Selamat Jalan, Tech in Asia Games
Empat tahun bukanlah waktu yang singkat.
Dalam empat tahun manusia bisa lahir, belajar jalan, membaca, berhitung, dan mulai berkomunikasi dengan manusia lainnya.Empat tahun bisa dihabiskan untuk menyelesaikan studi S1 dengan kecepatan normal.
Empat tahun cukup bagi seseorang untuk menjalani satu masa jabatan sebagai presiden di negara tertentu.
Dan empat tahun juga cukup untuk membangun sebuah media online yang membahas game untuk pemain dan developer, mengembangkannya menjadi tempat yang berperan penting dalam ekosistem industri, dan juga tutup usia demi menjalani petualangan yang baru.
Ya, di akhir tahun 2016 ini, saya selaku Editor-in-Chief dari Tech in Asia Games hendak mengumumkan bahwa perjalanan Tech in Asia Games sebagai media yang membahas game untuk konsumen telah berakhir.
Saya pribadi baru ikut terlibat dalam perjalanan Tech in Asia Games tiga tahun lalu, tidak lama setelah Tech in Asia membeli Gamesaku, memperpanjang napas dari media kecil tersebut dan membuatnya menjadi bagian dari sesuatu yang sangat besar.
… perjalanan Tech in Asia Games sebagai media yang membahas game untuk konsumen telah berakhir.
Dimulai dari media yang khusus membahas game mobile, kami berkembang menjadi media yang juga membahas game untuk PC dan console. Sambil melakukan hal tersebut, tidak lupa juga kami menjalankan idealisme kami untuk membantu industri game dalam negeri berkembang, baik itu dengan cara mengenalkan karya developer lokal ke para pemainnya, sampai ke mendoktrin pentingnya menggunakan produk orisinal dan menunjukkan dukungan ke kreator game yang kita mainkan.
Sepanjang perjalanannya, kami juga mencoba menyampaikan konten untuk pembaca dengan berbagai cara. Mulai dari menulis review, menyampaikan tulisan dalam format singkat ataupun panjang, menampilkan video sebagai medium untuk berbicara, sampai mencoba terjun ke media sosial secara eksklusif demi menghadirkan berita dan konten yang telah kami buat. Dan saya bisa bilang, perjalanan ini sangatlah menyenangkan bagi kami, dan kami harap semua ini juga menyenangkan bagi kamu.
Lalu, ke mana kami akan pergi setelah ini? Tidak jauh sebenarnya.
Kami tetap akan menjadi bagian dari Tech in Asia, tempat kerja yang lebih terasa seperti keluarga yang mengajarkan anggotanya banyak hal, namun dengan fokus yang berbeda.
Kami tidak akan lagi menyajikan berita terbaru tentang game yang kita semua nantikan. Tidak juga ada rekomendasi game apa yang perlu kamu coba atau review yang dapat membantumu memutuskan game apa yang pantas dibeli atau tidak.
Sebagai gantinya, kami akan berusaha untuk membantu agar industri game Indonesia bisa berkembang lebih jauh dan tidak dianggap enteng di mata dunia. Semuanya akan kami lakukan melalui konten-konten yang kami buat, baik secara tertulis, visual, ataupun dari sesi-sesi offline yang akan kami adakan di masa depan.
Tech in Asia Indonesia akan berusaha menjadi tempat yang dapat mendukung ekosistem startup teknologi di Indonesia dengan lebih jauh lagi, dan video game jelas termasuk di dalamnya.
…perjalanan ini sangatlah menyenangkan bagi kami, dan kami harap semua ini juga menyenangkan bagi kamu.
Jika kamu orang yang berkecimpung di industri game, tidak perlu ke mana-mana karena kami akan ada di sini untuk membantu dan berkolaborasi denganmu demi masa depan industri game yang lebih baik. Sedangkan kalau kamu seseorang yang penasaran ingin terjun ke bagian lain dari medium yang telah menghibur kita semua dari dulu, kamu telah datang ke tempat yang tepat.
