Oase di Tengah Sahara
Di antara sekian banyak bangunan di Bandara Internasional Pangeran Muhammad bin Abdul Azis, ada satu bangunan yang cukup menarik perhatian.
Bangunan itu adalah Masjid Bandara. Ya, masjid tanpa nama ini memang biasa disebut masjid saja atau Masjid Bandara oleh warga yang biasa beraktivitas di bandara Madinah.Masjid ini memang tampak mencolok. Berdiri kokoh di depan bangunan utama bandara, seolah sebagai penyambut pertama para pelawat yang pergi dan pulang lewat bandara ini.
Menara berlubang berbentuk daun kurma tegak menjulang menentang langit. Masjid Bandara ini berukuran sekitar 50 x 50 meter persegi. Cukup lapang dan memadai untuk menampung jamaah yang berniat beribadah di sini.
Sebuah kolam kecil berbentuk bintang dengan air mancur yang terdapat di depan pintu utama menjadi pemanis masjid ini. Di sekeliling masjid terdapat tempat duduk yang dinaungi atap berbentuk pohon kurma.
Tiang-tiang atap ini sekaligus menjadi pembatas masjid dengan area di sekitarnya. Jika saja bukan musim panas, pasti akan nyaman menikmati suasana masjid sambil duduk-duduk di bangku besi tersebut.
Tempat wudunya bersih, dilengkapi dengan pendingin udara. Kontras dengan suhu di luar yang mencapai 48 derajat Celcius, suhu di tempat wudu ini mencapai 23 derajat Celcius. Tempat wudu dan toilet di sini sangat bersih dan nyaman.
Minimal terdapat satu petugas yang selalu mengontrol kebersihan tempat ini. Tempat wudu dan ruang shalat antara jamaah pria dan wanita berada di tempat terpisah.
Berjalan memasuki masjid, kita akan disambut udara dingin begitu melewati pintu utama. Di kanan kiri terdapat rak besar tempat menyimpan alas kaki.
Empat tiang berbentuk kotak berdiri kokoh menopang bangunan masjid. Karpet tebal dan lembut siap memanjakan jamaah saat menenunaikan shalat. Lampu-lampu kristal bergantung di plafon
Pengaturan suhu udara di ruangan shalat di masjid ini sangat canggih. Jamaah dipastikan akan betah beribadah. Udara dingin yang dipasok dari air conditioner (AC) yang dibenamkan di bawah kolong rak-rak penyimpanan Alquran mampu menyejukkan seluruh ruangan. Bagian dalam masjid didominasi interior khas Arab.
Tiap waktu shalat tiba, masjid ini dipadati oleh para pekerja atau pegawai bandara. Sesekali juga tampak para penumpang yang mampir dan shalat di sini. Waktu buka masjid ini dibatasi, tak terbuka selama 24 jam. Masjid akan ditutup pada pukul 10.30 WAS (malam) hingga pukul 03.45 WAS (dini hari).
“Masjid ini dibangun sekitar dua tahun lalu, bersamaan dengan renovasi Bandara Amir Muhammad bin Abdul Azis,” ujar salah seorang jamaah yang mengaku bernama Abdullah.
Warga Saudi yang bertugas sebagai staf Wukala (lembaga yang mengurus jamaah haji di Madinah) ini menyebutkan, keberadaan Masjid Bandara sungguh penting. “Kita bersyukur dengan dibangunnya masjid bersamaan dengan renovasi bangunan bandara,” kata pria yang pernah berkunjung ke Indonesia itu.
Dengan demikian, ia menegaskan, para pengguna bandara tak melulu tenggelam dalam godaan duniawi. Ada filter yang mengerem nafsu mereka kala memburu harta dan kebendaan.
Keberadaan Masjid Bandara seolah menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan dalam menjalani hidup; antara urusan dunia dan akhirat.
Bangunan utama bandara sebagai pusat aktivitas keduniawian, dan masjid inilah tempat mengais bekal menuju keabadian. Masjid ini tak ubahnya oase di tengah Sahara.*