Home
/
Film

Polemik Perebutan Piala Citra dari Tahun ke Tahun

Polemik Perebutan Piala Citra dari Tahun ke Tahun

Puput Tripeni Juniman11 November 2017
Bagikan :

Ajang penganugerahan tertinggi bagi dunia perfilman Indonesia selalu menorehkan sejarah dari tahun ke tahun. Di balik kilau gemilang pemenang dan Piala Citra yang dibawa pulang, penyelenggaraan FFI beberapa kali mengalami kisruh dan menuai kontroversi.

CNNIndonesia.com merangkum polemik FFI sejak pertama kali digelar pada 1955.

1. FFI 1955
Masalah langsung menjerat FFI saat pertama kali diprakarsai oleh Usmar Ismail dan Djamaluddin Malik pada 1955. Ketika itu dewan juri mendapuk Tarmina garapan Lilik Sudjio sebagai Film Terbaik. Namun, para kritikus film menganggap keputusan itu janggal.

Lewat Jam Malam dari Usmar Ismail lebih layak mendapat titel Film Terbaik.

2. FFI 1960
Setelah gelaran perdana FFI pada 1955, ajang itu kembali dihelat lima tahun kemudian. Kontoversi serupa pun kembali terjadi.

Saat itu juri memutuskan Turang arahan Bachtiar Siagian sebagai Film Terbaik. Akan tetapi para pengamat berpendapat Pejoang karya Usmar Ismail lebih pantas menerima piala itu.

Sejak dua kali dikecewakan FFI, Usmar lantas pecah kongsi. Dia tak lagi ikut dalam ajang itu. Gelaran FFI tak lagi diselenggarakan.


3. FFI 1977
FFI mulai kembali rutin digelar pada 1973. Pelaksanaan bergantian di beberapa kota di Indonesia.

Namun pada 1977, gelaran FFI geger karena Ketua Dewan Juri D Djayakusumah pingsan saat membacakan pertimbangan dan keputusannya. Bukan hanya itu, Dewan Juri juga memutuskan tidak ada pemenang Film Terbaik tahun itu.

Padahal dua film yang tengah bersaing sangat penting: Si Doel Anak Modern yang disutradarai Syumandjaya dan Sesuatu Yang Indah garapan Wim Umboh.

Rosihan Anwar malah menyebut produser film Indonesia adalah pedagang mimpi.


4. FFI 1980
Di penyelenggaraan kali ini, panitia memasukan film Yuyun, Pasien Rumah Sakit Jiwa dalam kategori Film Tebaik. Keputusan ini diprotes lantaran film produksi Pusat Film Negara (PFN) itu hanya punya izin film dokumeter bukan film cerita panjang yang bisa masuk kategori Film Terbaik.

Yuyun, Pasien Rumah Sakit Jiwa memang tak menang. Ia kalah dari Perempuan dalam Pasungan buatan Ismail Soebardjo. Beberapa bulan berselang, film itu ketahuan mennjiplak film China bertajuk Perempuan Muda, 18 Tahun dalam Kurungan. FFI kembali geger.

Perebutan Piala Citra diselimuti kontroversi dari tahun ke tahun.
Preview
Perebutan Piala Citra diselimuti kontroversi dari tahun ke tahun. (Ilustrasi/Detikcom/Asep Syaifullah)

5. FFI 1982
Menteri Penerangan Ali Murtopo berang kepada panitia karena menampilkan tarian erotis ketika acara pembukaan yang dihadiri Wakil Presiden Unar Wirahadikusumah.

6. FFI 1984
Pada tahun ini, FFI lagi-lagi tidak menetapkan peraih Piala Citra untuk Film Terbaik. Kejadian itu diperparah lantaran saat malam penganugerahaan, kategori ini dibacakan oleh Menteri Penerangan Harmoko. Di atas pentas dia hanya menerima kertas kosong.

Sejak saat itu, FFI menetapkan aturan juri harus memilih Film Terbaik.

7. FFI 2006
Di akhir Orde Baru FFI sempat terhenti dan kembali diselenggarakan pada 2004. Dua tahun berselang, pelaksanaan FFI kembali menghebohkan karena penetapan Ekskul sebagai Film Terbaik.

Riri Riza termasuk sineas yang mengembalikan Piala Citranya karena memprotes Ekskul.
Preview
Riri Riza termasuk sineas yang mengembalikan Piala Citranya karena memprotes Ekskul. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Pegiat film dari Generasi Muda Perfilman menganggap Ekskul melanggar hak cipta musik dari film Hollywood. Polemik ini berujung pada sekitar 24 peraih Piala Citra dari 2004 hingga 2006 mengembalikan Piala Citra sebagai bentuk protes tak menerima Ekskul.

8. FFI 2008
Pada tahun ini para pengamat mempertanyakan keputusan juri yang tidak memilih Ayat-Ayat Cinta, Mengaku Rasul dan Doa yang Mengancam dalam kategori Film Terbaik. Laskar Pelangi, film terpopuler tahun itu bahkan tak mendaftar di FFI.

9. FFI 2010
Kisah serupa kembali terulang. Dewan juri diprotes karena tak memilih film Darah Garuda dan Sang Pencerah menjadi nomine Film Terbaik. Juri beralasan Darah Garuda dibuat oleh sutradara asing, Conor Allyn. Sementara, Sang Pencerah dinilai tak banyak mengungkap sejarah.


10. FFI 2017
Tahun ini FFI membuat beberapa terobosan seperti penetapan aturan film tak lagi harus mendaftar. Film Indonesia yang tayang di bioskop bakal langsung masuk radar FFI.

Namun, tetap saja masalah datang. Itu berawal dari masuknya Posesif dalam nominasi Film Terbaik. Padahal, film itu belum tayang di bioskop komersial saat nominasi diumumkan, hanya di bioskop mikro. Posesif bahkan baru menerima surat tanda lulus sensor sehari setelah pengumuman nominasi.

Posesif dianggap tak layak masuk nominasi FFI 2017.
Preview
Posesif dianggap tak layak masuk nominasi FFI 2017. (Dok. Palari Films)

Berita Terkait

populerRelated Article