Selamat Datang Era Pembayaran QR Code ala Go-Jek
Belum lama ini beredar foto di media sosial soal warung makan dengan penampakan stiker bertuliskan "bayar pakai Go-Pay di sini". Tampilan kode matriks berwarna hitam putih tak beraturan dengan bingkai persegi atau QR Code alias Quick Response Code, jadi penampakan di kaca gerobak dagangan.
Apakah Indonesia telah memasuki era penggunaan QR Code untuk digital payment secara masif?
Untuk memenuhi rasa penasaran, saya menyambangi kawasan Blok M, Jakarta Selatan, di akhir pekan. Sebuah toko buku terkenal ternyata sudah melayani pembayaran digital dengan bantuan QR Code. Dua pensil dan satu rautan, saya tebus dengan uang Rp16.300 via pembayaran dengan Go-Pay. Papan pengumuman di meja kasir secara jelas nampak bahwa Go-Pay bisa digunakan.
Seorang kasir menjulurkan mesin EDC yang diterbitkan Kartuku alias Spots. Setelah ia memasukkan nominal pembayaran, selembar kertas struk tagihan dengan tampilan QR Code keluar dari EDC. Kasir meminta QR Code dipindai dengan aplikasi Go-Jek. Sayangnya, berkali-kali dipindai, transaksi tak bisa dilakukan karena alasan sinyal, kata sang kasir. Upaya berkali-kali pun tetap berakhir nihil. Kejadian serupa juga terjadi di gerai kopi waralaba terkenal.
Namun, ada cara lain untuk bisa menggunakan teknologi QR code saat transaksi dengan platform layanan Go-Pay. Caranya dengan memindai QR Code terlebih dahulu, yang biasanya terpampang di toko atau merchant. Salah satu warung yang sudah sukses memanfaatkan cara ini adalah “Bakso Boedjangan”.
Go-Pay, layanan yang termaktub dalam aplikasi Go-Jek sebagai sistem pembayaran digital bagi layanan-layanan Go-Jek, seperti Go-Ride, Go-Food, hingga Go-Bill kini perlahan telah memanfaatkan teknologi QR Code untuk bisa menjangkau transaksi offline. Ujicoba sistem QR Code pada Go-Pay dimulai sudah tujuh bulan sejak September 2017. Namun, pada Januari 2018, fitur QR Code di Go-Pay sempat dibekukan proses uji cobanya.
PT Dompet Anak Bangsa, perusahaan milik Go-Jek yang menaungi Go-Pay harus mengakhiri masa uji coba layanan pembayaran elektronik QR Code. Ini karena ada instruksi dari Bank Indonesia (BI) agar pembayaran melalui metode QR Code tidak lagi dilanjutkan, mengingat belum ada izin yang sah dari Bank Indonesia (BI).
Rindu Ragillia, Public Relations Manager Go-Jek, meneruskan pesan dari Nila Marita, Chief Corporate Affairs Go-Jek, mengatakan pada Tirto kini “metode pembayaran menggunakan QR Code melalui Go-Pay sudah mendapatkan izin dari Bank Indonesia.”
Bagaimana sistem QR Code dari kaca mata perusahaan atau unit usaha mitra Go-Jek?
Nuraiti Rahmawati, penjaga gerai Bakso Boedjangan, mengatakan secara tersirat bahwa transaksi menggunakan Go-Pay lebih menguntungkan. Ini terutama soal pembukuan pada dagangannya.
“Lebih enak ini, kalau udah transaksi enak ngitungnya,” kata Nuraiti kepada Tirto.
Sistem yang telah digunakan hampir sebulan di gerai Bakso Boedjangan dapat digunakan tanpa biaya. Bakso Boedjangan memperoleh pembayaran “tanpa ada fee.”
“Kami dapatnya full, kami dapatnya sesuai harga,” katanya.
Persoalan adanya potongan atau sebaliknya dari layanan QR Code memang masih terlalu dini. Namun, bila mengacu di pengalaman Cina, layanan QR Code dari Alipay dan WeChat Pay ada fee sebesar 0,55 persen dan 0,1 hingga 2 persen dari setiap transaksi yang dilakukan merchant.
Jumlah Merchant
Klaim Go-Jek, sebagaimana termuat dalam laman resmi mereka, ada ribuan tempat dengan 52 merek tempat makan populer yang siap menerima pembayaran Go-Pay memanfaatkan fitur QR Code.
Merchant modern seperti Starbucks, Gokana, hingga Chatime, juga muncul di laman tersebut. Merchant modern, umumnya menyediakan fasilitas QR Code Go-Pay memanfaatkan mesin EDC yang dikeluarkan oleh Kartuku. Perusahaan payment solution provider yang berdiri sejak 2001 dan menyediakan layanan Unified Payment (EDC Bersama) sejak 2011, yang diakuisisi secara penuh oleh Go-Jek pada 2017.
Dalam profil perusahaan, di Kartuku ada ribuan merchant di 379 kota yang telah dijangkau perusahaan. Menjadi penengah transaksi antara pelanggan dengan merchant. Go-Jek mengklaim memiliki ribuan tempat yang dapat memanfaatkan QR Code Go-Pay, perusahaan yang didirikan Nadiem Makarim itu harus banyak belajar dari Alipay dan WeChat Pay, dua dompet digital yang jadi penguasa pembayaran QR Code di Cina.
Dalam makalah berjudul “China’s Alipay and WeChat Pay: Reaching Rural Users” yang dikeluarkan oleh CGAP (The Consultative Group to Assist the Poor), sebuah lembaga swadaya masyarakat, tercatat ada lebih dari 600 ribu merchant yang menerima pembayaran offline dengan Alipay di Cina. Ada lebih dari 300 ribu merchant yang bisa menerima pembayaran via WeChat Pay. Berturut-turut, antara Alipay dan WeChatPay, ada 520 juta dan 600 juta pengguna aktif bulanan kedua dompet digital tersebut, yang memproses transaksi hingga $175 juta per harinya.
Kuatnya penggunaan Alipay dan WeChat Pay di Cina terjadi karena negeri itu telah benar-benar bertransformasi ke arah “sepenuhnya digital.” Baik masyarakat pedesaan maupun perkotaan, menerima sistem pembayaran digital dengan mudah. Pada 2016, dari 608 juta penduduk pedesaan, 104 juta di antaranya telah mengadopsi Alipay maupun WeChat Pay. Sementara itu, dari 774 juta penduduk perkotaan, 224 juta di antaranya merupakan pengguna Alipay maupun WeChat Pay.
Belajar dari yang terjadi di Cina saat ini, layanan QR Code semestinya didorong agar memberikan alternatif dan mempermudah konsumen. Startup seperti Go-Jek sudah memulainya, dengan ekosistem yang mereka bangun tak mudah dan sudah sejak lama, kini mereka memetik hasilnya.
Baca juga artikel terkait GO-JEK atau tulisan menarik lainnya Ahmad Zaenudin