Sponsored
Home
/
Digilife

Saat Para Hacker Jadikan AI 'Kambing Hitam' atas Aksi-aksinya

Saat Para Hacker Jadikan AI 'Kambing Hitam' atas Aksi-aksinya
Preview
Vina Insyani04 September 2023
Bagikan :

Uzone.id – Ada banyak ‘ramalan’ yang muncul ketika popularitas teknologi AI atau kecerdasan buatan melonjak tajam. Ada yang menyebutnya sebagai mimpi buruk, ada juga yang menyebut AI sebagai era baru dunia digital.

Salah satu ramalan buruk soal AI ini adalah kemungkinan adanya tindak kejahatan siber yang lebih canggih. Penjahat siber dengan mudah menggunakan AI untuk menciptakan malware, metode phishing baru, dan lainnya.

Sekilas prediksi ini membuat AI terlihat sebagai villain, namun ternyata ada fakta lain yang berkaitan dengan tindakan penjahat siber yang memanfaatkan AI ini.

“Beberapa memprediksi bahwa AI akan menjadi pusat apocalypse yang akan menghancurkan peradaban manusia. Beberapa eksekutif tingkat C di perusahaan besar bahkan menyerukan perlambatan AI untuk mencegah bencana tersebut,” kata Vitaly Kamluk selaku Kepala Pusat Tim Penelitian dan Analisis Global (GReAT) Kaspersky Asia Pasifik.

Pakar Kaspersky mengungkapkan kalau saat ini penjahat siber ‘mengkambing hitam’ kan AI ketika menggunakan teknologi tersebut untuk meluncurkan tindakan kriminalnya.

Mereka cenderung menyalahkan AI dan merasa tidak tanggung jawab atas dampak kejahatan siber yang mereka ciptakan. Perilaku ini ternyata berhubungan dengan psikologis yang diberi nama “Suffering Distancing Syndrome” atau sindrom jarak yang menderita.

Vitaly menjelaskan kalau faktor psikologis ini menimbulkan potensi bahaya bersamaan dengan ancaman dari teknologi itu sendiri.

“Menciptakan AI yang secara ajaib mendatangkan uang atau keuntungan ilegal akan semakin mengaburkan tindakan kriminal para penjahat siber, karena bukan mereka saja yang harus disalahkan, melainkan AI,” ungkap Kamluk.

Menurut penjelasannya, menyerang seseorang secara fisik di jalan raya menyebabkan pelaku kriminal sangat stres karena mereka sering melihat penderitaan korbannya.

Namun, tekanan ini tidak berlaku bagi penjahat siber yang melakukan pencurian dari korban yang tidak akan pernah mereka lihat, apalagi ketika ada faktor lain yang bisa dijadikan kambing hitam.

Dampak lainnya, AI dapat mempengaruhi tim keamanan yang mana makin banyak proses dan tool siber yang digunakan, makin kurang juga tanggung jawab mereka ketika serangan siber terjadi.

“Sistem pertahanan yang cerdas bisa menjadi kambing hitam. Selain itu, kehadiran autopilot yang sepenuhnya independen mengurangi perhatian kontrol manusia,” tambahnya.

Vitaly tidak menampik kalau munculnya AI ini mampu memunculkan konten-konten baru layaknya buatan manusia, mulai dari gambar hingga suara, video deepfake, bahkan percakapan berbasis teks yang tidak bisa dibedakan dengan percakapan manusia.

“Seperti kebanyakan terobosan teknologi, AI adalah pedang bermata dua. Kita selalu dapat memanfaatkannya selama kita tahu cara menetapkan arahan yang aman untuk mesin pintar ini,” tambah Kamluk.

Maka dari itu, ada beberapa hal yang perlu dijadikan pedoman saat memanfaatkan AI dengan aman. Pertama, adalah membatasi akses anonim ke sistem cerdas nyata yang dibangun dan ditempatkan pada data dengan volume besar.

Selanjutnya, adanya kebijakan mengenai penandaan konten yang diproduksi AI untuk membedakan mana citra, suara, video, atau teks buatan manusia dan AI.

Edukasi menjadi pedoman penting yang perlu diberikan untuk menciptakan kesadaran dalam membedakan mana konten buatan AI mana konten yang asli buatan tangan manusia.

populerRelated Article