PHK Gegara Tech Winter: Pengaruh ke Jobseeker dan Pelajaran buat Startup
Uzone.id — Rasanya kerap miris mendengar kabar startup-startup teknologi merumahkan karyawan alias PHK. ‘Tren’ PHK yang sudah berlangsung sejak 2022 sampai sekarang ini selalu dikaitkan oleh fenomena tech winter. Lantas, apakah tech winter bikin cemas para jobseeker di luar sana?
Yup, dunia startup masih terus membahas efek dan ‘hikmah’ dari tech winter ini. Meski pandemi sudah terlihat mulai surut, dampak dari kondisi ekonomi makro global akibat perang Rusia dan Ukraina cukup besar yang membuat inflasi serta gangguan supply chain.PHK startup yang terjadi di Indonesia saja sudah cukup banyak. Bahkan ketika memasuki tahun 2023 pun kita masih mendengar PHK dari sejumlah perusahaan teknologi seperti GoTo, Shopee, OLX, Zenius, hingga Bibit.
Alasan perampingan karyawan ini tentu untuk menyelamatkan cash flow perusahaan agar strategi bisnis mereka semakin fokus ke depannya.
Lantas, bagaimana dampak PHK besar-besaran dari ragam perusahaan teknologi ternama ini terhadap proses rekrutmen SDM baru ataupun pandangan para jobseeker muda terhadap startup?
“Startup akan lebih ketat dalam hiring, mereka akan berhati-hati untuk spending karena impact-nya memang ke mereka juga,” ungkap Co-founder dan COO Xendit, Tessa Wijaya saat dijumpai sejumlah media di Xenspace, Jakarta Selatan, Jumat (17/3).
Menurut Tessa, terlepas ketatnya proses rekrutmen tersebut, dari sisi para jobseeker ia mengimbau tetap fokus pada keterampilan (skill) khusus yang dapat ditonjolkan saat melamar kerja.
“Yang harus dipikirkan jobseeker saat ini apakah mereka punya value-added dan special skill yang jarang ada di market, karena demand pasti akan ada,” lanjutnya.
Sedangkan untuk pegaruh tech winter dan PHK ini terhadap penurunan minat para jobseeker, Tessa mengatakan hal ini balik lagi ke niat awal tiap individu.
Baginya, setiap orang memiliki risk appetite berbeda, dan kultur startup dengan korporasi besar pun berbeda juga.
“Tergantung dari risk appetite orang ya, ada saja yang mau kerja di startup karena kulturnya dianggap lebih fun, fleksibel. Ada juga yang mengincar stability ya mungkin mereka mencari corporate company. Tapi kalau dia suka yang sedikit adventurous, bisa jadi tetap mencari startup,” jelasnya.
Di Xendit sendiri, Tessa mengaku startup fintech ini sebenarnya masih membuka rekrutmen namun lebih spesifik dan hanya ketika dibutuhkan saja.
“Tidak sebanyak dulu hiring-nya. Saat ini kami scaling operation-nya melalui automation ketimbang manual,” lanjutnya.
‘Tamparan’ untuk startup saat merekrut SDM setelah PHK
Selain dampak terhadap minat kerja jobseeker muda, tech winter juga tentunya ‘menampar’ para startup –dan perusahaan teknologi secara umum– mengenai proses perekrutan SDM agar tak lagi harus melalui keputusan PHK secara besar-besaran.
Dalam kesempatan terpisah, pengamat ekosistem startup yang juga Investment Partner GDP Venture, Antony Liem, mengatakan ada beberapa pelajaran yang dapat diambil oleh startup dari tren PHK ini.
“Startup itu bisnis, jadi ke depannya tidak boleh gegabah. Istilahnya, jangan mentang-mentang ada dana dari investasi lalu merasa ada kesempatan dan akhirnya gila-gilaan [merekrut]. Bisnis yang normal ya kalau dapat investasi harusnya dialokasikan bujetnya, bikin dulu tim kecil, baru memastikan untuk membesarkannya,” kata Antony.
Ia menganjurkan kepada para pemain startup di Indonesia agar belajar menjalankan bisnis yang lebih layak dan lebih visioner dalam membuat strategi.
Keputusan merekrut besar-besaran ini menurut Antony juga dipengaruhi oleh perubahan drastis ketika pandemi muncul.
Sejak 2020, perusahaan teknologi tak hanya di Indonesia namun juga global seperti Amazon, Microsoft, Facebook –yang kini sudah berubah jadi Meta– dan lain-lain dinilai Antony seperti terlena oleh digitalisasi.
Banyak pandangan yang meyakini bahwa semua orang akan hidup secara digital saja, semua pertemuan tak ada lagi yang offline, metaverse akan merajai dunia, dan sebagainya. Hal ini mendorong pengembangan kapasitas ke arah digitalisasi semua, termasuk merekrut SDM yang andal di dunia digital.
“Dari tren PHK ini startup pada akhirnya harus mementingkan cash flow dan profitabilitas. Fundamentalnya harus kuat, harus punya strategi bisnis yang scalable, agar semuanya berjalan beriringan. Profit dan pertumbuhan bisnis dapat berjalan yang pada akhirnya dapat memenangkan market share,” tutup Antony.