icon-category News

Menu Ayam Kecap Tak Mampu Obati Kerisauan Korban Tsunami

  • 25 Dec 2018 WIB
Bagikan :

Nani (65) hanya duduk termangu dengan tatapan kosong saat CNNIndonesia.com menghampirinya di lapangan futsal yang dijadikan posko pengungsian korban tsunami Selat Sunda di Kecamatan Labuan, Banten, Senin (24/12).

Nani tahu sebentar lagi waktunya makan siang. Namun, Nani seolah tak peduli. Dia nampak tak berselera dengan harum masakan yang mulai berseliweran di lingkungan posko. Siang itu, Nani akan disajikan nasi putih, ayam kecap, dan tumis buncis.

"Enggak selera. Masih takut," ucap Nani.

Diketahui, Kemensos menyulap dua lapangan futsal menjadi lokasi pengungsian. Ada sekitar 200 orang yang tinggal di sana pascatsunami menerjang pada Sabtu lalu (22/12).

Pemandangan di sana nampak sibuk. Anak-anak bermain di lapangan yang lega. Orang orang tua banyak yang duduk termangu dengan tatapan kosong. Tidak sedikit juga dari mereka yang tidur.

Di samping lapangan, Kemensos mendirikan beberapa tenda yang difungsikan sebagai dapur umum. Terlihat beberapa bahan makanan tengah dimasak. Belasan petugas mondar mandiri menyiapkan 6 ribu porsi untuk para pengungsi di berbagai lokasi.

Di dekat meja yang digunakan untuk memasak, terpampang poster kuning bertuliskan menu yang akan disajikan.

Di sana tertulis, menu 24 Desember pagi adalah nasi putih, telur dadar, dan nasi goreng. Lalu menu makan siang adalah nasi putih, ayam kecap, orek tempe, dan nasi buncis. Kemudian menu makan malam yakni nasi putih telur balado dan mi goreng.

Tertulis pula menu untuk 25 Desember. Santapan pagi untuk pengungsi yakni berupa nasi putih, opor ayam, dan tempe orek. Menu siang adalah nasi putih, tumis jamur, perkedel kornet dan kerupuk. Pada malam hari, koki akan menyajikan nasi putih, sarden, mi goreng, tumis sawi, dan tahu goreng.

"Enggak mau makan. Nanti saja," kata Nani.

alt-imgPosko pengungsian warga Banteng usai tsunami Selat Sunda. (CNN Indonesia/Bimo Wiwoho)

Nani mengaku sudah tak punya rumah. Selama ini, dia tinggal bersama anak dan mantu serta cucunya. Akan tetapi, tsunami baru saja meluluhlantakkan rumah mereka.

Nani begitu cemas dengan hari esok. Dia mengaku tidak tahu bagaimana memulai semuanya lagi. Terlalu banyak kerisauan yang ada dalam benak sehingga Nani tak berselera dengan masakan dapur umum.

"Enggak tahu besok mau apa lagi. Sudah enggak punya rumah. Enggak pernah sampai kayak begini," ucap Nani.

Beberapa langkah dari Nani berada, Desi (43) bersama beberapa warga lainnya nampak terduduk. Dia tengah menunggu koki dapur umum selesai memasak makan siang untuk para pengungsi. Wajahnya nampak antusias.

"Iya lapar soalnya. Enggak tahu kenapa gampang lapar," ucap Desi seraya terkekeh.

Bagi Desi, yang sehari-hari berdagang makanan dan minuman di tepi pantai, menu tersebut sangat enak. Dia mengaku senang dapur umum cenderung berganti menu setiap harinya.

"Sebetulnya enggak tahu ya masakannya itu enak atau enggak. Tapi kalau kondisi sekarang, pasti enak enak aja buat kita," kata Desi.

"Iya kita sudah enggak punya rumah. Justru kalau dipikirin terus malah sakit nanti. Mendingan makan aja. Yang penting makan. Bersyukur masih selamat," kata salah seorang pengungsi di samping Desi.

Berita Terkait

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini