Sponsored
Home
/
Automotive

Ribut-ribut Soal Bahan Baku Baterai Mobil Listrik, Nikel vs LFP

Ribut-ribut Soal Bahan Baku Baterai Mobil Listrik, Nikel vs LFP
Preview
Bagja Pratama22 January 2024
Bagikan :

Uzone.id - Debat Cawapres tadi malam, Minggu (21/1) memunculkan isu bahan baku baterai untuk mobil listrik. Ramai dibicarakan antara baterai dengan material nikel melawan tren baru baterai dengan Lithium iron-prosphate (LFP).

Sebaiknya kita lebih mencari mana yang lebih baik antara kedua jenis baterai mobil listrik tersebut, bukan malah ‘mempolitisasi’ baterai mobil listrik yang ujung-ujungnya hanya sebatas kepentingan semata. 

Baiklah, Indonesia memang punya banyak sekali nikel sebagai bahan baku baterai mobil listrik. Namun yang perlu diantisipasi kedepannya, tren mobil listrik dunia sedang bergerak ke arah penggunaan baterai jenis LFP ketimbang Nikel.

Lalu kenapa nikel mulai ditinggalkan? Ada sejumlah alasan. yang membuat sejumlah pabrikan mobil kini beralih menggunakan baterai berjenis LFP.

Di Indonesia sendiri, Wuling diketahui sudah menggunakan baterai jenis LFP di semua mobil-mobil listriknya. Sementara Hyundai masih menggunakan baterai berbasis nikel. Terbaru raksasa China yang baru hadir di Indonesia, BYD, juga mengunakan baterai berjenis LFP.

Baterai lithium-ion dan baterai LFP memiliki komposisi yang mirip, namun berbeda dalam hal bahan penyusun katoda dan anoda. 

Baterai lithium-ion terbuat dari nikel, mangan, dan kobalt (NMC). Sementara itu, baterai LFP menggunakan fosfat sebagai bahan penyusun katoda dan karbon untuk anoda. 

Baterai nikel memiliki umur pakai yang lebih pendek, sehingga energy density-nya lebih tinggi. Namun ukuran kemasan baterai atau kotak penyimpanan sel baterai yang berbasis nikel bisa lebih kecil ketimbang yang berbasis fero.

Salah satu kelebihan baterai EV berbasis fero atau LFP battery adalah sifatnya yang tidak gampang meledak. Sehingga dianggap lebih aman sehingga dianggap lebih aman ketimbang baterai mobil listrik berbasis nikel.

Kalau bocor atau rusak, baterai LFP itu tidak menggelembung dan hanya mengeluarkan cairan.

Sementara baterai EV berbasis nikel atau NMC battery punya kekurangan di sisi temperatur, karenanya mudah terbakar. Pabrikan seperti Tesla, mengakalinya dengan membenamkan teknologi temperature management

Kemudian, LFP battery punya keunggulan lantaran masa pakainya bisa mencapai 2.000 hingga 3.000 cycle. Untuk pemakaian harian, LFP battery bisa digunakan antara enam hingga 10 tahun. 

Sementara masa pakai NMC battery lebih pendek, antara 1.000 hingga 1.500 cycle. Sehingga jika kendaraannya dipakai harian, baterai tersebut bisa bertahan hingga lima tahun.

Singkat kata, dalam kondisi pemakaian dan perawatan yang setara, pengguna kendaraan listrik yang baterainya berbasis nikel akan lebih sering mengganti baterai dibanding jika menggunakan baterai berbasis fero.

Namun C-rate baterai lithium berbasis nikel jauh lebih baik ketimbang baterai berbasis bahan lainnya.  Sederhananya, semakin tinggi C-rate, semakin singkat pula waktu yang dibutuhkan untuk mengisi daya.

Kondisi di Indonesia sendiri, sebenarnya kedua material nikel maupun fero tersebut dimiliki Indonesia. Hanya saja, pemerintah saat ini lebih mengedepankan bahan baku nikel untuk pembuatan baterai.

Sementara kondisi di global, baru China yang jor-joran menggunakan bahan baku fero untuk pembuatan baterai, sementara Eropa dan Amerika, juga Korea masih menggunakan nikel.

populerRelated Article