Petisi Online Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja Nyaris Didukung 1 Juta Netizen
Ilustrasi (Foto: Unsplash)
Uzone.id - Kemarin, Pemerintah bersama DPR mensahkan RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang memicu banyak pro dan kontra. Tidak hanya disuarakan melalui media sosial, petisi online muncul menolak undang-undang ini.Petisi online yang berjudul “Maklumat Pemuka Agama Indonesia: Tolak Omnibus Law dan Buka Ruang Partisipasi Publik” mendapat dukungan dari netizen. Dari 1 juta tanda tangan online yang dibutuhkan, sampai berita ini diturunkan sudah mencapai 873 ribu lebih tanda tangan online.
Baca juga: Warga Twitter Marah Soal Omnibus Law UU Cipta Kerja
Dari deskrips di Petisi Online tersebut, dibeberkan Beberapa persoalan mendasar dalam RUU Cipta Kerja ini, antara lain:
1. Spionase dan ancaman kebebasan beragama-berkeyakinan, khususnya adanya wacana pengawasan aliran kepercayaan oleh kepolisian.
Ketentuan ini justru akan melanggengkan stigma, penyingkiran, diskriminasi dan pelanggaran HAM yang terjadi berpuluh-puluh tahun kepada kelompok minoritas agama atau keyakinan dan menimbulkan kecurigaan antar sesama warga negara.
2. Pemangkasan hak-hak buruh/pekerja. Nantinya pekerja/buruh akan diupah semurah mungkin dengan penghitungan upah per jam dan dilegalkannya pembayaran upah di bawah standar minimum di sebagian sektor ketenagakerjaan.
Selain itu status dan kepastian kerja tidak jelas lewat outsourcing dan kontrak kerja tanpa batasan waktu.
3. Potensi konflik agraria dan SDA/lingkungan hidup. Selama 5 tahun terakhir ada 1.298 kasus kriminalisasi terhadap rakyat akibat mempertahankan hak atas tanah dan wilayah hidupnya.
Misalnya perubahan atas UU P3H (Pasal 82, 83 dan 84, yang ada di dalam pasal 38 UU Cipta Kerja) soal ancaman pidana kepada orang-perorangan yang dituduh melakukan penebangan pohon, memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong dan membelah pohon tanpa perizinan dari pejabat yang berwenang di kawasan hutan.
4. Pemangkasan ruang penghidupan kelompok nelayan, tani, dan masyarakat adat atas nama kepentingan pembangunan dan ekonomi.
Aturan ini akan memberikan kemudahan bagi korporasi dan pemerintah untuk merampas tanah dan sumber daya alam yang dikuasai masyarakat, baik kelompok miskin kota, masyarakat adat, petani, dan nelayan. Akibatnya, kelompok nelayan, tani, dan masyarakat adat berpotensi tak memiliki ruang penghidupan yang bebas dan berdaulat untuk menopang kehidupannya.
5. Kekuasaan birokratis yang terpusat berlawanan dengan semangat desentralisasi/otonomi daerah pasca 1998. RUU Cipta Kerja akan menarik kewenangan pemerintah provinsi dalam mengelola mineral dan batubara, termasuk kewenangan penerbitan peraturan daerah dan penerbitan izin.
“Kami selaku para pemuka agama menyadari bahwa ruh kehadiran agama dan kepercayaan bagi dunia adalah berdiri bagi kemaslahatan seluruh umat manusia dan alam-lingkungan, karena itulah sejatinya fitrah panggilan bagi agama dan kepercayaan hadir ke tengah-tengah dunia,” tulis di petisi online.
“Karena itu kami meminta DPR RI untuk membatalkan Omnibus Law dan kembali membuka ruang partisipasi publik yang demokratis,” tambahnya.