icon-category Film

Review: Daya Tarik 'Downsizing', Manusia Liliput dan Alis Gundul

  • 05 Feb 2018 WIB
Bagikan :

Uzone.id -- Pertama kali mendengar ada film berjudul ‘Downsizing’, yang ada di pikiran saya adalah film drama tentang kemelut dunia profesional yang berujung memangkas banyak pekerja. Boring, ya? Namun, saat trailer film ini keluar, ide ceritanya di luar dugaan!

Ide cerita ‘Downsizing’ benar-benar harfiah banget sesuai dengan judulnya. Digarap dan ditulis oleh sutradara Alexander Payne, film fiksi ini mengambil latar fenomena yang terjadi di kehidupan nyata: dunia sudah sumpek, sob!

Kita tahu lah, bahwa Bumi ini sudah terlalu penuh dengan jumlah populasi makhluk hidup, khususnya manusia. Belum lagi pemanasan global dan perubahan iklim, dua masalah besar yang diakibatkan oleh ulah manusia itu sendiri karena lalai merawat Bumi.

Tim peneliti di Norwegia akhirnya menemukan solusi agar manusia tetap bisa survive alias bertahan hidup tanpa perlu keluar dari Bumi. Di sini lah ide gila Payne. Meski tidak dijelaskan waktu terjadinya tahun berapa, ilmuwan bernama Jorgen Asbjornsen (Rolf Lassgard) meramu sebuah cairan untuk disuntikkan ke tubuh makhluk hidup yang mampu menyusutkan ukuran tubuh menjadi sekecil liliput. Iya, ini seperti mewujudkan dongeng masa kecil kamu tentang bagaimana rasanya menjadi liliput hahaha.

alt-img

Di menit-menit awal, khususnya saat Asbjornsen menjadi ‘liliput’ pertama di dunia dan diperlihatkan kepada publik, perasaan saya serba wah dan penuh greget. Adegan itu cukup menggugah karena mampu membuat saya langsung membayangkan gimana kalau cairan ajaib itu betul-betul ada di kehidupan masa depan. Selain karena suasana di adegan itu terasa istimewa karena orang-orang yang melihat liliput Asbjornsen terpukau, efek visual film ini mulus banget.

Tak lama setelah itu, saya langsung ‘berkenalan’ dengan karakter Paul Safranek (Matt Damon) yang digambarkan memiliki rutinitas boring setiap harinya dengan kondisi ekonomi yang sangat pas-pasan. Hubungannya dengan sang istri, Audrey (Kristen Wiig) juga diperlihatkan harmonis, namun keduanya sedang mencari cara agar hidupnya lebih sejahtera bebas dari utang.

alt-img

Mereka pun akhirnya mendengar banyak tentang kehidupan manusia yang memilih untuk menjadi liliput. Tinggal di kawasan khusus bernama Leisureland, para manusia kecil ini hidup dengan aman dan sejahtera. Karena ukuran tubuh kecil, maka mereka mengeluarkan uang lebih sedikit untuk makan dan minum, lalu kotoran dan sampah yang diproduksi juga tidak sebanyak manusia normal. Sederhana, tapi masih masuk akal, ‘kan?

Sesuai dugaan, Paul dan Audrey mencari informasi tentang persyaratan menjadi manusia kecil lewat metode downsizing itu. Dari kegalauan mereka berdua -- harus rela meninggalkan teman dan keluarga yang masih bertahan dengan ukuran normal, meninggalkan gaya hidup dan aset pribadi yang dilikuidasi, hingga persiapan mental memulai segala halnya dari nol -- Payne mengemasnya dengan baik dan tidak bertele-tele.

Semuanya demi kehidupan yang lebih baik, begitu gumam Paul.

Payne menurut saya cukup jenius saat ia menggambarkan tentang prosedur yang harus dijalani tiap orang sebelum disuntik liliput. Rambut di kepala dan seluruh badan dipangkas sampai habis, alis dibotakin (bagian ini pasti jadi cobaan terberat perempuan-perempuan zaman now), bongkar pasang gigi, dan sampai mereka menjadi kecil, mereka harus telanjang bulat.

Intermezzo sedikit, saya pun shock dan ngakak saat tahu alis harus dicukur. Sudah kepala gundul, alis botak... Penampilan yang dapat merepresentasikan makna "reborn" alias terlahir kembali gitu deh. Karena memang pada dasarnya, memutuskan untuk menjadi manusia kecil di sini adalah life-changing decision.

alt-img

Anyway... suasana dari adegan ini terlihat sophisticated, ditambah sinematografinya yang jernih dengan tone serba putih bak dunia hi-tech.

Percaya atau tidak, pujian saya untuk Payne harus berhenti di sini. Yaaa, saya menikmati film ini hanya sekitar 30 menit awal. Saya beri tahu alasannya.

Dari film dimulai hingga Paul mengalami downsizing, film fiksi ilmiah ini menarik banget. Seakan ingin memberi kisah satir tentang Bumi yang sudah rusak dengan sentuhan komedi halus di dalamnya, ‘Downsizing’ secara ide cerita, benar-benar out of the box. Ditambah cast yang bagus, ada Damon, Wiig, Christoph Waltz, dan rising star Hong Chau, saya awalnya berharap film ini secara keseluruhan bakal keren banget.

Alurnya mulai terasa bosan dan flat saat Paul sudah mulai terbiasa menjalani kehidupannya sebagai liliput modern di Leisureland. Saya kira penonton bakal disuguhkan dengan storyline tentang apa yang akan terjadi atau apa yang akan dilakukan para liliput itu di tengah Bumi yang semakin kritis ini. Atau paling tidak, ada pemaparan tentang impact dari menyusutnya tubuh manusia -- baik itu pengaruh positif atau dampak buruk -- secara biologis, sosial, hingga politik.

Saya hampir tertidur saat tahu bahwa metode medis downsizing gagal menjadi bintang utama dari film ini. Keseruannya hanya ada di awal. Lalu sisa satu setengah jamnya, diisi oleh drama yang dialami oleh Paul yang masih saja tidak tahu mau di bawa ke mana arah hidupnya.

Intinya, ‘Downsizing’ di awal berhasil menyuguhkan solusi teknologi dan ilmiah yang sifatnya semi-utopis. Paling tidak, hal ini menjadi daya tarik utama dari ide cerita film. Sayangnya, hingga film ini habis, saya dibikin lupa mengapa saya tertarik menonton ‘Downsizing’ sejak awal ia dirilis.

Dengan membawa ide cerita yang begitu inspiratif dan brilian, Payne tampak tersesat dalam mengembangkan alur dan jalan cerita bagi tiap karakternya. Great idea, great cast, terrible execution.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini