Musim Liburan Telah Tiba, Bijaklah agar Tidak Stres
Musim liburan telah tiba! Kalimat itu seharusnya membawa kebahagiaan setelah disibukkan oleh rutinitas sehari-hari baik bekerja maupun sekolah. Namun, hal itu tak berlaku untuk Dewi (28).
Perempuan yang bekerja di bagian personalia sebuah bank swasta ini selalu mengeluh ketika menghadapi libur panjang. Alasannya, ia khawatir akan kesepian saat liburan.
“Aku orangnya susah bergaul, jadi kalau libur panjang bingung mau ngapain,” ungkapnya.
Kegalauan itu makin parah ketika Dewi mengetahui bahwa keluarganya memiliki agenda masing-masing. Ia sering merasa terasingkan. “Kadang sudah janjian sama teman-temanku zaman sekolah buat ketemuan, tapi ya gitu, cuma wacana,” kata Dewi.
Untuk mengantisipasi kesepian itu, biasanya Dewi sudah menyiapkan beberapa bahan bacaan untuk mengisi liburannya.
Berbeda dengan Putri Kartika (25). Perempuan yang bekerja sebagai dekorator pesta ini mengaku tak pernah kesepian kala liburan panjang, sebab ia aktif di beragam kelompok sosial. Namun, kumpul bersama teman itu justru membuat kantong jebol.
“Ngumpul itu kan butuh uang, butuh jajan, apalagi kalau ngumpulnya di tempat mahal, mau minta pindah tempat juga nggak mungkin karena ikut suara terbanyak,” tutur Putri.
Kalau kondisi keuangannya oleng, Putri memilih untuk absen dari kumpul-kumpul dengan teman. “Enggak enak sih, tapi gimana lagi, masak ngumpul tapi enggak pesan apa-apa, daripada utang sana sini,” katanya.
Perasaan yang dialami oleh Dewi dan Putri tadi barangkali pernah terjadi pada diri Anda. Kondisi itu disebut holiday stress atau stres akibat liburan.
Dalam tulisan “Holiday Blues That Linger Could Be Warning Sign of Depression” yang ditulis dalam situs resmi American Psychological Association, manusia selalu mendambakan liburan yang penuh keceriaan. Namun, ternyata, keinginan itu tak selalu sejalan dengan kenyataan. Ada kalanya liburan menghadirkan rasa kecewa, sedih, bahkan lelah.
Meski tak banyak yang mengalaminya, Jonathan M. Himmelhoch dalam artikelnya berjudul “Holiday Depression, Both Fact and Fiction” (PDF) tak menyangkal bahwa ada orang yang mengalami depresi akibat putus asa saat liburan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh lembaga Greenberg Quinlan Rosner yang dipublikasikan di situs resmi (PDF) American Psychological Association banyak orang merasa bawa liburan justru meningkatkan stres mereka (38 persen), bahkan hanya 8 persen responden yang merasa bahwa liburan mengurangi tingkat stres mereka.
Stres akibat liburan umumnya terjadi pada perempuan. Perempuan lebih merasakan stres ketika liburan yakni sebanyak 44 persen, dibandingkan laki-laki yang hanya 31 persen. Bagi perempuan, stres kala liburan biasanya disebabkan oleh kesibukan-kesibukan saat menyelenggarakan sebuah perayaan di keluarga seperti berbelanja, memasak, dan bersih-bersih.
Pada studi itu, mereka juga melaporkan bahwa orang yang mengalami peningkatan stres adalah orang dengan pendapatan menengah ke bawah.
Penelitian yang dilakukan oleh Greenberg Quinlan Rosner tersebut diperkuat dengan studi dari National Alliance on Mental Illness (NAMI). Mereka menemukan bahwa ekspektasi tinggi, kesepian, dan stres menyebabkan ”holiday blues” saat liburan Thanksgiving hingga tahun baru. Penelitian itu dilakukan terhadap 300 responden.
Penelitian itu menunjukkan bahwa 24 persen orang terdiagnosis menderita gangguan mental akibat liburan sehingga liburan justru membuat mereka lebih buruk, sedangkan 40 persen responden lainnya menganggap liburan menjadikan suasana hati mereka menjadi agak buruk.
Bagaimana Mencegah Stres?
Barton Goldsmith dalam artikel berjudul “10 Tools for Dealing with Holiday Stress and Depresion” yang diterbitkan Psychology Today menuliskan tip untuk mengurangi rasa stres akibat liburan. Pertama, jangan berekspektasi terlalu tinggi pada liburan. Kita harus menyadari bahwa kita bisa jadi tak akan mendapatkan apa yang kita inginkan.
Tak hanya itu, kita pun wajib memperhatikan agenda kita saat musim liburan. Kelelahan akibat jadwal yang padat bisa mengurangi semangat kita. Jangan iyakan semua ajakan, atur waktu secara bijak.
Namun kita pun disarankan untuk tidak menarik diri dari lingkungan. Dikutip dari laman Healthline, mengisolasi diri dari lingkungan merupakan masalah terbesar dari depresi, khususnya akibat masa liburan.
Beberapa orang mungkin memiliki lingkaran sosial yang kecil dan susah bergaul. Namun, Anda harus ingat, menarik diri dari lingkungan justru malah bisa memperburuk perasaan Anda. Keluarlah, temukanlah komunitas yang cocok dengan kesukaan Anda.
Hal lain yang wajib diperhatikan adalah keuangan. Pandai-pandailah mengatur pengeluaran. Jangan sampai miskin gara-gara liburan.
Makan berlebih memang hal yang wajar dilakukan saat liburan. Namun, kita harus memperhatikan pola makan dan mengingat olahraga, sebab makanan bisa mempengaruhi mood kita. Makanan berlemak dan manis akan membuat kita kekurangan energi. Hal ini bisa membuat kita stres dan suasana hati memburuk. Maka dari itu, luangkan waktu sedikit untuk sekedar berjalan kaki sebelum atau sesudah makan besar.
Menurut laman resmi NAMI, biasanya stres yang timbul saat musim libur hanya berlangsung sesaat. Namun, dalam beberapa kasus, masalah itu bisa muncul lebih dari dua minggu. Jika merasa stres bahkan depresi akibat liburan, jangan malu berkonsultasi ke psikolog atau psikiater terdekat.
Selamat berlibur dengan bahagia!
Baca juga artikel terkait STRES atau tulisan menarik lainnya Widia Primastika