakan diri untuk masuk ke pulau mereka bisa mengalami nasib naas seperti John Allen Chau, misionaris Amerika Serikat yang meninggal pada November 2018. Ia dibunuh dengan menggunakan tombak atau panah.
Selain Chau, dua nelayan India dibunuh pada 2006 setelah mereka terdampar di Pulau Sentinel Utara.
Orang Sentinel juga akan memanah helikopter yang terbang di atas pulau mereka. Karena itu, Angkatan Laut India memberikan batas aman sejauh 4,8 kilometer dari Pulau Sentinel Utara dan batas tersebut tidak boleh dilalui oleh siapapun.
M. Sasikumar menuliskan, suku Sentinel memiliki senjata berupa panah, tombak, dan kapak. Panah mereka memiliki ujung yang terbuat dari besi, dan tidak diketahui dari mana mereka mendapatkan besi tersebut. Ia juga menuliskan kalau Suku Sentinel adalah kelompok pemburu dan peramu yang mencari ikan dan berburu hewan dan hidup di gubuk-gubuk yang nampaknya tidak permanen.
Belum diketahui apakah suku Sentinel bisa membuat api atau tidak. Tidak ada yang mengetahui pula seperti apa bahasa mereka dan apakah ada orang lain yang bisa memahami bahasa mereka. Berapa jumlah penduduknya juga tidak diketahui, meskipun ada yang menduga sekitar 50 hingga 100 orang.
Satu-satunya upaya yang dianggap berhasil untuk mendekati orang Sentinel dilakukan oleh antropolog, termasuk TN Pandit pada 1991. Para antropolog berdiri di air setinggi pinggang dan memberikan kelapa kepada anggota suku yang kemudian tersenyum. Momen indah ini berhasil didokumentasikan dalam foto.
TN Pandit, yang juga pernah berkunjung ke Pulau Sentinel Utara pada 1967, berkata kepada The New York Times bahwa orang-orang di luar Pulau Sentinel Utara harus membiarkan kelompok tersebut untuk tetap di sana dan tidak mengusik.
"Dia tidak ingin apa-apa darimu. Kita yang datang pada mereka,” kata Pandit. “Mereka curiga kita tidak punya maksud baik. Itulah mengapa mereka menolak (orang asing)."