MSG Bikin Bodoh, Gosip Atau Fakta?
Di kantor, rekan kerja membawa makanan ringan dalam kemasan. Entah rasa keju, ayam bakar, piza, bahkan sate. Anda nimbrung sambil mengunyah makanan ringan yang dibeli teman. Enak. Renyah. Rasanya menari-nari di lidah.
Beberapa menit kemudian muncul pertanyaan klise, “Duh! Ini snack pakai mecin, ya? Bikin bego, enggak?”Pertanyaan itu dilontar sambil mengunyah makanan ringan yang sedang dipertanyakan sehat tidaknya.
Monosodium Glutamat alias MSG alias vetsin, benarkah bikin seseorang menjadi bodoh?
“MSG terdiri dari sodium atau orang biasanya menyebut natrium dan glutamat. Ia salah satu komponen asam amino yang bermanfaat bagi tubuh,” terang dr. Marya W. Haryono, Mgizi, SpGK dari Rumah Sakit Umum Bunda, Jakarta.
Marya mengatakan glutamat salah satu komponen protein asam amino yang berfungsi sebagai zat pembangun tubuh.
Protein ada dua, esensial dan tidak esensial. Yang esensial, mau tidak mau harus dikonsumsi manusia. Protein yang tidak esensial bisa dibentuk tubuh dengan caranya sendiri. Salah satu protein yang tidak esensial: glutamat. Ia berfungsi sebagai bahan pembentuk antioksidan, pelindung saluran cerna termasuk usus manusia. Dalam MSG, memang terkandung glutamat.
“Porsi kandungan glutamat dalam MSG sangat tinggi, 70 sampai 80 persen. Sodium (garam) hanya 10 sampai 12 persen. Sisanya berisi air,” ungkap Marya di Jakarta, minggu lalu. Banyak ahli gizi dan tim medis telah meneliti berbahaya tidaknya MSG bagi kesehatan tubuh. Marya mengingat, di Jerman para peneliti berhasil memisahkan kadar glutamat dari gandum.
Tahun 1900-an, peneliti di Jepang mencermati sup yang cita rasanya sangat sedap. Rupanya, ada kandungan MSG dalam sup itu. Sensasi sedap yang muncul di lidah bersumber dari glutamat. Glutamat, kata Marya, merangsang sel-sel pengecap pada lidah, lalu menimbulkan rasa baru yang disebut Umami. Awam menyebutnya, gurih. Glutamat sifatnya mudah rusak. Maka, diciptakanlah teknologi untuk membuat glutamat lebih stabil (glutamat olahan).
Banyak yang kemudian mengira glutamat olahan itu tidak baik untuk kesehatan. Ada yang mengaitkannya dengan asma, kerusakan sel saraf anak, autisme, kanker, hingga membahayakan ibu hamil. Semua alasan ini bisa diterima karena khalayak khawatir terhadap efek yang ditimbulkan. Namun setelah dilakukan penelitian, hasilnya masih kontroversi.
“Banyak yang menyebut, MSG itu aman. Kalau tidak aman, tentu BPOM tidak mengizinkan pemakaian MSG. MSG dinyatakan sebagai zat adiktif yang aman selama dipakai dalam batas wajar. Beberapa literatur menyebut, pemakaian maksimal MSG 120 gram per kilogram berat badan. Ada pula yang bilang batas maksimalnya 750 gram. Tapi masa iya orang mengonsumsi MSG hingga tiga perempat kilogram? Kalau berlebihan maka rasa alami makanan akan berubah,” lanjutnya.
Pertanyaan yang kemudian muncul, apa sebenarnya manfaat dan efek samping penggunaan MSG? Dampak positif pemakaian MSG, menurut Marya, sebatas manfaat di lidah. Yakni, rasa pada makanan menjadi lebih gurih. Sementara efek samping MSG yang konon bisa menurunkan level kecerdasan, masih terus dikaji. Ada yang bilang, dalam jangka panjang, MSG akan tertimbun dalam tubuh kemudian merusak sel-sel saraf manusia. Dugaan ini pun masih terus diteliti.
“Padahal, secara fisiologis sel saraf juga menggunakan glutamat. Sel saraf (terutama otak) bisa menyeleksi mana bahan yang dipakai oleh tubuh dan mana yang tidak. Anggapan bahwa MSG bisa merusak kesehatan, belum terbukti,” beri tahu Marya seraya menambahkan, mengonsumsi atau tidak mengonsumsi MSG sebenarnya tergantung kebijakan setiap keluarga. “Kalau Anda ragu atau tidak yakin, lebih baik tidak menggunakan.”
Lagi pula, MSG bukan satu-satunya sumber glutamat. Selain tubuh bisa menghasilkannya sendiri, Anda bisa mengasup glutamat lewat bahan pangan alami. Misalnya tomat, udang, jagung, kentang, dan lain-lain. Terkait berapa banyak kandungan glutamat pada bahan alami itu, tidak bisa diprediksi secara spesifik. Marya menyamakannya dengan kandungan vitamin C pada jeruk.
“Apakah ia hanya mengandung vitamin C? Tidak. Ada vitamin A dan mineral lain. Kadarnya diukur berdasarkan kisaran. Begitu pun mengukur kadar glutamat pada jagung, kentang, dan bahan pangan lain,” pungkasnya.
Mari Bu, lebih bijak dalam menggunakan MSG.
(wyn/gur)