icon-category Digilife

PANDI Mau Bikin Domain Aksara Jawa, Buat Apa?

  • 01 Feb 2020 WIB
Bagikan :

(Ilustrasi. Foto: Fabian Irsara/Unsplash)

Uzone.id -- Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) memiliki target unik yang ingin dicapai di tahun 2020, yaitu menyediakan alamat domain dengan karakter hanacaraka, alias Aksara Jawa. 

Tentu ini menjadi hal menarik, sebab dalam percakapan dan penulisan umum sehari-hari, orang-orang Indonesia menggunakan huruf atau Aksara Latin (A, B, C, D, E, dan seterusnya). Lantas, kenapa tiba-tiba kepikiran bikin domain dengan Aksara Jawa?

“Justru, kalau kita gak mulai sekarang, mau kapan? Mosok mau nunggu kebudayaan kita diambil negara lain,” ungkap Heru Nugroho selaku Wakil Ketua Bidang Pengembangan Usaha, Kerjasama, dan Marketing PANDI di sela jumpa pers di Jakarta, Jumat (31/1).

Heru menjelaskan, negara-negara lain sudah sejak lama memelihara budaya dan lokalisasi mereka dengan menghadirkan domain aksara bahasa masing-masing. Misal, Malaysia punya Aksara Arab, atau Jepang menggunakan Hiragana.

Baca juga: China Gelar 5G, Segini Harga Paket Data Internetnya

“Indonesia belum terdaftar sama sekali, sudah banyak negara-negara dari berbagai benua yang sudah resmi memiliki domain bahasa lokal mereka. Sementara kita punya lebih dari 500 bahasa, ada Jawa, Sunda, Bugis, Bali, Madura, Lampung dan ratusan Aksara lain. Domain aksara bahasa lokal sini bisa jadi cara untuk melestarikan budaya leluhur kita,” kata Heru.

Dia melanjutkan, “istilah gampangnya, kalau bukan kita yang melestarikan, siapa lagi? Contoh sederhananya, negara Suriname itu mereka ada yang menggunakan bahasa Jawa. Kalau sampai kita keduluan dari mereka yang mendaftarkan ini, mau taruh di mana muka kita.”

alt-img
(Hanacaraka atau Aksara Jawa. Foto: dok. Wikimedia.org)

Untuk saat ini, Indonesia sudah memiliki belasan karakter Hanacaraka di Unicode, tinggal mendaftarkan diri saja untuk domain Aksara Jawa, serta mencari dukungan dari pemerintah.

Sementara Ketua PANDI, Yudho Giri Sucahyo turut menambahkan, untuk saat ini prosesnya timnya sedang berkomunikasi dengan Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN) untuk mendapatkan Internet Domain Name (IDN).

“Setelah mendapatkan IDN, nanti baru bisa bikin Aksara non Latin, dalam hal ini Hanacaraka. Selain itu, kita juga harus menyiapkan infrastrukturnya, karena servernya butuh yang bisa handle huruf di luar A, B, C,” kata Yudho di tempat yang sama.

Dia menyambung, “target kami ini semua selesai pada pertengahan tahun 2020.”

Pihak PANDI juga mengaku telah berbicara ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Keraton Yogyakarta untuk meminta restu, dukungan, serta bimbingan mengenai konten dengan Aksara Jawa.

Baca juga: Menebak Penghasilan Situs Bajakan Indoxxi

“Kita itu punya kekayaan budaya yang luar biasa. Tujuannya memang untuk preservasi budaya dulu. Kalau gak dari sekarang, lama-lama hilang kalau gak menggunakan budaya seperti ini, sekalian kita perkenalkan budaya Hanacaraka ke milenial,” kata Yudho lagi.

Yudho belum bisa membeberkan soal harga domain Aksara Jawa, untuk saat ini fokus PANDI terhadap hal ini adalah penyediaan domain. Sementara untuk konten situsnya, menurut Yudho hal ini menjadi pekerjaan nasional.

Yang jelas, jika domain Aksara Jawa sudah selesai, PANDI berharap banyak yang tergerak untuk mengisi konten situs-situs tersebut dengan Hanacaraka. 

“Tentu akan segmented, dari segi nilai, trafik tak sebanyak pengguna dan pembaca domain .id, tapi yang bisa bahasa ini ternyata gak cuma orang Jawa di Indonesia, tapi ada juga mereka yang tinggal di negara lain seperti Malaysia, Suriname. Intinya pelestarian budaya ini adalah kewajiban sosial kita,” kata Yudho.

PANDI baru akan fokus ke Aksara Jawa dulu di tahun 2020. Jika semua prosesnya sudah bisa dipelajari, bisa jadi di tahun berikutnya PANDI menyediakan aksara budaya atau bahasa dari daerah lain di Indonesia.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini