Para Bos di Belakang Klub-Klub Sepakbola Indonesia di Liga 1
-
Sepakbola Indonesia lekat dengan perdebatan. Regulasinya kerap berubah, jadwal dengan gampang digeser, belum lagi perkara hubungan antara PSSI, PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator kompetisi dan klub-klub. Hal rumit lainnya akan terlihat dari uraian siapa konglomerat di balik klub-klub besar Liga 1 Indonesia.
Dari 18 klub peserta Liga 1 musim ini, PSM Makassar merupakan klub tertua. Berdiri pada 1915, klub ini tercatat memiliki modal dasar sebesar Rp40 miliar, seperti tertera pada akta perusahaan PT Persaudaraan Sepak Bola Makassar yang diakses per 5 Februari 2018. Jumlah modal yang disetor sebesar Rp15,1 miliar. Menyusul Persebaya yang didirikan pada 1927 dan dikelola PT Persebaya Indonesia. Berdasarkan akta terakhir per 7 Februari 2017, modal dasar klub ini sebesar Rp 40 miliar dengan modal yang disetor sebesar Rp 10,72 miliar.
Siapa Penyokong Klub-Klub Indonesia?
Untuk mengetahui pemilik klub sepakbola yang berkompetisi di Liga 1, Tirto mengumpulkan data terakhir seluruh akta perusahaan yang terdaftar di Ditjen AHU dengan periode akses mulai 13 November 2017 hingga 22 Maret 2018.Bila dilihat secara keseluruhan, pemilik saham terbesar klub terbagi menjadi beberapa kelompok: perusahaan, pengusaha, pejabat daerah, hingga pejabat militer.
Di kelompok klub yang dimiliki pejabat daerah, Persela Lamongan yang dikelola PT Persela Jaya merupakan salah satunya. Dari akta per 23 Maret 2016, kepemilikan Persela Lamongan dipegang dua orang pejabat daerah. Bupati Lamongan Fadeli sekaligus Ketua Umum Persela Lamongan dan Sekertaris Daerah Yuhronur Efendi. Keduanya memiliki masing-masing 50 persen saham atau setara Rp 6.250.000. Namun, baik Fadeli maupun Yuhronur Efendi tidak memiliki jabatan di kepengurusan perseroan ini. Posisi Direktur Utama diisi Debby Kurniawan, anak Fadeli, yang juga Ketua DPD Partai Demokrat.
Selain Persela Lamongan, komposisi kepemilikan klub Persipura Jayapura juga diisi birokrat. Akta perusahaan tertanggal 22 September 2016 menyebutkan empat orang yang memiliki PT Persipura Jayapura. Mereka adalah Rudy Maswi, Benhur Tomi Mano, Menase Robert Kambu, dan Herat Alexsander Kalengkongan.
Menase Robert Kambu atau Kambu adalah mantan Wali Kota Jayapura dua periode (2000-2010). Kambu memiliki 30 persen saham Persipura, proporsinya sama dengan dua rekannya Benhur Tomi Mano (Wali Kota Jayapura saat ini) dan Rudy Maswi pengusaha minuman keras di Papua. Sisanya, 10 persen saham dimiliki Direktur Utama PT Persipura Jayapura, Herat Alexsander Kalengkongan.
Bupati Kepulauan Yapen Tonny Tesar adalah Kepala daerah lain yang masuk dalam jajaran pemilik klub. Menurut akta perusahaan PT Perseru Serui per tanggal 4 Mei 2017, kepemilikannya hanya dikuasai oleh tiga orang: Yance Banua, Edward Norman Banua, dan Tonny Tesar Rouw. Yance dan Tonny memiliki porsi yang sama yaitu 40 persen, sisanya Edward (anak Yance Banua) mendapat 20 persen saham atau senilai Rp7,5 juta. Total modal yang disetor hanya Rp37,5 juta.
Selain pejabat daerah, beberapa klub mengatasnamakan Perseroan sebagai pemilik saham mayoritas. Salah satunya Bali United. Dalam profil perusahaan PT Bali Bintang Sejahtera yang mengelola Bali United, komposisi kepemilikan saham terbesar adalah PT Bali Peraga Bola. Perusahaan ini memiliki 31,7 persen saham atau senilai Rp10 miliar. Pengusaha Pieter Tanuri, yang menjabat komisaris klub, memiliki saham 25,1 persen.
Kumpulan pengusaha ini bukan tidak mungkin memiliki hubungan kekeluargaan. Pada kepengurusan Bali United, nama Veronica Colondam muncul sebagai pemilik 4,7 persen saham PT Bali Bintang Sejahtera. Veronica adalah istri Pieter Tanuri, pendiri dari lembaga amal Yayasan Cinta Anak Bangsa.
Pola yang sama berulang pada lima klub lainnya seperti PT Jawa Pos Sportainment yang memiliki 70 persen saham Persebaya, PT Suria Eka Persada memiliki 70 persen saham Persib, PT Jakarta Indonesia Hebat memiliki 80 persen saham Persija, serta PT Hasnur Media Citra dan PT Bosowa Sport Indonesia yang masing-masing memiliki 95,04 persen dan 51 persen saham di Barito Putera dan PSM Makassar.
Selain birokrat dan perusahaan, muncul juga para pejabat militer sebagai pemilik klub. Edy Rahmayadi dan Gatot Nurmantyo sebagai pemilik resmi dua klub sepakbola yaitu PSMS Medan dan PS Tira.
Gatot Nurmantyo memiliki saham mayoritas 63 persen atau senilai Rp6,93 miliar di PT Cilangkap TNI Jaya yang merupakan pengelola dari PS TIRA. Sementara pemilik saham terbesar PT Kinantan Indonesia, pengelola PSMS Medan, adalah Edy Rahmayadi, mantan panglima Kostrad (Juli 2015-Januari 2018). Edy memegang 51 persen saham atau senilai Rp51 juta. Keduanya menjadi komisaris utama di perusahaan pengelola klub masing-masing.
Seperti tahun lalu, pada kompetisi Liga 1 kali ini, ada dua klub peserta yang bisa disebut sebagai “klub plat merah”: PS Tira dan Bhayangkara FC. Keduanya sama-sama berasal dari pemerintah, PS Tira lahir dari TNI dan Bhayangkara FC lahir dari Polti. Perbedaannya terdapat pada bentuk entitas yang menjadi shareholder mayoritas.
Pada Bhayangkara FC, saham terbesar dimiliki Koperasi Zebra Jaya. Dari akta PT Mitra Muda Inti Berlian yang mengelola klub ini, koperasi memiliki saham sebesar Rp 900 juta atau setara dengan 90 persen kepemilikan. Sisanya, sebesar 10 persen dikuasai oleh Melia Suteja yang pernah menjadi anak buah Gede Widiade, Direktur Utama Persija.
Kepemilikan ini berbeda dari PS Tira. Berdasarkan akta per 12 Agustus 2017, Gatot Nurmantyo memiliki saham sebesar 63 persen atau setara dengan Rp6,93 miliar. Lalu, induk Koperasi TNI AD, TNI AU, TNI AL, dan Pusat Koperasi Mabes TNI mendapatkan saham masing-masing sebesar 1 persen atau senilai dengan Rp110 juta.
Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan menarik lainnya Desi Purnamasari