Sebagai penutup saya dan tim Tech in Asia Games hendak mengajak kalian semua untuk bernostalgia. Kira-kira sepanjang sepak terjang kami menulis konten game untuk media ini, tulisan mana saja sih yang menjadi favorit kami. Mungkin kamu tidak akan melihat konten serupa lagi di sini, tapi mungkin juga tulisan-tulisan yang ada di bawah akan bertambah jumlahnya di masa depan.
Terima kasih telah menjadi bagian penting dari perjalanan kami. Sampai jumpa di tahun 2017 yang lebih baik!
Artikel favorit pribadi penulis Tech in Asia Games
Mohammad Fahmi
[Devstory] Bagaimana Sebuah Studio Game Indie Mencoba Mencari Jalur Kembali ke Impian Mereka
Selama lebih dari tiga tahun sepak terjang saya di Tech in Asia, total hampir 1.500 artikel telah saya tulis, jadi cukup sulit juga untuk memilih satu di antara semuanya. Tapi, jika dipaksa memilih, saya jelas menjatuhkan pilihan saya kepada artikel tentang #MojikenCamp yang diadakan studio game asal Surabaya, Mojiken Studio.
Proses menulis artikel ini sangat saya sukai karena mengajarkan saya banyak hal tentang cara memecahkan masalah. Untuk kasus ini Mojiken memberi contoh tentang ide kreatif mereka menanggulangi masalah kekurangan developer dan terlalu banyak artis dalam tim. Solusinya pun sangat artistik dan bisa dibilang merupakan salah satu karya developer game Indonesia yang paling saya sukai sampai sekarang.
Tidak hanya itu saja, versi Inggris dari artikel ini yang juga saya terjemahkan membawa saya ke perkenalan dengan orang-orang baru luar biasa di industri game Asia Tenggara. Sebuah pengalaman yang sangat luar biasa.
Oh iya, sekadar informasi, perubahan haluan yang diambil Tech in Asia Indonesia ini tetap akan mempertahankan konten-konten seperti di atas. Jika kamu termasuk yang suka dengan konten-konten tersebut, jangan khawatir karena kami akan tetap memproduksinya, mungkin saja dengan lebih rutin.
Selain artikel ini, saya juga sangat menyukai tulisan lain saya seperti opini mengenai game bekas yang saya samakan dengan game bajakan, review Firewatch, dan beberapa seri Artistalk dan Designertalk yang sempat rilis rutin dulu.
Iqbal Kurniawan
Parenting dan Video Game: Tip dari para Gamer Sekaligus Orang Tua
Artikel ini berawal dari pertanyaan seorang nenek kepada saya di sebuah tempat penukaran uang. Saat mengetahui bahwa saya adalah jurnalis video game, beliau bertanya kepada saya tentang cara bagaimana membuat cucu-cucunya berhenti bermain game. Rupanya sang nenek menganggap video game adalah benda yang tidak berguna sama sekali untuk para cucunya, dan hal itu membuat saya sedih.
Tak lama setelah percakapan tersebut berlangsung, beredar foto tentang bahaya video game untuk anak yang dibuat oleh Kemdikbud. Hal ini membuat saya miris, ternyata masih banyak anggota masyarakat yang salah kaprah tentang video game. Untuk itulah, saya memberanikan diri untuk menulis panduan parenting terkait video game dari sudut pandang para gamer, yang memang paling mengerti baik dan buruknya medium hiburan ini.
Agar tidak terkesan sok tahu, saya meminta tanggapan dari para gamer sekaligus orang tua yang tak hanya sukses di kehidupan profesionalnya, tapi juga merasakan langsung manfaat dari video game dan menerapkannya untuk mendidik anak masing-masing. Alhamdullilah mereka sangat kooperatif membagi kisah masing-masing, serta sabar menjawab deretan panjang pertanyaan saya.
