Mirip di Australia, Kominfo dan Dewan Pers Akan Atur Publisher Rights
(Foto: Charles Deluvio - Unsplash)
Uzone.id - Upaya Dewan Pers dan komunitas media menciptakan ekosistem dengan kompetisi yang adil (fair level playing field) melalui pengaturan hak penerbit (publisher rights) telah mendapat dukungan pemerintah.
Usman Kansong, selaku Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, akan mengatur ekosistem tersebut agar tercipta jurnalisme berkualitas yang sehat secara ekonomi.“Salah satu intervensi atau peran kita sebagai subjek adalah dengan menciptakan sebuah ekosistem yang melalui fair level playing field melalui publisher rights. Walaupun di dalamnya sebetulnya terkandung juga persaingan usaha atau monopoli,” kata Usman di acara 'Konvensi Nasional HPN 2022: Membangun Kedaulatan Nasional di Tengah Gelombang Digitalisasi Global', yang berlangsung secara hybrid dari Phinisi Room Hotel Claro, Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (07/02/2022).
BACA JUGA: Nah Loh, Meta Ancam Tutup Facebook dan Instagram di Eropa
Usman mengatakan, pemerintah saat ini sedang mendiskusikan secara serius mengenai aturan yang akan ditetapkan.
Apakah itu berbentuk Undang-Undang, revisi UU, Peraturan Pemerintah (PP) atau lainnya. Menurutnya, jika dilihat rezim publisher rights cukup luas.
"Apakah bersifat copyright atau lebih ke news bargaining code atau apa persaingan usaha? Masing-masing ada kelebihan sekaligus punya kelemahan,” ujar dia.
Di sini, pemerintah dan industri media perlu mendiskusikan lebih baik lagi apakah nanti akan memakai kedua aturan tersebut (kombinasi) atau penekanannya ke salah satunya.
“Sebab, apabila berbicara soal copyright, memang tantangannya akan besar karena platform global itu akan mengatakan, ‘Kami yang punya copyright dalam hal teknologi!’ Misalnya. Itu bisa menjadi argumen bagi mereka untuk katakanlah mendiskusikan secara lebih jauh atau mempersoalkan undang-undang ini,” jelas kata dia.
Agar aturan ini segera dibuat dan diterapkan, harus dirumuskan dengan sangat baik. "Dan sekarang ini sedang dirumuskan naskah kedua dari publisher rights, sekaligus naskah akademiknya,” tandasnya.
Model publisher rights atau news bargaining code kini sudah menjadi fenomena global.
Itu sudah diterapkan dalam News Media and Digital Platforms Mandatory Bergaining Code 2021 di Australia, Journalism Competition and Preservation Act di Amerika Serikat, dan Directive on Copyright in the Digital Single Market (CDSM) di Uni Eropa yang diadopsi oleh Perancis, Italia dan Denmark.
“Kemarin Staf Ahli Menkominfo juga mendapat pertanyaan dari kawan-kawan di Asia Tenggara seperti apa nasib publisher rights kita? Kelihatannya mereka pun sudah mulai mengintip Indonesia akan seperti apa dan bila Indonesia nanti mengundangkan ini, mereka saya kira akan juga segera mengikutinya. Ini betul-betul menjadi fenomena global,” kata Usman.
BACA JUGA: Profil Noice, Startup yang Disuntik Dana oleh RANS Entertainment
Pengaturan publisher rights, menurutnya, akan menciptakan sebuah ekosistem yang bersifat mandatory.
“Artinya obligation, jadi kewajiban atau obligatory. Bukan bersifat inisiatif atau kesukarelaan. Inilah letak pentingnya kenapa kita harus melakukan intervensi melalui peraturan undang-undang),” tandasnya.
Pemerintah sendiri berharap adanya undang-undang itu akan bisa menciptakan jurnalisme berkualitas yang sehat secara ekonomi.
“Ada revenue sharing di situ, nanti diatur data sharing, liability sharing yang transparan dan adil. Kemudian juga dari sisi jurnalisme, ada verifikasi pemberitaan, perusahaan media misalnya, kode etik nantinya betul-betul diterapkan. Saya kira ini akan menghasilkan jurnalisme berkualitas dan sehat secara ekonomi bila kita sudah mempunyai atau menciptakan sebuah ekosistem fair level playing field yang memadai melalui publisher rights,” ungkapnya.