Mungkin satu artikel ini tidak akan langsung mengubah sudut pandang masyarakat secara luas tentang video game. Namun saya harap setidaknya para orang tua yang telah membaca tulisan ini bisa menjadi makin bijak serta sukses membimbing buah hati masing-masing menjadi manusia yang sukses kelak.
Ayyub Mustofa
10 Lagu dari Game yang Bisa Bikin “Baper”
Sulit untuk memilih satu dari ribuan artikel game yang ada di Tech in Asia, tapi pada akhirnya pilihan saya jatuh pada artikel ini. Alasannya ada tiga. Pertama, ini artikel yang relevan untuk dibaca sampai kapan pun. Kedua, artikel ini menarik untuk jadi bahan diskusi. Dan terakhir, walaupun saya sudah pernah membaca artikel ini, mengunjunginya lagi tetap terasa menyenangkan untuk bernostalgia.
Musik dan video game adalah dua hal yang tak akan pernah dipisahkan. Ketika kita mendengar sebuah lagu, kita tak hanya menikmati lagu tersebut sebagai sebuah karya seni, tapi juga menikmati kenangan-kenangan yang ada bersama lagu tersebut. Tanpa harus main ulang, kita tetap bisa merasakan kesenangan dari sebuah game hanya dengan mendengar lagunya.
Bila kamu sedang bosan, suntuk di tengah kerja, ingin main game tapi tak bisa, atau sedang galau di malam Minggu, ingatlah artikel ini. Buka artikel ini, dengarkan lagu-lagunya satu-persatu. Dengarkan lagu dari game kesukaanmu, dan mungkin, setelahnya harimu akan jadi sedikit lebih berwarna.
Risky Maulana
[Opini] Genre Vehicular Combat, ke Mana Perginya Mereka Sekarang?
Mengenang pasang surutnya sebuah genre dalam video game merupakan topik yang cukup menarik untuk dibahas.Vehicular combat sendiri merupakan contoh menarik tentang bagaimana sebuah genre dulunya berkembang lalu mekar dan perlahan hilang seiring dengan perkembangan selera gamer di pasar.
Artikel tersebut menjadi surat cinta saya atas minimnya genre vehicular combat selama beberapa tahun terakhir. Sekadar informasi, tulisan tersebut muncul setelah saya bernostalgia memainkan Twisted Metal 2 yang diulas di kolom seri review nostalgia beberapa hari sebelumnya.
Saat ini saya sendiri masih berharap bisa menjumpai game yang bisa menghadirkan sensasi perang mobil klasik seperti Twisted Metal, Vigilante 8, Rogue Trip: Vacation 2012, dan lain-lain. Semoga kelak ada developer menyadari kerinduan gamer terhadap genre satu ini dan mengisi kekosongannya dengan game perang mobil baru yang lebih seru dibandingkan sebelumnya.
Kevin Sutanto
[Humor] Inilah Alasan Mengapa Jarang Ada Judul Game Berbahasa Indonesia
Sederhana sih. Waktu saya membuat artikel ini, sebenarnya saya dan teman-teman editorial cuma sekadar iseng saja. Saya sendiri juga agak penasaran sekocak apa kalau judul game diterjemahkan dengan asal ke bahasa Indonesia.
Proses pembuatannya juga mudah-mudah sulit. Saya hanya mengumpulkan sejumlah gambar sampul game, lalu saya cari font dari logo yang ada dalam sampul tersebut, dan mengganti logo game dengan logo game terjemahan. Kalau kamu mau membuat hal seperti ini juga, cukup modal kemampuan Photoshop dan sedikit kreativitas saja.
Awalnya, saya mengira bahwa artikel ini tidak akan terlalu laku, tapi entah mengapa artikel konyol-konyolan ini jadi viral! Teman-teman saya yang saya yakin tidak pernah main video game sekalipun ikut menyebarkan artikel ini. Aneh juga ya.